18

2313 Words
'Aku akan membuat kupu - kupu kesayanganku senyaman mungkin padaku. Aku yakin, dia akan nyaman berada di dalam toples kacaku'- Ares Pratama . . . Ares POV             Berhari-hari aku menunggunya sadar, tapi kenapa malah nama itu yang keluar dari bibirnya? Aku memang sudah menduga ini, tapi kenapa hatiku sangat sedih mendengar ini. Apa harus aku berpura-pura sebagai adikku supaya bisa terus bersamanya? Bukan masalah! Lagipula, adikku sudah meninggal dan hanya aku yang akan ada di sisinya. Dia akan aku miliki tak peduli dia menganggapku sebagai adikku. “Pasien sudah sadar?”             Dokter datang cukup cepat juga. Aku bisa melihat bagaimana dia dengan teliti memeriksa keadaan Mikaela. Wanitaku ini masih terbaring lemas di ranjang pasiennya karena terapi sistem saraf pasti berpengaruh ke seluruh bagian tubuhnya. “Keadaannya sudah stabil! Bisa ikut dengan saya, Tuan?” Sang dokter memintaku untuk ikut dengannya. Ah, aku tahu kalau dia pasti ingin menjelaskan soal keadaan Mikaela kepadaku. “Baiklah, Dok! Oh iya, jaga dia Helios!” perintahku. “Baik, Tuan!” Helios membungkukkan badannya seperti biasa. Tapi, sebelum benar-benar keluar, aku teringat sesuatu. Aku langsung kembali dan membisikkan sesuatu kepada Helios. “Jangan sebut aku sebagai Ares di hadapannya. Katakan padanya kalau aku adalah William Simon!” bisikku sebagai perintah. Helios hanya mengangguk sebagai jawaban padaku.             Setelahnya, aku bisa keluar dengan tenang untuk mendapat penjelasan soal keadaan Mikaela saat ini. Aku sudah cukup lega karena bisa memiliki wanita kesayanganku ini. Tak ada yang mengganggu lagi! Dia hanya akan melihat diriku dan hanya mencintaiku! End Of Ares POV   Normal POV                                                       “Hei, kau?” panggil Mikaela dengan suara rendahnya kepada Helios. Dia masih terbaring tak berdaya di ranjang pasien. Dia merasa kepalanya sangat sakit bagaikan berputar ratusan keliling. Dia tak ingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia membutuhkan penjelasan atas apa yang sudah terjadi. “Ya, Nona?” sahut Helios dengan sopan. “Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Mikaela membuat Helios terkesiap.             Dia bingung harus menjelaskan hal yang sebenarnya. Mana mungkin dia mengatakan kalau Ares menculik dan mencuci otaknya. Itu akan membuat keadaan wanita itu memburuk dan Ares akan segera menghabisinya. Yang parahnya lagi, Helios tak tahu mau menjelaskan apa. Dia belum bertanya soal ini kepada Ares. Dia takut salah memberi alasan dan akan bertentangan dengan alasan Ares. “Kenapa… kau diam?” tanya Mikaela lagi menuntut jawab sambil menatap lemah ke arah Helios. “Maaf, Nona! Saya hanya disuruh menjaga anda. Biarlah Tuan… William Simon yang menjelaskannya kepada anda.”             Ya, Helios lebih memilih untuk tak menjawab dan membiarkan Ares yang mengurusi soal ini. Dia tahu, Ares pasti bisa mengatasi hal seperti ini dengan mudah. Bukannya tidak pandai membuat alasan, takutnya nanti bertentangan saja. Jangan remehkan Helios Dowson. Dia itu tangan kanan kepercayaan Ares Pratama. Dan Mikaela yang mendengar jawaban dari Helios, hanya bisa mengedipkan matanya berpasrah sambil menunggu kembalinya Ares yang dikiranya adalah Willy.   Di ruang dokter… “Menurut hasil pemeriksaan dan penjelasan Tuan soal beliau yang menyebut nama ‘Willy’, saya bisa simpulkan bahwa dia hanya melupakan peristiwa belakangan ini. Mungkin saja, dia tidak mengingat anda atau pun anak dan suaminya. Tapi, dia pasti masih mengetahui soal keluarganya,” jelas sang dokter membuat Ares mengangguk mengerti.             Ares sudah langsung paham mengenai apa yang harus dia lakukan setelah ini. Ya, dia akan berpura-pura sebagai adiknya supaya bisa bersama dengan Mikaela. Dia akan berbohong seumur hidupnya supaya bisa bersama dengan wanita itu. Jelas saja, Ares sama sekali tak peduli kalau dia harus berbohong. Dia hanya ingin Mikaela terikat dengannya. Walau dia harus merebut identitas sang adik demi memiliki wanita itu. Ares malah sedikit bersyukur adiknya sudah benar-benar meninggal. ‘Setidaknya, kau masih berguna walau sudah mati ya, Simon? Aku pinjam namamu dulu! Dia pasti bisa akan sangat mencintaiku jika aku menggunakan identitasmu! Aku jadi ingin berterima kasih kepadamu, adikku!’ batin Ares agak berterima kasih pada adiknya yang sudah meninggal. “Baguslah kalau begitu, dok! Jadi, kapan dia bisa langsung pulang?” tanya Ares lagi. “Mungkin besok, tapi dia harus masih dirawat jalan, Tuan! Dia tidak boleh melakukan aktivitas berat dan harus memakan makanan bergizi. Keadaannya belum stabil dan usahakan membuatnya untuk tidak stress.” Sang dokter memberi penjelasan dan langsung diangguki mengerti oleh Ares. “Terima kasih, dok! Saya akan membayar anda sesuai dengan jasa anda!” Ares berterima kasih. “Terima kasih banyak, Mr. Ares!” Sang dokter berterima kasih balik setelah mendengar kata bayaran dari Ares. Oh, jangan ragukan uang yang akan diterima dari orang yang sudah berguna bagi Ares Pratama. Kalian bisa menggunakan uang itu untuk menutupi kebutuhan hidup kalian selama setengah hidup kalian. Asalkan hasilnya bagus dan sesuai harapan, maka Ares gak bakal pelit-pelit untuk membayar.             Hal itulah yang membuat Ares bisa sukses untuk melakukan semua rencananya. Tapi, untuk bekerja dengan Ares juga ada resikonya. Kalau sampai melakukan hal yang membuat dirinya kesal, tamatla riwayat orang itu. Sebaliknya, kalau hasil yang dia minta sesuai, maka bayaran yang didapat akan sangat berlimpah. Dan juga, bekerja dengannya harus siap tutup mulut. Kalau sampai ada pihak ketiga yang tahu soal kerja sama dengannya, maka besok orang itu akan hilang. Bisa saja dilenyapkan atau dikurung dan disiksa olehnya.             Ada untung dan juga ruginya. Hanya orang bernyali besar yang mau bekerja sama dengannya dalam melakukan pekerjaan kotor pria itu. Ah, kembali lagi dengan Ares yang kini berjalan dengan sangat bahagia menuju ruang rawat Mikaela. Dia sangat ingin memandang mata itu. Dia sangat ingin mendengar suara wanitanya. Dia sudah menunggu cukup lama! Dan sekarang, sampailah dia di ruang rawat wanita itu. “Hey Baby? Are you ok?” tanya Ares sambil tersenyum seindah mungkin kepada Mikaela. Dia langsung duduk di sebelah wanita itu dan meraih tangannya. Tanpa ragu, dia langsung mencium punggung tangan wanita itu dengan penuh perasaan. “Wil… apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kepalaku terasa sangat sakit?” Mikaela sudah menunggu saat ini. Saat di mana dia bisa mendapat semua jawaban atas pertanyaan di kepalanya. “Banyak yang terjadi, Baby! Aku ingin segera memberi tahu kamu, hanya saja, keadaan kamu sedang lemah,” jawab Ares membuat Mikaela semakin ingin tahu. “Beri tahu saja semua, Wil? Kita di mana sekarang? Apa yang terjadi sampai aku ada di sini?” tuntutnya lagi. Mikaela ingin mengetahui segalanya. Tak peduli, walau kepalanya semakin berdenyut sakit jika dia memaksa mengingat apa yang terjadi. Sialnya, dia tak mengingat apa pun dan semuanya hanya gelap. Memorinya seakan tak mau berputar. “Kita ada di Boston! Kamu lupa kalau kita sudah menikah, Baby? Dan, kamu baru saja mengalami kecelakaan karena mendengar soal ayahmu,” jelas Ares memulai kebohongannya. “Boston? Menikah? Kecelakaan? Dan papa? Apa yang terjadi pada papa?” Mikaela malah semakin bertanya-tanya. “Papa kamu meninggal,” jawab Ares dengan nada pelan membuat Mikaela terbelalak. Di saat itu juga, Ares merasa bodoh karena sudah membuat otak Mikaela bekerja. Dia tak tahu harus mengatakan apa lagi supaya Mikaela tak curiga kepadanya. “Pa-papa? Me-meninggal? Ini bohong kan, Wil!” Mikaela berujar tak percaya. “Baby! Tenangkan dirimu dulu! Shhh!! Jangan banyak pikiran, nanti keadaan kamu semakin buruk.” Ares mencoba menenangkan wanita itu dan membawa Mikaela dalam pelukannya. “Hikkss! Papa meninggal? Ti-tidak Wil! Hikss!” Tangis wanita itu di dalam pelukan Ares. Dia seakan tak percaya dan tak siap mendengar semua ini. Tapi Ares, berusaha sebisa mungkin untuk menghibur dan menenangkan Mikaela. Bisa bahaya kalau seandainya Mikaela sampai drop dan hal itu memengaruhi sistem sarafnya. “Ssshh! Tenang ya, Baby! Ada aku di sini.” Ares membisikkan kata-kata itu dengan lembut ke telinga Mikaela. Pria itu terus mengelus lembut kepala Mikaela dan mengusap-usap punggungnya untuk menenangkannya.             Setelah beberapa saat, Mikaela sudah lebih tenang. Wanita itu melepaskan pelukan Ares sambil membuka sungkup oksigennya. Dia merasa sudah tak membutuhkannya lagi. Tubuhnya sudah lebih baik, hanya saja dia merasa sangat lemas. “Wil? Berapa lama aku di sini?” tanyanya lagi sambil menatap Ares. “Seminggu lebih,” jawab Ares seadanya. “Aku… sangat lapar,” katanya membuat Ares langsung bergerak cepat. Dia menghampiri Helios dan menyuruh bawahannya itu supaya membawakan makanan untuk mereka. Ares benar-benar tak terpiir soal itu! Tak lama, makanan pun datang dan Ares langsung saja menghampiri Mikaela untuk memberi wanita itu makan. “Ayo,  biar aku suapin!” Ares menyodorkan sesendok bubur kepada Mikaela. Ares sangat menikmati saat-saat dia menyuapi Mikaela.             Untuk pertama kalinya, Ares Pratama melakukan sesuatu dengan senang hati dan kasih sayang. Dia bahagia menyuapi wanita yang sangat dia cintai ini. Tak terasa, bubur itu habis dan Ares langsung memberikan minum kepada Mikaela lewat pipet. Wanita itu masih terbaring di ranjang pasiennya. “Wil, papa meninggal karena apa?” tanya Mikaela kembali ke topik soal papanya. “Beliau kecelakaan! Dan, saat mendengar itu, kamu juga kecelakaan. Kebetulan, kamu sedang di mobil saat itu,” jawabnya merancang kebohongan dengan nada meyakinkan. “Jadi… aku tidak melihat pemakaman papa?” tanya Mikaela lagi merasa sedih dengan kemungkinan dia tak melihat pemakaman ayahnya. “Maafkan aku, tapi tak mungkin kita ke Indonesia. Waktu itu, keadaan kamu sangat buruk,” jawab Ares membuat Mikaela yakin. Mau bagaimana lagi? Dia memang tak tahu apa pun. “Sudah berapa lama kita menikah, Wil?” tanya Mikaela lagi teringat kalau Ares menyatakan kalau mereka sudah menikah. Dia tak heran kalau dia menikah dengan Willy, karena masih segar diingatannya soal hubungan asmaranya dengan Willy. “Empat tahun!” Ares kembali membohonginya lagi. Dia merancang semuanya sesuai skenario yang diusahakan tidak saling bertentangan. “Apa? Berapa umurku sekarang?” Mikaela langsung menatap Ares yang dikiranya Willy dengan tatapan tak percaya. “Dua puluh tujuh”             Jawaban itu membuat Mikaela mengernyit bingung. Wanita itu serasa bangun di masa depan. Kenapa? Karena di memorinya, dia baru berusia dua puluh dua tahun. Singkatnya, terapi pencucian otak itu berhasil merendam ingatannya soal lima tahun belakangan ini. “Jadi… setelah aku kembali ke Indonesia, bagaimana ceritanya kamu bisa melamarku? Kamu sudah menyelesaikan semua studymu secepat itu?” Mikaela bertanya lagi. “Ya, setelah studyku selesai, aku langsung ke Indonesia dan melamarmu. Kita menikah dan menetap di Amerika.” Jawaban itu malah membuat Mikaela semakin bingung. “Papa mengizinkan aku menetap di Amerika? Bagaimana mungkin? Dia bahkan menarikku dari Amerika setelah lulus kuliah karena tidak mau aku terlalu lama jauh darinya. Aku tak percaya” Mikaela mengungkapkan keraguannya. “Ya… itu juga karena kamu berkeras ingin menikah denganku waktu itu,” kata Ares membuat Mikaela menatapnya tak percaya. “Benarkah? Apa aku sangat keras kepala ya? Aku jadi merasa bersalah kepada papa. Wil, aku harus kembali ke Indonesia! Aku ingin melihat makam papa dan menemui Kak Heinry dan Kak Anye!” pintanya membuat Ares langsung menyipitkan tatapannya kepada Mikaela. Mana mungkin dia membiarkan Mikaela ke Indonesia. “Tidak untuk saat ini! Keadaan kamu masih belum stabil, tapi saat keadaan kamu membaik, aku akan membawamu ke sana. Maaf ya, Baby.” Ares merangkai alasan dengan kecerdikkan untuk melarang Mikaela ke Indonesia. “Begitu ya? Baiklah, Wil!” Akhirnya Mikaela mengangguk tanda dia menurut.             Ares tersenyum senang dan juga bangga karena Mikaela mau menurut dan hebatnya lagi percaya padanya. Dengan begini, dia bisa menahan Mikaela di sini untuk bersamanya. Walau wanita itu terus menyebutnya dengan panggilan ‘Willy’. “Wil, apa pekerjaan kamu? Maaf kalau aku tidak ingat, kamu jadi seorang dosen seperti yang sering kamu bilang padaku? Atau… professor?” tanya Mikaela lagi setelah hening beberapa saat. “Aku saat ini adalah seorang CEO. Aku harus menjalankan semua bisnis keluargaku, Baby.” Jawab Ares membuat Mikaela mengangguk singkat. “Begitu ya, terkadang apa yang kita rencanakan tak selalu sesuai. Tapi aku bersyukur, kalau aku sudah menikah dan itu denganmu, Wil!” ujar Mikaela dengan penuh kebahagiaan. “Aku juga sangat bahagia menikah denganmu, Mikaela.” Ares membalas ujaran Mikaela. Seketika, raut wajah Mikaela berubah dan menatap aneh kepada ‘Willy’ palsu itu. “Kamu panggil aku apa?” tanyanya lagi memperjelas. “Mikaela?” Ares menjawab dengan agak hati-hati. “Sejak kapan kamu manggil aku dengan nama depanku? Kamu lebih sering memanggilku Cassie!” Mendengar itu, Ares sedikit terkejut. Di luar dugaannya kalau adiknya sering memanggil wanita ini dengan nama ‘Cassie’. Kalau Ares pribadi, lebih suka memanggilnya dengan nama Mikaela. Menurutnya, nama Mikaela itu lebih berkesan daripada nama belakangnya. “Bukannya… kamu sendiri yang minta? Kamu bilang, semua orang yang menyayangimu selalu memanggil dirimu dengan nama depanmu. Akhirnya, aku terbiasa memanggilmu dengan nama depanmu,” jelas Ares. “Begitu ya? Maaf ya, Wil! Aku kayak mencurigai kamu. Soalnya, dulu kamu selalu menyebutku Cassie-ku dan juga… kenapa panggilan kamu jadi ‘Baby’? Bukannya, kamu selalu menyebutku ‘Dear’?” Mikaela melontarkan kebingungannya lagi. “Artinya sama saja, bukan? Sama-sama panggilan sayang! Setelah menikah, aku lebih suka memanggilmu ‘Baby’ karena sikapmu yang lucu seperti anak-anak,” jawab Ares lagi supaya Mikaela tidak terus curiga padanya. Dia harus bekerja keras menata kebohongannya setelah ini. Berbohong dan terus berbohong akan menjadi keseharian Ares setelah ini. Apa pun akan dia lakukan demi memiliki Mikaela. Apa pun akan dia tembus supaya wanita ini bersamanya. “Bisa berubah gitu, ya? Hahahahaa! Kayak bukan kamu aja, Wil!” Mikaela tertawa kecil merasa perubahan ‘Willy’ palsunya ini sangat lucu.             Jangan tanya sejauh apa Mikaela mengenali seorang William Simon. Tentu saja, dia akan langsung terheran-heran jika ada sesuatu yang berbeda. Tapi, Mikaela tak mau berpikir yang aneh-aneh soal Willy. Dipikirnya, ‘Memangnya ada Willy lain lagi di dunia ini?’             Memang tak ada Willy lain di dunia ini Mikaela. Hanya saja, di dunia ini ada kembaran dari Willy yang sangat kau cintai lima tahun yang lalu. Hebatnya, terapi itu membuat dia melupakan putri dan suaminya. Dia bahkan sampai lupa siapa iblis yang menyamar sebagai Willy di hadapannya ini.             Ares memang melakukan segalanya dengan cerdik dan sangat terniat. Dia berusaha terus meyakinkan Mikaela kalau dia adalah adiknya. Padahal, sikap mereka sangat berbeda 180 derajat. Mikaela masih belum curiga untuk saat ini. Tapi, sejauh mana Ares bisa menutupi kebenaran ini? Jangan remehkan segala ingatan Mikaela soal William Simon. Karena setiap tindakan seorang Ares akan selalu berbanding terbalik dengan Willy. Kita lihat saja nanti!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD