Amira dengan tergesa-gesa berlari menuju pintu. Ia sedang memanggang kue di belakang dan sedang tidak ingin menerima tamu sama sekali. “Iya, iya.. sabar.” Amira tidak mau mengumpat karena bisa jadi yang di depan adalah Om Imam atau Om Alif, kalau keduanya atau salah satu dari mereka mendengar Amira berbicara yang buruk, ia bisa di tendang dari rumah ini. Amira mematung melihat siapa yang berdiri dengan gagahnya di depan dirinya saat ini. Meskipun tidak bisa selamanya bersembunyi dari pria ini, Amira tetap saja tidak bisa mengatasi reaksi berlebihan tubuhnya ketika mata mereka bertemu dan terkunci untuk beberapa saat. Amira juga terus tersedot pada kejadian di masa lalu hanya untuk merasakan pedih di relung hatinya. “Hai, sayang,” sapa Danis Ammar Hardian. Amira tidak terlalu peduli den