3

610 Words
'Aku terus memerhatikan keindahan kupu-kupu itu, rasanya aku sangat bahagia setiap melihatnya. Namun, aku cemburu pada bunga yang selalu menjadi tempatnya berhinggap'- Ares Pratama Kondominium Apartemen, Podomoro City “Selamat pagi!” Mikaela menyambut suaminya yang sudah siap-siap mau berangkat ke kantor. Dia sudah bersama Selena di meja makan menunggu kedatangan Marcel. “Wahh! Kita sarapan apa, sayang?” tanya Marcel pada istrinya. “Ya, roti dong! Apalagi coba?” jawab Mikaela tersenyum manis tapi sadis seakan berkata,’Kamu tahu sendiri aku gak bisa masak.’ ‘Hahh!! Roti lagi ya? Kalau begitu, aku saja yang masak lain kali,’ batin Marcel sambil menghela napas panjang. Mereka bertiga sarapan bersama untuk mengisi perut sebelum melakukan kegiatan mereka hari ini. Setelah selesai sarapan, Mikaela dengan sigap mencuci piring dan langsung bersiap untuk pergi ke kampus. Mereka bertiga akan pergi bersama. Ya, kebiasaan kalau setiap hari kerja, pagi sampai sore bekerja. Selena dititip ke rumah opahnya atau kakek dan neneknya. Lalu sepulang kerja menjemput Selena, makan malam, mandi lalu istirahat. Sungguh membosankan, bukan? Tapi itu sudah menjadi kebiasaan ketiganya. “Marcel, nanti kamu cepat pulang, ya? Soalnya, aku lagi subur nih,” ucap Mikaela sambil mengerling kepada suaminya sebelum keluar dari mobilnya. Marcel yang melihat itu hanya terdiam sambil menggeleng dengan tingkah istrinya itu. Bisa dibilang, pernikahan normal mereka baru terjadi sekitar 6 bulan semenjak pembatalan perceraian. Ya, mereka sudah bisa menerima satu sama lain sekitar 3 bulan yang lalu. Semuanya berjalan mulus dan pernikahan mereka baik-baik saja. Bisa dibilang, mereka sangat bahagia. “Ternyata, dia aktif juga ya? Akhh! Apa sih yang sedang kupikirkan?” gumam Marcel pada dirinya sendiri sembari mengendarai mobilnya menuju kantor. Dia seorang pria dewasa yang sudah menikah, tapi dia malah malu sendiri kalau mengingat setiap percintaan mereka. Sedangkan Mikaela? Dia malah santai sekali membicarakannya dengan Marcel. ~ARES~ Perusahaan Buana Setelah beberapa saat, Marcel sampai di Perusahaannya. Dia turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam kantornya dengan wajah ceria. Ya, hari-harinya cukup cerah sekarang. “Pak Marcel!” panggil Michelle dari belakang. Ya, meskipun dia adalah adik iparnya Marcel, dia tetap professional kalau di kantor. Dan sekarang hubungan mereka baik layaknya kakak dan adik. Mereka semua memang sudah benar-benar berdamai dengan masa lalu. “Ada apa?” tanya Marcel ketika wanita itu memanggilnya. “Ada berita bagus! Mr. Pratama menyetujui tawaran bisnis anda. Bukan saja menyetujui, dia bahkan menawarkan lebih banyak kerja sama bisnis dengan kakak ipar, eh maksudnya Bapak,” jelas Michelle dengan nada ceria. Dia tahu soal ini karena dia dan Michael yang mengurus soal segala bentuk kontrak kerja sama. “Benarkah? Baguslah kalau begitu,” balas Marcel sangat senang mengetahui bahwa proposal yang dia ajukan langsung disetujui dalam waktu satu hari. Biasanya paling cepat juga seminggu atau bahkan berbulan-bulan. Seketika Marcel menghentikan langkahnya dan senyumannya pudar. Dia berpikir,’Ada yang aneh?’. “Kenapa Bapak diam?” tanya Michelle melihat reaksi Marcel yang tiba-tiba berubah. Tak lama, Michael menepuk pundak Marcel yang sedang terdiam. “Kak? Kenapa melamun? Terkejut karena kita bisa mendapatkan kontrak kerja secepat ini? Aku sudah periksa semuanya dan aman! Kakak tenang saja!” Michael berusaha meyakinkan sang kakak. “Dan satu lagi, Tuan Pratama ingin bertemu dengan kakak sekitar setengah jam lagi. Dia bilang ingin merencakan kontrak bisnis dengan beberapa pengusaha lainnya, ya termasuk mertua kakak juga,” sambung Michael hanya diangguki oleh Marcel. Marcel tidak henti-hentinya berpikir kalau ada yang aneh. Mana mungkin ada pengusaha tersohor dengan semudah itu menyetujui Proposal Bisnis dalam sehari. Memang dia tahu hasilnya akan saling menguntungkan, tapi apa dia sudah memikirkannya matang-matang atau belum. Memang ada sesuatu yang janggal. Tiba-tiba, telepon kantor Marcel berdering dan pria itu langsung mengangkat panggilannya. “Pagi pak, Tuan Pratama sudah sampai. Apa bisa langsung bertemu dengan Bapak?” tanya Recepsionisnya di bawah. “Ya, saya tunggu di ruang rapat,” balas Marcel mengiyakan sambil beranjak menuju ruang rapat. Dia memang sangat ingin tahu maksud Ares yang sebenarnya. Marcel berjalan menuju ruang rapat dan ternyata Ares sudah sampai lebih dulu. Pria itu sudah duduk dengan santai menunggunya. Baru saja melihatnya, Marcel bisa merasakan aura menusuk menguar dari seorang Ares Pratama. Marcel kemudian menghampiri Ares untuk berjabat tangan. “Selamat pagi, Tuan Pratama. Senang pagi ini anda sudah langsung menghampiri saya,” sapa Marcel dengan sopan pada Ares. “Senang juga bertemu dengan ada, Tuan Buana. Saya yakin anda sangat terkejut mengetahui saya menyetujui proposal anda dengan cepat. Tapi anda harusnya sadar, kalau saya sudah memikirkan semuanya dengan baik. Sebelum memilih Perusahaan untuk diajak bekerja sama, saya sudah mencari tahu profil Perusahaan ini sebelumnya. Proposal anda juga meyakinkan, jadi jangan takut ya,” jelas Ares panjang lebar. Marcel sebenarnya ingin yakin, tapi entah kenapa perasaannya masih curiga kepada Ares. Tapi Marcel masih tetap memasang wajah ramah yang tidak akan membuat Ares merasa kalau dia curiga. ‘Aku akan mengikuti dulu alur semua ini,’ batin Marcel. “Bagaimana dengan yang lain, Tuan Pratama? Apa hanya dengan Perusahaan saya saja?” tanya Marcel ingin tahu Perusahaan mana lagi yang Ares ajak bekerja sama. “Saya juga memilih Perusahaan Djuanda. Bekerja sama dengan dua Perusahaan raksasa ini bakal sangat menguntungkan bagiku,” jawab Ares dengan santai dan yakin. Marcel hanya mengangguk lalu mengambil beberapa dokumen yang menjadi kontrak kerja sama mereka. Marcel menyerahkannya kepada Ares sambil berkata,"Bisa anda baca dulu isinya." Ares hanya mengangguk sebagai balasan. Dia membaca sekilas kontak itu sambil membalik-balikkannya sampai ke halaman akhir. Dengan santainya, dia mengambil pulpen dan menandatangani kontrak itu. Pria itu tersenyum lalu menyerahkan kontraknya kembali kepada Marcel. “Sudah!” ujarnya sambil menyerahkan kontrak itu kepada Marcel. “Terima kasih, Tuan Pratama. Senang berbisnis dengan anda,” ucap Marcel sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman sebagai tanda persetujuan. Ares dengan santai menerima uluran tangan Marcel. “Bagaimana kalau kita rayakan ini, Tuan Buana?” tawar Ares setelah melepas salamannya dengan Marcel. “Baiklah! Saya akan mengaturnya, mungkin Minggu depan?” Marcel setuju dengan tawaran Ares. “Kenapa tidak malam ini saja? Lebih cepat lebih baik, itulah prinsipku!”. “Tapi, banyak yang harus kita persiapkan. Belum lagi pengesahan kontrak dan lain-lain.” Marcel merasa Ares terlalu terburu-buru. “Biar saya saja yang mengurusnya, Tuan Buana. Anda hanya perlu hadir. Baiklah, saya masih ada beberapa janji. Saya akan kirimkan alamatnya satu jam lagi. Permisi!” pamit Ares beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruang rapat diikuti oleh Marcel. Marcel memang sangat menghormati Ares, tetapi dia merasa kalau Ares terlalu terburu-buru dalam menjalankan semuanya. Perasaan Marcel masih tidak enak, tapi dia ingin konfirmasi dulu soal semua ini dengan mertuanya. Dengan cepat, dia mengambil handphonenya dan langsung menghubungi Adinata. “Ada apa, Marcel?” tanya Adinata dari sana. “Apa Tuan Pratama juga sudah menandatangani kontrak dengan Papa? Dia baru saja datang pagi ini dan menandatangi kontrak dengan perusahaanku dengan mudah,” jawab Marcel. “Papa membatalkan kerja sama dengannya. Karena papa sama sekali tak mau terlibat dengan orang seperti Ares Pratama. Dia orang yang berbahaya! Papa sarankan kepadamu untuk membatalkan saja kerja sama dengan dia. Kau akan terlibat masalah,” jawab Adinata diakhiri dengan saran kepada Marcel. “Terlambat, Pa! Tapi aku akan mengikuti permainannya kalau memang dia menjebakku. Aku akan hati-hati, Pa!” balas Marcel. “Ah, begitu ya! Kalau begitu hati-hatilah! Kamu tenang saja, ada Papa yang akan membantumu jika terjadi sesuatu.” Adinata menyarankan. “Baiklah, Pa!” Marcel mengakhiri telponnya dengan mertuanya. ‘Apa yang sebenarnya dia rencanakan? Kenapa papa mengatakan kalau dia berbahaya? Dari yang kudengar, dia selalu sportif dalam berbisnis bahkan tak mau merugikan rekan kerjanya. Dia selalu berinvestasi dengan ringan tangan. Tetap saja sih, aku harus berhati-hati,’ pikir Marcel lagi. ~ARES~ Di sebuah Restoran Kini Ares berada disebuah restoran mewah di Jakarta Barat. Dia sengaja me-reservasi ruangan VVIP karena dia memang ingin bicara hal-hal yang penting dengan orang yang akan dia temui. Pria itu kini duduk ditempatnya dan tak lama orang yang ditunggunya datang. Tapi tidak sendirian, dia bersama wanita yang masih muda jika dibandingkan dengannya. “Selamat siang, Tuan Ares. Ah maaf, saya datang bersama menantu saya. Tapi dia sudah seperti putri saya sendiri. Namanya Siska Arumi, dia adalah jandanya Raymond.” Brawijaya memperkenalkan Siska kepada Ares. Wanita itu langsung mengulurkan tangannya dan disambut ramah oleh Ares. Ditambah lagi pria itu tersenyum, membuat Siska jadi berdebar. ‘Astaga! Dia tampan sekali,’ batin Siska kagum. Bagaimana tidak? Penampilan Ares sangat berkelas, wajahnya tampan dan auranya sangat menggoda. “Ares Pratama.” Ares memperkenalkan dirinya. “Siska Arumi, senang bisa mengenal anda,” balas Siska. “Saya juga,” jawab Ares sambil melepaskan salaman mereka. Sementara Brawijaya menyeringai melihat reaksi Ares yang menurutnya tertarik dengan menantunya itu. Dia berpikir,’Apa Siska bisa mengambil hatinya? Kalau bisa, Perusahaanku akan benar-benar semakin kuat dan besar.’ “Ya, bagaimana rencana anda Brawijaya? Baru saja saya dapat email tadi pagi kalau Adinata membatalkan penawarannya. Ternyata, dia tidak mudah terlena seperti Marcel Buana.” Ares memulai pembicaraannya dengan Brawijaya. “Meski terlihat mudah terlena, anda juga perlu berhati-hati dengan Buana. Mereka itu seperti ular yang diam-diam lalu menyergap mangsanya. Tapi saya yakin, anda tidak akan kehabisan rencana hanya karena Adinata membatalkan penawarannya kepada anda, bukan?” Brawijaya mengingatkan soal Buana. “Tentu saja! Aku akan buat Adinata sendiri yang memohon kepadaku. Aku akan menutup semua pasar property di Negara ini, sehingga dia hanya akan meminta kerja sama denganku. Itu hal mudah! Dan saya harap, anda datang malam ini. Sebagai awal perayaan rencana saya yang mulai berjalan. Ya, dikedokkan dengan persetujuan kontrak bisnis dengan Marcel Buana,” jelas Ares dengan nada senang dan bangga. Sementara itu, entah kenapa Siska kesal sendiri ketika nama ‘Buana’ disebutkan. Dia jadi teringat soal kematian suaminya beberapa bulan yang lalu. Dia memang punya dendam pribadi pada Buana dan Djuanda karena kematian suaminya sama sekali tidak mendapat keadilan. Melihat ekspresi Siska, mertuanya langsung bertanya,”Ada apa, nak?” “Bukan apa-apa, Pa.” “Wajahmu tidak mengartikan demikian. Katakan sesuatu!” Ares agak sedikit membujuk wanita itu. Dia sengaja untuk sedikit mengetahui tentang apa yang kini sedang Siska pikirkan. Siapa tahu berguna untuk rencananya. “Kenapa kalian sangat ingin bekerja sama dengan dua Perusahaan b******k itu? Mereka adalah orang-orang kejam tidak tahu malu. Apalagi si Marcel itu? Dia pikir aku tidak tahu caranya dia mendapat putri keluarga Djuanda? Dia sengaja menghamili wanita itu lalu lari dengan kekasihnya? Belum lagi si Mikaela jalang itu! Dia itu-” “Cukup!” Ares menghentikan ucapan Siska. Entah kenapa dia kesal saat Siska akan amenyebut Mikaela dengan sebutan ‘jalang’. “Maksudku, tadi kamu mengatakan apa soal Marcel Buana?” Ares menarik ulur percakapan untuk menghilangkan kecurigaan Brawijaya dan Siska jika dia tertarik kepada Mikaela. “Di-dia menghamili Mikaela dan pergi dengan kekasihnya? Yang itu?” tanya Siska memastikan jawabannya tepat. “Jadi… kenapa sekarang mereka bisa bersama?” tanya Ares dengan santai walau sebenarnya dia sangat penasaran setengah mati. “Istrinya itu memaafkannya dan mereka kembali. Aku juga pernah dengar sih, kalau mereka nyaris saja bercerai. Begitulah? Ke-kenapa anda sangat ingin tahu?” jelas Siska diakhiri dengan tanya pada Ares. “Bukan! Rumor memang sangat penting untuk dijadikan senjata, bukannya begitu, Brawijaya?” jawab Ares berusaha menutupi alasannya yang sebenarnya. Dan Brawijaya hanya mengangguk sebagai jawabannya setuju pada Ares. ‘Ternyata kau itu cacat ya, Marcel! Kau mendapatkannya dengan cara picik setelah kau bersenang-senang dengan wanita lain. Kau bagai Hefaistos yang tak pantas bersanding dengan Aphrodite. Karena hanya Ares yang bisa bersama Aphrodite-ku, Mikaela baby,’ batin Ares sembari menyeringai kejam. ~ARES~ SWISS HOTEL, BALLROOM Kini sang matahari sudah terbenam. Tak terasa, acara yang disiapkan mendadak oleh Ares sudah disiapkan dengan matang. Marcel kini sudah berada ditempat acara kantor untuk merayakan kerja sama bisnisnya dengan Ares. Dia membawa Mikaela bersamanya karena memang dia akan sangat bangga membawa wanita itu bersanding dengannya. Istrinya selalu tampil cantik dan selalu membuat para pria kepada Marcel. Dan Marcel juga akan selalu mendampingi Mikaela kemana pun wanita itu pergi. Bahkan ke kamar mandi sekali pun. Dia menunggu di luar tentu saja. Semua orang di dalam adalah pengusaha-pengusaha ternama yang seluruhnya adalah rekan kerja dari Ares Pratama. Sebenarnya, Ares memang sudah sering berbisnis di Indonesia. Namun ini pertama kalinya dia bekerja sama dengan Buana dan Djuanda. Sebenarnya alasannya berbisnis dengan kedua perusahaan itu bukanlah untuk uang atau keuntungan. Tapi balas dendam! Kenapa dia baru melakukannya sekarang? Karena dia ingin menepati janjinya kepada sang adik, William Simon, untuk balas dendam setelah adiknya meninggal. “Selamat datang, Tuan dan Nyonya Buana,” sambut Ares kepada Marcel dan Mikaela. Diam-diam dia memerhatikan Mikaela dengan penampilannya yang sangat cantik dan elegan. Tapi dia berusaha tidak terlihat begitu mencolok. “Terima kasih atas sambutannya, Tuan Pratama.” Marcel membalas sambutan Ares. “Senang bertemu lagi dengan anda, Tu- eh, Ares.” Mikaela juga membalas sambutan Ares. Dia nyaris saja memanggil Ares dengan sebutan ‘Tuan’ lagi. Tapi tak lama, perhatian mereka teralihkan dengan keberadaan Siska di sebelah Ares. ‘Kenapa perempuan ini bisa bersama Ares?’ pikir Mikaela heran tapi dia tak bisa menyembunyikan ekspresninya. “Kenapa terlihat heran, Nyonya Buana? Saya adalah teman Ares dalam acara ini.” Siska sangat peka dengan ekspresi tak suka Mikaela. Tentu saja mereka saling tak suka, apalagi dulu Mikaela-lah yang menghabisi suaminya, Raymond Alexander. “Ah iya, kenalkan ini Siska Arumi. Dia adalah menantu salah satu kolega saya.” Ares memperkenalkan Siska kepada Marcel dan Mikaela. Pasangan itu melihat satu sama lain seakan bertelepati, ’Seleranya ternyata janda’. “Saya sudah mengenalnya, kami itu teman satu SMA sebenarnya,” balas Marcel dengan senyuman palsunya. Dia juga tidak suka pada Siska semenjak wanita itu memusuhi istrinya. “Hei, Marcel! Ternyata kamu juga salah satu rekan kerja Tuan Pratama? Saya sudah mengenal tuan Pratama cukup lama, lho!” ujar Erick sambil menghampiri Marcel. “Terima kasih anda mengundang kami kesini tuan Pratama. Saya sangat terhormat.” Erick juga sedikit membungkuk hormat pada Ares. Entah kenapa, siapa pun yang mengenal Ares langsung saja tertunduk karena auranya yang sangat dominan. Tapi tak lama dia agak terkejut. “Eh, Siska? Baru jadi janda udah jalan sama Tuan Pratama?” Erick langsung bicara tanpa dipikir. Dia tiba-tiba terdiam ketika memerhatikan yang lainnya menatapnya seakan mengatakan,’Kalau bicara lihat dengan siapa, dong?’ “Kalian ini bahas apa sih? Jangan tegang gitu, nikmati saja pestanya.” Ares mencairkan suasana sambil tersenyum ramah. Entah kenapa, Mikaela terus memerhatikan pria itu. Tentu saja dia seperti melihat Willy-nya yang hidup lagi. Tapi, dia menggelengkan kepalanya sambil membatin, ’Apa sih yang aku harapkan?’ Mereka pun menikmati acaranya yang berlangsung dengan cukup baik. Kini Mikaela tengah sendirian karena baru saja suaminya izin ke kamar mandi. Mikaela hampir tertawa sih karena suaminya itu selalu memberi tahu apapun kepadanya tanpa terkecuali. Mikaela berjalan-jalan menuju balkon untuk melihat pemandangan kota di malam hari. Dia menikmati pemandagan sambil menghirup udara segar dari atas. “Permisi?” sebuah suara mengalihkan atensi Mikaela. “Eh, Ares?” sahutnya dibalas senyuman oleh pria itu. ‘Dari sisi mana pun, dia memang terlihat seperti Willy,’ batin Mikaela. “Sebenarnya, saya sudah tahu kalau kamu adalah alasan Simon eum… mungkin lebih sering dipanggil William datang ke Indonesia. Kau begitu spesial baginya.” Ares memulai pembicaraan dengan menyinggung soal Willy. Mikaela tersenyum tipis dan mengangguk sebagai jawaban. Lalu dia membalas,”Tapi sekarang dia sudah pergi dan tidak bisa kugapai lagi.” Jawaban itu sontak membuat Ares memandang Mikaela dengan lebih serius. Ares merasa bahwa Mikaela menempatkan adiknya sangat spesial didalam hatinya. Tak lama, Ares menyeringai sambil berbicara,”Begitu ya, pasti kisah cinta kalian sangat indah, ya.” “Benar! Tapi itu dulu! Aku sekarang sudah punya kehidupan yang bahagia. Memang, Willy juga ada andil dalam membantu hubunganku denga suamiku. Ah, kenapa aku jadi menceritakan ini pada anda? Kita juga baru bertemu. Apa karena saya merasa agak akrab karena anda mirip dengan Willy?” Mikaela tak tahu kenapa dia bisa sebebas ini berbincang dengan Ares. “Jangan tegang begitu. Bukan masalah kalau kita berteman, kan?” tawar Ares sambil mengulurkan tangannya sebagai tanda pertemanan. Mikaela tersenyum polos sambil menerima uluran tangan Ares. Untuk pertama kali, Ares berdebar ketika menyentuh tangan seorang wanita. Apalagi, Mikaela memasang wajah dengan senyuman polos yang membuatnya sangat cantik seperti dewi. ‘Aku akan menjadikanmu milikku, My baby!’ tekad Ares dalam hatinya. Tapi dia dengan cepat melepas genggamannya pada Mikaela untuk menghilangkan kecurigaan wanita itu. ‘Pertama, aku harus membuatnya nyaman dan tidak curiga. Setelah itu, akan kurebut dia dari suaminya.’ Ares memikirkan rencana untuk mendapatkan Mikaela. “Apa aku terlalu lama?” tanya Marcel pada Mikaela. Wanita itu hanya menggeleng sambil tersenyum. “Kalian pasti membicarakan hal yang seru?” tanya Marcel lagi dengan tatapan menyidik pada keduanya. “Bukan! Saya hanya bertanya soal adik saya. Saya tahu soal hubungan mereka dulu. Hanya itu,” jelas Ares dibalas anggukan oleh Marcel. Meski begitu, Marcel terus memerhatikan Ares, tetapi tak ada gelagat yang mencurigakan. Pasangan itu pun berlalu dari hadapan Ares. “Tunggu saja, aku akan merencanakan semuanya dengan rapi,” gumam Ares menyeringai sambil memerhatikan punggung Mikaela yang menjauh dari hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD