Ciuman Liar

1353 Words
Rose sedang mempersiapkan sebuah rencana untuk membalas dendamnya kepada seseorang yang telah membuatnya hidup sengsara sejak kecil. Ia duduk diatas ranjang tidurnya sembari menatap sebuah foto wanita paruh baya yang baru saja dikirimkan oleh Darla melalui ponselnya. “Pembalasanku akan dimulai darimu, Ginger!” ucap Rose dalam hatinya seraya menatap foto dilayar ponselnya itu dengan tatapan mata yang dipenuhi dengan amarah dan dendam. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuat pikiran Rose buyar. Ia menoleh kearah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. “Nona Rosie, apa anda ada di dalam kamar?” tanya salah satu pelayan yang mengetuk pintu kamarnya. Rose beranjak turun dari ranjang tidurnya kemudian melangkah menghampiri pintu, lalu membukanya. Pelayan tersebut langsung gemetaran dan menundukkan wajahnya ketika Rose berdiri tegak dihadapannya. “Ada apa?” tanya Rose dengan sikapnya yang sangat dingin membuat pelayan itu semakin ketakutan terhadapnya. “Utusan dari Tuan Erich Dawson datang, Nona.” ucapnya membuat Rose merasa heran. “Utusan Erich Dawson?” gumanya dalam hati. “Mau apa mereka datang kesini?” tanya Rose kepada pelayan itu. “Mereka bilang ingin menjemput anda dan membawa anda untuk menemui Tuan Erich Dawson.” Jawab pelayan itu lantas membuat Rose mengerti bahkan bibirnya tampak menyeringai tipis. “Katakan pada mereka aku akan turun sebentar lagi!” perintah Rose kepada pelayan tersebut. “Baik Nona,” sahutnya kemudian segera pergi melakukan apa yang diperintahkan Rose kepadanya. Rose kembali menutup pintu kamarnya kemudian melangkah menghampiri lemari, lalu meraih pakaian yang akan dikenakannya ketika menemui calon suaminya tersebut. Ia segera mengenakan pakaian itu dan berdiri di depan cermin. “Heh, inilah saatnya untuk menghancurkan impian Brenda karena aku akan membuat Erich Dawson menolak pernikahannya denganku!” ucap Rose dalam hatinya seraya menyunggingkan senyuman tipis disudut bibirnya. Rose mengingat semua rumor yang mengatakan bahwa Erich Dawson adalah pria yang sangat kejam dan angkuh. Rose menarik laci dan mengambil sebuah pisau lipat yang ia simpan disana. “Bagaimanapun juga aku harus bisa melindungi diriku sendiri karena tujuanku keluar dari penjara bukanlah menikahi pria itu melainkan untuk balas dendam kepada orang-orang yang telah membuat hidupku sengsara!” ucap Rose lagi dalam hatinya kemudian menyimpan pisau lipat yang berukuran kecil itu ke dalam saku pakaiannya. Di sebuah restoran mewah tepatnya pada salah satu ruangan khusus Erich sedang menanti kedatangan wanita yang ingin ditemuinya. Disana ia duduk menghadap dinding kaca yang menampilkan suasana kota seraya menggenggam ponselnya. Dari layar ponselnya itu Erich memperhatikan raut wajah wanita yang tampak begitu ceria. “Senyumnya begitu ceria dan rambutnya panjang sedikit bergelombang.” gumam Erich memperhatikan foto wanita dari layar ponselnya yang tak lain adalah foto Rosie. “Hahaha! Aku benar-benar tak menyangka wanita seperti dia ternyata memiliki nyali yang sangat besar untuk menjadi istriku!” Erich tertawa sendirian diruangan itu dengan kedua matanya yang masih menatap foto Rosie. Tok! Tok! Tok! Erich yang sedang membelakangi pintu ruangan itu hanya sedikit melirik kearah pintu tersebut yang baru saja diketuk dari luar. Dengan sikap yang cukup tenang ia menyimpan ponselnya ke dalam saku pakaiannya. “Tuan, Nona Rosie sudah tiba!” ucap Alden yang tak lain adalah asisten kepercayaan Erich. “Masuk!” sahut Erich singkat dengan suaranya yang terdengar berat. Alden lantas membuka pintu ruangan itu, lalu mempersilahkan Rose untuk masuk ke dalam dengan sikapnya yang begitu sopan. “Silahkan, Nona.” Rose yang menyamar sebagai Rosie pun melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut. Disana ia menatap sesosok pria yang sedang duduk membelakangi dirinya. Rose yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu masih berdiri tak jauh dari pintu. Ia menanti tanpa bersuara sedikitpun sedangkan Erich juga enggan membalikkan tubuhnya. Waktu berlalu hampir sepuluh menit namun Rose masih menanti pria angkuh itu ditempatnya berdiri. Rasa kesal menyusup ke dalam hati Rose lantaran mengerti bahwa Erich ingin mempermainkan dirinya. “Tuan, jika kau terlalu banyak waktu untuk bermain-main lebih baik kau nikmati waktumu bersama wanita lain karena aku tidak suka membuang waktuku untuk hal yang sia-sia!” seru Rose dengan suaranya yang terdengar cukup dingin serta lantang kepada Erich. Erich mengerutkan dahinya sejenak tatkala dirinya menyadari nada bicara yang dingin serta lantang keluar dari mulut wanita ceria yang baru saja diperhatikan pada layar ponsel sebelumnya. “Heh, aku tak percaya ini … wajah manis yang ceria ternyata mengeluarkan suara yang lantang!” gumam Erich dalam hatinya seraya menyunggingkan senyuman tipis disudut bibirnya. Rasa penasaran bergejolak di dalam hati pria angkuh yang kejam itu. Ia segera bangkit dari tempat duduknya kemudian berbalik menghadap Rose yang lantas saling bertatapan langsung dengannya. “Heh, kuakui dia memang tampan … tapi sayangnya aku tak tertarik menikahinya!” gumam Rose dalam hatinya saat pertama kalinya ia melihat Erich secara langsung. Lain halnya dengan Rose, Erich justru menyimpan rasa janggal dalam benaknya ketika melihat sosok wanita yang kini berada dihadapannya. “Benarkah dia wanita ceria yang kulihat di foto tadi?” tanya Erich dalam benaknya ketika saling bertatapan dengan Rose. “Tatapan matanya tajam dan dingin, bibirnya mungil tapi tertutup rapat seperti tak pernah ada bekas senyuman dibibirnya! Benarkah ini dia?” tanya Erich lagi dalam benaknya. Rose semakin tak sabar lantaran Erich hanya diam seraya menatapnya. “Tuan, apakah tujuanmu ingin bertemu denganku hanya ingin menatapku saja?” tanya Rose masih dengan nada bicara serta tatapannya yang dingin kepada Erich. Mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan Rose membuat Erich kembali menyunggingkan senyuman tipis disudut bibirnya. “Kenapa? Apa kau tak suka aku menatap wajah calon istriku sendiri?” Erich balik bertanya seraya melangkah maju untuk menghampiri Rose yang masih berdiri kokoh tanpa kelihatan gugup sedikitpun. Erich berhenti melangkah ketika dirinya kini sudah berada tepat di depan mata Rose bahkan jarak diantara mereka sangat dekat. “Tatapan matamu….” Erich mengangkat tangannya untuk meraih wajah Rose, lalu mencengkramnya. “Kenapa? Apa kau tak suka tatapan calon istrimu?” Rose terus membalas tatapan Erich seolah ingin menantangnya. Cengkraman tangan Erich semakin kencang seraya terus bertatapan dengan Rose. Kala itu diam-diam Rose menyelipkan tangannya ke dalam saku untuk meraih pisau lipat yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Rose melakukan hal itu lantaran merasa dirinya sedang terancam oleh kekejaman pria yang berada dihadapannya. Brrraakk!!! Alden dan beberapa pengawal yang menunggu diluar terperanjat menoleh kearah pintu ruangan itu sedangkan Rose terhimpit di pintu itu lantaran Erich menekan tubuhnya setelah berhasil mencengkram pergelangan tangan Rose yang sedang menggenggam pisau lipat. “Kau pikir kau bisa memainkan trik murahan seperti ini padaku, hah?” bisik Erich di telinga Rose seraya menyeringai lebar. “Lepaskan aku!” seru Rose berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Erich. Rose ingin sekali menendang pria yang sedang menghimpit tubuhnya namun sayang dirinya sama sekali tak bisa bergerak. “Tidak ada pilihan lain!” ucap Rose dalam hatinya. Rose mendekatkan bibirnya di telinga Erich, lalu berbisik. “Tuan, ini terlalu dekat! Kau ingin mencegah pisauku atau sengaja ingin menempelkan tubuhmu padaku?” Rose mengatakannya dengan nada bicaranya yang sedikit menggoda. Erich menatap senyuman tipis dibibir Rose yang memang sengaja ingin menggodanya agar bisa terlepas dari cengkramannya yang cukup kuat. Brraakk! Klleettaakk! Pisau lipat itu akhirnya terlepas dari genggaman tangan Rose dan terjatuh ke lantai setelah Erich menghantamkan pergelangan tangan Rose ke pintu ruangan itu sedikit kasar. Setelah pisau itu terjatuh Erich langsung mencium bibir Rose secara tiba-tiba sehingga membuat Rose terkejut setengah mati bahkan kedua matanya tampak terbelalak lebar. Ciuman yang cukup kasar dan liar itu membuat Rose susah mengambil nafas. “Haaah….” Deru nafas keduanya saling berhembus setelah ciuman kasar dan liar itu terlepas. “Manis sekali!” Erich mengusap bibirnya dengan ujung lidahnya kemudian menyeringai lebar di depan Rose. Rose merasa begitu geram sehingga tenaganya terkumpul untuk melepaskan pergelangan tangannya dari cengkraman Erich. Pllaaakk! Sebuah tamparan keras baru saja mendarat diwajah pria angkuh yang dikenal kejam tersebut. “Kau benar-benar menjijikkan!” Rose lantas mengumpat Erich usai menampar wajahnya dengan kesal. Rose segera membuka pintu ruangan itu kemudian keluar dengan raut wajahnya yang sangat marah sehingga Alden dan beberapa pengawal lainnya tampak terperanjat seraya melirik kepergiannya. Sementara itu Erich masih terdiam dan tubuhnya terasa kaku usai menerima tamparan keras dari Rose. “Dia menamparku?” ucap Erich dalam benaknya yang merasa bingung lantaran baru kali ini dirinya di tampar oleh seorang wanita dalam seumur hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD