Bab 3

2881 Words
Arsen merutuki kesialan yang dia alami, padahal sedikit lagi dia akan memiliki Lily seutuhnya tapi nenek kesayangannya datang di waktu yang tidak tepat. Siapa lagi yang berteriak selain nenek kesayangannya itu? bahkan mamanya tidak pernah berteriak padanya, hanya nenek kesayangannya yang melakukan hal itu. "Astaga, Arsen kebangetan!" kesal nenek Mareta yang tidak menyangka betapa buasnya Arsen kepada Lily. "Nenek, kapan datang?" tanya Arsen yang langsung memakai kaosnya. Arsen lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Lily yang telah setengah telanjang akibat perbuatannya, jika Lily tidak lupa mengunci pintu pasti dirinya akan mendapatkan apa yang dia mau, tapi mungkin belum saatnya dia melakukan apa yang selalu dia impikannya ini. "Pakai baju sayang, aku ajak Nenek keluar kamar," bisik Arsen lalu mencium kening Lily. Siapapun yang menjadi Lily pasti sangatlah malu, apalagi apa yang mereka lakukan ketahuan nenek Arsen, gila memang! Nafsu Arsen bahkan kini tidak bisa di kendalikan lagi, Lily harus berusaha lebih keras agar Arsen tidak melakukan hal yang sama kepada dirinya lagi. "Kamu itu, udah nggak punya malu ya di depan nenek?" marah Mareta pada cucunya. Arsen adalah cucu pertama dan satu-satunya di keluarga ini, dia yang akan mewarisi semua yang keluarga nya miliki. Walaupun sudah jelas Arsen yang akan mewarisi semuanya, tapi sejak kecil dia di tuntut untuk terus belajar dan menuruti segala hal yang Robert katakan. Arsen belajar keras sampai di titik yang sekarang ini, dia anak yang penurut dan karena itulah banyak pesaing perusahaan yang berusaha menjatuhkan dirinya dengan gosip yang tidak pantas, tapi Arsen mampu melewati semua itu karena sejak awal dia selalu hidup teratur sesuai dengan apa yang kedua orang tuanya katakan. Mungkin orang lain akan mengatakan jika hidup Arsen terlalu membosankan, tapi bagi Arsen ini merupakan tanggung jawab yang harus tetap dia pikul, siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan keluarga jika Arsen tidak mau? melihat perjuangan keluarga yang membangun perusahaan dari Nol membuat dirinya berpikir keras bahwa dia harus tetap mempertahankan perusahaan demi keluarga tercintanya. "Aduh, sakit Nek!" ujar Arsen menahan tangan neneknya yang kini menjewer telinga kanannya. Neneknya memang seperti ini, Arsen yang sudah dewasa selalu dianggap kecil, padahal jika Arsen menikah pun umurnya sudah lebih dari cukup tapi dia hanya ingin menunggu kesiapan dari Lily karena sampai sekarang Lily belum ingin menikah karena tidak ingin melangkahi kakaknya. "Mama, kenapa jewer Arsen?" tanya Tiffany yang langsung menghampiri Arsen dan Mareta. "Arsen, hampir aja merawanin anak orang." Mareta berucap dengan kesal. "Arsen!!! makanya kunci pintu," tegur Tiffany yang membuat Arsen tersenyum. "Ya ampun, keluarga ini jadi kenapa pula? malah kayak gini semuanya! nggak anak nggak emaknya semua sama saja!" kesal Mareta. "Mama duduk, kita minum teh bareng," panggil Robert yang sejak tadi melihat mamanya darah tinggi karena kelakuan cucu pertamanya ini. Tiffany lalu berbisik pada Arsen untuk kembali ke kamar dan mengajak Lily ke ruang keluarga, anak itu pasti malu setelah apa yang dilakukan oleh Mareta. Terdengar suara pintu berbunyi tanda sebentar lagi akan terbuka, Lily duduk di pinggir ranjang dengan baju yang sudah lengkap tidak seperti semula. Jujur saja dia malu, dia tidak seperti Arsen yang tidak tau malu di depan keluarga nya ini. "Sayang, ayo kebawah. Mama ngajak minum teh bareng," ajak Arsen yang kini menggenggam tangan Lily. Lily hanya terdiam, dirinya sama sekali tidak merespon apa yang Arsen katakan. Astaga rasa malu kepergok melakukan hal yang tidak-tidak membuat harga dirinya hancur, entah mau di bawa kemana mukanya ini? bagaimana dia menghadapi kedua orang tua Arsen dan nenek Mareta? "Sayang, Marah?" tanya Arsen. "Kamu sih, hikss hikss." Lily kini mulai terisak. "Sayang, jangan nangis," ujar Arsen yang lalu memeluk kekasihnya. Lagi-lagi Arsen terlalu bersemangat hingga tidak memikirkan bagaimana perasaan Lily, dia tau pasti Lily malu tapi dirinya tidak peka dan hanya memikirkan dirinya sendiri. "Nenek nggak marah kok, Mama juga nggak, kamu jangan mikir macam-macam sayang," ucap Arsen. "Aku malu, hiks," cicit Lily yang masih menangis. "Udah ayo, nggak ada yang melarang kita melakukan hal itu! mereka malah seneng kalau kamu hamil jadi kita cepet nikah," ucap Arsen dengan seringainya. "Kamu tuh yang enak!." Amuk Lily lalu berdiri dan keluar kamar. Lily lalu menuju ke ruang keluarga karena mereka semua sedang berkumpul di sana saat ini, mungkin Arsen akan meminta saran mengenai masalah Harvi yang tidak bisa dia putuskan sendiri. Arsen bisa saja langsung memecatnya tapi dia masih memiliki rasa iba, susah senang mereka pernah bersama walaupun ternyata dia menusuk dari belakang tapi setidaknya dengan pencerahan dari Robert dia bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan. "Sayang, kamu habis nangis?" tanya Tiffany pada Lily yang duduk di sampingnya. Tatapan tajam Mareta kini langsung mengarah tepat pada Arsen 'astaga salah lagi dia' batin Arsen dalam hati. "Kamu diapain sama lelaki m***m ini sayang?" tanya Mareta. Lily diam dan membuat Arsen frustasi, dasar wanita memang sama saja! terus saja membuatnya pusing, kenapa tidak berkata terus terang agar dua wanita di rumah ini tidak salah sangka pada dirinya terus menerus? Membuat kesal memang. "Apaan loh, Arsen lagi yang salah."Arsen kesal. "Lha kamu apakan Lily?" tanya Robert yang ikut berbicara. "Apaan, Arsen nggak ngapa-ngapain. Lily takut tuh sama nenek dikira nenek marah," ujar Arsen. "Enggak ih, aku cuma malu aja." Lily membela diri. Dia tidak ingin Arsen berkata banyak hal yang bahkan tidak benar seperti itu, lelaki itu memang benar-benar tidak memiliki malu, setelah apa yang dia lakukan bahkan dia tidak merasa bersalah kepada Lily ataupun nenek yang memergoki mereka. "Arsen Memang nggak punya malu Ly," ujar Mareta. "Iya Nenek, ngeselin banget emang," imbuh Lily. "Salah terus." Arsen yang Sebal lalu duduk di samping Robert. Robert lalu mengalihkan pembicaraan, dia perlu membicarakan masalah Harvi kepada anaknya, mungkin sebagai orang tua juga dia bingung karena Harvi adalah anak dari orang kepercayaannya tapi dia tidak mungkin membiarkan orang yang sudah mengkhianati kepercayaan untuk terus berada dalam perusahaan milik mereka. “Jadi gimana? Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” tanya Robert serius. “Papa tau sendiri, dia anak dari Pak Robin dan ya aku bimbang,” jawab Arsen. “Kamu sangat marah kan? Tapi kamu tidak bisa melakukan apapun selain menunggu Papa?” pertanyaan Robert langsung diangguki oleh Arsen. Bagaimanapun, Pak Robin sejak dulu mengabdi pada keluarga ini dan banyak rahasia yang beliau ketahui tentang keluarga ini, Arsen hanya tidak ingin lancang karena setidaknya Arsen juga harus mempertimbangkan posisi Pak Robin yang sudah banyak membantu keluarga ini. “Papa akan membahas masalah ini dengan Robin, dia orang yang berpikiran terbuka. Siapapun yang bersalah pasti akan di adili walaupun dia adalah keluarganya sendiri,” putus Robert. “Aku dan Lily bahkan tidak menyangka dengan apa yang Pak Lucas katakan, tapi segala bukti yang di tujukan cukup memberi tahu tentang segala hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya,” ucap Arsen. “Papa akan bantu mengurus masalah ini, untuk sementara waktu kalian hanya perlu diam dan jangan libatkan dia dalam segala proyek yang sedang berjalan,” pesan Robert dan langsung diangguki oleh Arsen. Robert anggap masalah Harvi sudah cukup sampai disini, Arsen tidak perlu memikirkannya lagi karena dia hanya perlu fokus dengan perusahaan miliknya. Banyak kerjaan yang harus Arsen selesaikan dan sekarang dia harus lebih berhati-hati dalam menghadapi banyak orang yang belum tentu bisa di percaya seperti Harvi. Orang bisa menipu hanya dengan wajahnya dan untuk saat ini Arsen benar-benar tidak mempercayai siapapun selain Lily dan keluarganya. “Arsen kapan nikah sama Lily? Pengen enak-enak terus tapi nggak modal ya!” sindir Mareta. “Enak-enak yang gagal, semuanya karena Nenek!” ujar Arsen tidak mau kalah. Lily tidak habis pikir melihat keduanya, mereka mengatakan hal yang tidak lazim tanpa rasa malu sedikitpun, dia tau semuanya yang ada di sini sudah dewasa tapi jujur saja Lily tidak terbiasa dengan pembicaraan yang mengarah ke arah situ secara blak-blakan seperti ini. “Arsen!” Lily berusaha menghentikan Arsen yang terus berbicara asal. “Udah sayang, ayo makan malam dulu ya. Semuanya udah siap.” ujar Tiffany setelah mendapatkan laporan dari pelayan bahwa makan malam sudah siap saat ini. “Kamu nginep sampai kapan, Ly?" tanya Mareta yang duduk di samping Tiffany. “Lily seharusnya besok masuk Nek, tapi!” belum sempat mengatakan kini Arsen sudah memotongnya. “Pokoknya jangan masuk dulu, temenin aku!” putus Arsen tidak ingin di bantah. “Tau sendiri kan cucu nenek,” ujar Lily. “Iya, memang seperti itu Arsen, Nenek bahkan sudah tidak heran lagi,” jelas Mareta. “Orangnya di sini, di gibahin mulu.” kesal Arsen malas. Tiffany tidak heran dengan percakapan yang lebih pantas disebut percekcokan ini, Mertuanya juga tidak mau kalah begitupula Arsen, sejak Arsen lahir Mareta memang sangat bahagia dan hanya Arsen lah yang selalu saja diikuti segala keinginannya. Arsen selalu dimanja oleh neneknya sejak kecil dan selalu berlawanan arah dari orang tuanya yang selalu mengajarkan dan menuntut Arsen menjadi lebih baik setiap harinya, bagi Arsen rumah nenek adalah rumah terbaik dan paling tenang untuk tempatnya istirahat. Tapi walaupun Papanya selalu memintanya melakukan ini itu dia merasa bersyukur karena saat ini dia mampu menjadi penerus keluarga sesuai dengan apa yang mereka harapkan. “Ma, pulang besok?” tanya Robert di sela makan mereka. “Ya, Mama hanya ingin menjenguk cucu satu-satunya yang tidak tahu malu ini," ujar Mareta pada Robert. “Arsen ikut ya? Ke Bandung pasti menyenangkan apalagi sama Ayang, serasa bulan madu," ucap Arsen selengean. “Nggak ingat kalau libur cuma tinggal satu hari ya?” tanya Lily. Lily merasa tidak sanggup jika Arsen menambah cutinya, banyak hal yang harus Arsen kerjakan dan telinganya pasti akan kembali sakit menerima banyak telpon menanyakan bagaimana kelanjutan kerja sama karena rapat yang di tunda. “Sayang, apa nggak bisa di perpanjang lagi?” mohon Arsen. “Om, bantu Lily.” melas Lily pada Robert. Arsen tau, Lily sama pekerja keras seperti dirinya mereka pasangan yang pas dalam bekerja dan ya bahkan sejak awal orang tua Lily menginginkan dirinya untuk memimpin perusahaan milik mamanya tapi Lily menolak karena dia tidak ingin terlalu mencolok dan terlihat di depan publik, sebenarnya dia cukup nyaman dengan penampilan culunnya saat ini walaupun banyak orang yang membully dirinya. “Kamu kalau mimpin perusahaan pasti sama majunya dengan perusahaan Arsen, Ly," puji Robert karena ketekunan Lily. “Enggak Om, biarin kakak yang mengelolanya aku tinggal minta bagian saja,” ujar Lily dengan tawanya yang renyah. “Hem, jadinya perusahaan di gabungin jadi satu ya? Pusing banget pasti Bang Evans tau sendiri satu perusahaan aja udah bikin pusing apalagi itu dua perusahaan besar yang di gabung, nggak bisa bayangin,” ucap Arsen. “Sama aja kayak perusahaan kamu kali ah, dulu juga kan perusahaan tante Tiffany di gabung sama perusahaan Om Robert dan ya makin berkembang sebesar ini,” ujar Lily. “Ya kita kan sama Ly, lebih baik kita mendapatkan bagian saja,” ucap Tiffany. Mereka semua tertawa dengan apa yang Tiffany katakan, makan malam yang sederhana kini berjalan dengan lancar. Masalah mengenai Harvi akan di selesaikan Robert dan Arsen akan menunggu apa keputusan yang Papanya ambil untuk menyelesaikan semua ini. Robert akan meminta pendapat Robin dari sisi orang kepercayaan Robert dan sebagai seorang ayah Harvi, Robert melakukan semua ini karena dia menghormati Robin yang sudah bekerja keras demi keluarga Atkinson sampai saat ini. “Ly, tidur sama nenek aja malam ini." pinta Mareta. “No! No! pokoknya No!” Arsen menolak apa yang Mareta katakan. “Kenapa nggak boleh? Macem anak kecil aja kamu Sen,” ujar Mareta. “Udah Ma, jangan godain cucunya terus,” pinta Robert karena tidak ingin Arsen semakin berulah. “Siapa lagi yang akan Mama goda selain cucu? Papa kamu juga udah nggak ada ninggalin nenek duluan.” Mareta mulai sedih ketika mengingat suaminya. Tiap kali Mareta mengatakan hal ini jujur saja membuat Robert sedih, perjuangan ibunya melanjutkan perusahaan ini adalah suatu hal yang sangat luar biasa. Banyak musuh di luar sana, hanya karena mereka iri dengan kesuksesan dari perusahaan ini membuat mereka memakai cara licik hingga membuat Papa Robert meninggal dunia, bahkan sampai saat ini pun Robert tidak akan pernah lupa siapa orang yang menjadi penyebab kematian dari orang tuanya. “Mama sudah berjuang keras selama ini, bangkit dari keterpurukan karena perusahaan yang hampir bangkrut dan siang malam Mama korbankan demi semua ini. Robert tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan perusahaan yang sudah Mama pertahankan dengan kerja keras dan air mata ini," ujar Robert dengan bangga. “Sen, jaga baik-baik perusahaan ini jangan biarkan mereka datang lagi,” pinta Mareta dengan penuh keyakinan. Arsen selalu berjanji dan dia akan menepati semua hal yang dia janjikan kepada keluarganya, dia tau semuanya siapa orang yang membuat kakeknya meninggal tidak wajar seperti itu. Dia harap tidak akan pernah bertemu dengan orang itu lagi, karena jika bertemu dia tidak tau lagi apa yang akan dia lakukan untuk membalas dendam segala hal yang telah diperbuat orang itu kepada keluarganya dulu. *** Setelah selesai makan malam, Arsen terus merengek mengatakan bahwa dia sudah mengantuk saat ini, walaupun Lily tau apa yang kini kekasihnya pikirkan tapi dia harap tidak akan terpergok oleh nenek untuk yang kedua kalinya, mau di taruh mana muka Lily setelah terciduk melakukan hal tidak senonoh bersama Arsen? Apalagi laki-laki itu tidak bisa diharapkan sedikitpun dia tidak punya malu jika bersama dengan keluarganya. “Kamu sih Mas, padahal aku masih ngobrol sama Nenek dan Tante.” Kesal Lily. “Sayang, waktunya kamu bekerja,” ujar Arsen dengan seringainya. Lily berjalan mundur, melihat tatapan Arsen yang seperti serigala kelaparan membuat dirinya takut. Astaga kenapa pula dia dihadapkan dengan hal yang sulit seperti ini? Arsen akan sulit dikendalikan jika sudah di liputi nafsu. “Jangan,” cicit Lily ketakutan. Ceklek Bunyi pintu terkunci dan kini Arsen merasa aman tidak perlu ada seseorangpun yang mengganggu apa yang akan dia lakukan, mana mungkin Arsen akan melewatkan kesempatan ini? Dia tidak akan melepaskan lagi apa yang sudah ada di dalam genggamannya saat ini. Melihat Lily yang sudah menutup matanya membuat Arsen tertawa, kekasihnya memang sangat lucu. Arsen lalu menggendong tubuh Lily dan dibawanya ke ranjang, dia lebih suka tidur dengan memeluk kekasihnya karena selain mendapat kenyamanan, dia juga bisa mengambil kesempatan yang belum tentu bisa dia dapatkan setiap harinya. “Sayang, boleh ya?” pinta Arsen dengan tatapan memohon. “Mas, aku nggak mau kelewatan,” mohon Lily. “Sayang,” melas Arsen yang kini tangannya sudah bergerilya di area sensitive milik Lily. Dua bukit kembar adalah sasaran yang empuk dan sukses membuat Lily melayang karena permainan lidah Arsen yang tiada duanya. Mereka hanya make out dan tidak akan sampai di hidangan utama, dia tau bahwa selama ini Lily tidak ingin kehilangan harta berharganya sebelum dia dan Arsen resmi menikah. “Sakit." rintih Lily membuat Arsen mematung. Arsen lalu menghidupkan lampu kamar yang awalnya temaram, dia melihat tubuh kekasihnya yang penuh dengan luka memar. Arsen bingung, tadi pagi tidak sebanyak ini apakah dia yang menjadi penyebab semuanya? "Sayang, kenapa memarnya semakin parah?" tanya Arsen yang kini menutup tubuh kekasihnya dengan selimut. Lily kembali diam dan membuat Arsen bingung, apa yang sebenarnya terjadi? kenapa Kekasihnya kini bahkan mengalami hal yang seperti ini! Arsen marah siapa lagi yang mengusik kekasihnya! Arsen tidak akan tinggal diam karena ini sudah keterlaluan. "Jika kamu diam, aku akan mencari tahu semuanya sendiri!" kesal Arsen lalu mengambil ponselnya. Lily menarik tangan Arsen dan memeluknya, Lily tidak ingin Arsen membesarkan masalah yang ada dia hanya ingin hidup tenang di kantor dan ketika ada waktu berdua dengan kekasihnya dia ingin memanfaatkan waktunya dengan baik. "Mas, aku cuma ingin di peluk," pinta Lily yang kini memeluk Arsen dengan erat. "Maaf ya, Mas belum bisa jadi kekasih yang baik. Kamu bahkan masih menerima segala perlakuan seperti ini," bisik Arsen lalu mencium kening Lily. Nafsu yang membara hilang diganti kemarahan, Arsen masih bisa mentolerir kesalahan kecil tapi jika seperti ini dia tidak berjanji sanggup menyimpan kebenaran yang sesungguhnya, dia tidak ingin orang lain menyakiti kekasihnya. "Matiin lampunya Mas, aku ngantuk," pinta Lily. "Ya sayang," ujar Arsen melakukan apa yang Lily perintah kan. Hanya hembusan nafas yang kini terdengar, kekasihnya sudah tertidur dengan lelap dan kini waktunya Arsen menyelidiki semuanya. Arsen berjalan mendekat kearah jendela kamarnya, dia hanya takut kekasihnya mendengar percakapannya dengan Harsa, jika Kekasihnya memilih diam maka dia yang akan mencari tau semua kebenaran yang ada. "Harsa, tolong kirimkan rekaman cctv di depan ruangan ku sekarang!" perintah Arsen. Harsa adalah orang kepercayaan dari Arsen, dia benar-benar sangat setia dengan keluarga Atkinson karena tanpa keluarga ini dia tidak akan bisa bertahan hidup dari dunia ini, karena itulah dia mengabdikan hidupnya untuk terus setia dengan keluarga ini. "Baik Pak," jawab Harsa dari sebrang sana. Arsen dikejutkan dengan dering ponsel dari kekasihnya, dia mengambil ponsel itu dan melihat bahwa yang menelpon Lily adalah nomor yang tidak di kenal. Arsen ingin mengangkatnya tapi panggilan itu berakhir saat itu juga, dia menganggap bahwa itu telepon iseng tapi matanya melotot ketika ada pesan yang masuk kedalam ponsel tersebut. "Nikmati waktumu, selagi masih bisa kau rasakan ! begitu aku datang hanya rasa sakit yang akan kau dapatkan" Arsen bingung dan marah dalam waktu bersamaan, dia langsung mencapture pesan ini, dia akan meminta Harsa untuk menyelidiki semuanya, lebih baik dia menghapus pesan ini dan menyelidiki semua sendiri agar tidak membuat Lily semakin terbebani dengan semua yang terjadi. Tidak menunggu waktu lama, kini Arsen sudah mendapatkan file yang dia minta dengan teliti dia melihat semua rekaman cctv dari pagi sampai dia meninggalkan kantor. Arsen marah dengan perlakuan Sabrina, Lily tidak pantas mendapatkan perlakuan yang seperti itu! dia yang akan membuat pelajaran untuk wanita ular itu. Masalah satu datang dan kini masalah lain bermunculan. "Sialan!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD