Teo menatap Delina dalam, keduanya saling bertatapan hingga akhirnya Teo semakin tersenyum lebar dan membuat Delina mengalihkan pandangannya kembali ke arah taman.
"Delina."
"Berhentilah, jangan campuri kehidupanku."ucap Delina cepat. Teo mengulum senyum, ia mengalihkan pandangannya dan menghela nafas gusar. Ada yang harus ia katakan namun, rasanya terlalu riskan untuk mengatakannya pada Delina. Banyak yang ahrus ia pertimbangkan dalam menyampaikan informasi tersebut.
Teo tidak mau Delina terkejut dan tidak mampu menerima informasi itu dengan baik. Teo kembali memandang Delina, menggeser kursinya menjadi lebih dekat. Wanita itu masih saja membelakanginya.
"Hey, mau dengar cerita."Teo mencondongkan tubuhnya.
"Tidak."Jawab Delina acuh.
"Begini ceritanya. Ada seorang wanita yang tengah jatuh sakit, begitu sakit hingga dia terlihat sangat ringkih."
"Kau sedang membicarakanku."ucap Delina menebak apa yang mencoba Teo katakan. Menggambarkan wanita tersakiti sangat mewakili apa yang sedang Delina alami sekarang.
"Bukan. Kau ini percaya diri sekali. Ini tentang orang lain, bukan kau."bohong Teo.Ia mengamati Delina, menunggu bagaimana reaksi wanita itu sebelum melanjutkan ceritanya.
"Lalu ada seorang dokter yang sedang kebingungan karena sang pasien ternyata sedang mengandung."Delina terhenyak mendengarnya.
"Dan si dokter bingung bagaimana dia harus menyampaikannya. Karena si dokter takut, kalau-kalau pasien tersebut tidak menerimanya. Dan malah menyakiti dirinya dan juga bayinya!."
Delina menoleh pada Teo yang kini sedang memandangnya. Wajah Teo terlihat sendu, hal itu membuat Delina takut. "Apa maksudmu?!!."tanya Delina mencoba untuk mencari tahu apa yang Teo maksud dalam cerita itu. Jika itu menggambarkan dirinya, berarti wanita yang mengandung itu adalah..
"Kau hamil Delina. Anak yang tidak berdosa di dalam kandunganmu itu. Kau harus melindunginya. Kau ibu nya. Kau harus sehat untuk bisa merawatnya. Aku harap kau bisa menjaganya."ucap Teo, suaranya begitu rendah. Ia mencoba untuk memberikan Delina keyakinan jika semuanya akan baik-baik saja walau ia hamil.
"Jangan bercanda, kau pasti berbohong."Ucap Delina, seraya mengalihkan pandangannya dari sana. Delina merasa terkejut mendengarnya, rasanya tidak benar. Bagaimana bisa dia hamil.
Teo menangkap raut wajah Delina yang berubah sendu. Apakah Delina bergitu sedih mendengar kabar ini atau malah sebaliknya. Teo berharap Delina dapat mempertimbangkan kehidupannya karena ada seseorang yang harus ia lindungi saat ini.
"Pergilah aku mau sendiri."ucap Delina tanpa memandang Teo.
"Tidak mau."tolak Teo.Hyumi berbalik melemparkan tatapan kesal pada Teo yang saat ini masih berada di sampingnya. Delina kembali mengalihkan pandangannya namun pandangannya terhenti pada kaca yang berada di tengah-tengah pintu.
Teo mengikuti arah pandang Delina dan menemukan salah satu rekan kerjanya berada di sana. Memanggilnya dengan lambaian tangan. Senyumannya luntur seketika. Rasanya tidak rela bangkit dari kursi ini, Teo masih belum mau pergi dari ruangan Delina.
Teo bangkit berdiri, kedua tangannya di masukan ke dalam saku jas dokternya. Ia kembali tersenyum memandang wajah Delina yang menatap ke luar jendela. "Aku akan kembali."
"Aku tidak peduli."ucapan Delina membuat Teo mengulum senyumnya. Rasanya sulit untuk tidak tersenyum ketika berada di hadapan Delina.
"Aku pergi."Teo berjalan keluar ruangan Delina, ketika ia menutup pintu ruangan wanita itu dan menguncinya dan menggantungnya di depan pintu, ia kembali memandangnya sebelum benar-benar berbalik dan berjalan menjauh.
"Aku tahu sekarang? Kau sedang jatuh Cinta huh!."goda Gel salah satu rekan kerja Teo. Ucapan Gel membuat Teo mendecih.
"Apa itu terlihat seperti itu, aku tidak merasakan apapun!."
"Benarkah!,"ledeknya."Hati-hati, kau telah terkena panah cupid. Ngomong-ngomong ada yang harus ku bicarakan. Ayo kita ke ruanganmu saja. Tidak apa dia ditinggal dulu. Wanita itu akan baik-baik saja. "
"Kau ini."Teo memukul Gel tepat di bahunya yang membuat pria itu merintih kesakitan. Mereka berjalan menuju ruangan Teo.
***
JEDERER>>>>>
Suara gemuruh, petir dengan kilat yang menyambar. Menemani malam Delina, wanita itu meringkuk di atas tempat tidurnya. Ditariknya selimut untuk menutupi dirinya, tubuhnya bergetar hebat saat mendengar letusan demi letusan petir yang menyambar.
Delina merasa begitu ketakutan, ia sangat takut dengan suara petir. Tubuhnya gemetar hebat, Delina merasa gelisah. Hal ini membuatnya menangis ketakutan. Delina semakin meringkuk, memeluk tubuhnya sendiri dengan erat.
"Tolong aku."
JEDERRRRR....
"AKHHH."
***
Waktu sudah menunjukan pukul 01.00. Tidak ada niatan bagi Teo untuk pulang ke apartemen miliknya.
Semenjak wanita di hunian 405 itu di temukannya, Yoongi tidak pernah pulang ke apartemennya dan memilih untuk tinggal di rumah sakit. Ada satu ruangan hanya berisi satu lemari dan satu kasur untuknya beristirahat.
Teo membolak-balikkan tubuhnya gusar, matanya tidak bisa terpejam. Kalimat temannya tentang kata jatuh cinta terus saja memenuhi isi kepalanya.
"Akhh... sial."Teo mendesah kesal, tubuhnya bangkit terduduk. Kedua tangannya mengacak rambutnya frustasi.
"Ini karena si Gel sialan."decaknya frustasi. Teo bangkit berdiri lalu meraih sweater berwarna abu-abu dari lemari gantungannya. Ia memakai sweater itu sebelum berjalan keluar dari ruangannya.
Hujan begitu deras, suara petir menyambar dengan kencangnya membuat Teo sedikit terkejut ketika mendengar suaranya. Ia terus berjalan mengikuti langkah kakinya, dan hal yang membuatnya terkejut ketika kini ia malah berhadapan dengan pintu kamar bernomor 405.
"Kenapa malam ini petir sangat menyeram kan."
Teo berdiri tepat di depan pintu kamar Hyumi, ia melihat ke dalam dari kaca yang berada di pintu.
Kosong.
Hal itu membuat Teo panik seketika, ia bergegas membuka pintu ruangan Delina dan masuk ke dalam untuk mencari keberadaannya.
"Delina."panggilnya panik. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari Delina.
"Hiks... hiks... hiks.."
Teo terpanjat,suara seseorang menangis. Kepalanya kembali menoleh dan mendapati seorang wanita tengah memeluk lututnya dan terisak-isak. Teo berlari ke arah Delina yang berada di pojok ruangan. Waniat itu sedang memeluk kedua kakinya dan menangis ketakutan.
"Kau baik-baik saja ? Apa kau terluka. Apa kau sakit!."tanya Teo panik.
JEDERRRRE>>>>
"AKHHHHH."teriak Delina ketika mendengar suara petir menyambar hingga menimbulkan suara yang begitu kencang.
Delina berhampur memeluk Teo, Tangannya mencengkram erat sweater abu-abu yang Teo kenakan. Delina benar-benar ketakutan, reflek Teo memeluk tubuh Delina dengan erat, tangannya mengusap lembut pucuk kepala Delina, mencoba untuk menenangkannya.
"Aku di sini, tidak perlu takut. Aku akan menjagamu."Tanpa Teo sadari ia mengecup pucuk kepala Delina dan memeluk tubuhnya dengan erat. Delina nampak ketakutan tadi dan hal itu membuat Teo panik bukan main. Dan saat ini ia sudah tenang, tertidur di bahunya.
***
Teo kembali mengeratkan dekapannya. Ketika menangis tadi Teo membawa Delina kembali naik ke atas tempat tidur, keduanya terduduk dengan Delina yang tertidur dengan bersandar di bahu Teo. Tangan Teo menyingkirkan helaian demi helaian rambut yang menghalangi wajah Delina.
Senyuman terukir jelas di wajahnya. Melihat Delina tidur membuatnya senang bukan main.
Deg!!
Teo terpanjat ketika tanpa sadar Delina mendekatkan dirinya lebih ke arah Teo dan membuat saraf dan detak jantungnya, berada di atas rata-rata.
Deg!
Deg!
Deg!
"Aku tahu sekarang?? Kau sedang jatuh Cinta huh!."godanya yang membuat Teo mendecih.
Perkataan Gel kembali terlintas di otaknya. Matanya beralih menatap Delina yang sedang terpejam dan menikmati bahunya itu dengan lamat. Teo sadar dia sedang jatuh cinta saat ini. Teo sudah pernah berpacaran, namun rasa ini ia baru mendapatkannya dari Delina.
"Terdengar lucu, aku jatuh Cinta. Jadi ini yg di sebut jatuh cinta"
***
"Uekkkkkk."
"Uekkk."
Delina mengangkat wajahnya, ia mengelap mulutnya dengan punggung tangannya.Wajahnya terlihat begitu lelah di cermin. Beberapa hari ini ia mengalami mual, bahkan tubuhnya terasa lelah.
Matanya melirik perutnya yang masih rata, tanganya menyentuh perutnya dan mengusap perutnya dengan gerakan lembut. Tangan yang mengusap perutnya bergetar, Delina merasa begitu emosional. Sebuah bening kristal meluncur, membasahi pipinya.
"Maafkan aku."gumamnya frustasi.
***
Hari ini Teo sudah menyelesaikan administrasi rumah sakit untuk pasien 405 dimana Delina di rawat. Teo yang menanggung semuanya, entah Kenapa. Ia ingin melakukan semua ini untuk melindungi Delina seperti sesuatu hal yang harus ditanggungnya.
"Dokter Teo."Teo menoleh ke sebelah kanannya dan mendapati suster datang dengan keadaan panik. "pasien kamar 405. Delina tidak ada di ruangannya."
Teo terkejut ketika mendengarnya, dengan cepat ia berlari menuju ruangan Delina untuk memastikan lagi. Teo meminta agar perawat itu membantunya mencari Delina ke sekeliling rumah sakit. Dia pasti tidak berada jauh dari sini.
Brak!
Kosong.
Kamarnya benar-benar kosong, tidak ada Delina di dalam sana. Delina berlari menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Pikirannya kacau.Takut kalau Delina mungkin saja akan melakukan sesuatu hal bodoh atau berbahaya. Hal yang membuatnya terluka dan membuat kandungannya dalam bahaya.
Mmemikirkan hal itu membuat Teo semakin panik. Ia berlari menuju ke arah taman. Langkahnya terhenti ketika mendapati Delina di sana. Wanita yang di carinya tengah duduk di sana, membelakanginya. Senyuman tergambar jelas di wajahnya.
"Delina."panggilnya dengan perlahan Teo berjalan mendekati Delina.
Delina berdiri, dengan perlahan tubuhnya berbalik menghadap Teo.
Yoongi terkejut ketika mendapati Delina yang sedang memegang gunting dengan baju rumah sakit yang berlumuran darah pada bagian perutnya.
"Dokter Teo"
"Aku baik kan...."
"Aku baru saja mengirim anakku untuk pergi ke surga."Ucap Delina dengan senyuman yang terlihat mengerikan di wajahnya.
"Delina."panggil Teo panik. Ia mengusap kepalanya kasar. Teo begitu frustasi melihat keadaan Delina yang nampak hancur. Ini juga menyakiti hatinya. Teo sudah menduga sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.
"Aku rasa aku juga harus menemani anakku di sana."Delina mengangkat tinggi-tinggi gunting yang berada di tangannya dan mengarah cepat pada bagian jantungnya
"TIDAK."
***
"Hosh... hosh... hosh..."
Nafas Teo tersenggal, peluh membasahi keningnya. Dadanya naik turun dan nafasnya yang memburu, detak jantungnya berdetak dengan cepat.
"Untung saja hanya mimpi."gumamnya.
Hari ini Teo sudah menyelesaikan administrasi rumah sakit untuk pasien 405 kamar Delina. Teo yang menanggung semuanya, entah Kenapa. Teo ingin melakukan semua ini, melindungi Delina seperti sesuatu hal yang harus ditanggungnya.
"Dokter Teo."Seorang perawat datang denagn berlarian menghampiri Teo. Wajahnya terlihat begitu panik.
"Pasien kamar 405. Delina tidak ada di ruangannya."
Teo terkejut mendengarnya, baru saja satu langkah ia ambil. Tubuhnya membeku, rasanya seperti tidak asing baginya dengan kejadian ini.
"TIDAK."
Teo mengingatnya, ia memimpikan hal ini tadi. Teo langsung berlari menuju taman. Ia ingat dalam mimpinya Delina berada di taman, wanita itu menusuk perutnya menggunakan gunting. Teo nampak ketakutan, ia takut sesuatu yang buruk mungkin saja terjadi.
"Aku mohon Delina, jangan melakukan hal bodoh. Aku mohon."batin Teo frustasi.
Teo terus berlari menuju taman.