A 8 - KINAN CEMBOKUR

1017 Words
Formasi duduk kelompok Abimanyu berubah, mereka tak lagi duduk di tangga tersebut karena sedikit susah untuk berkoordinarsi satu sama lain. Akhirnya mereka pindah di bawah tangga yang memiliki tanah rata jadi mereka bisa duduk secara leluasa. Di samping kanan Abimanyu terdapat Kinan dan di samping kirinya terdapat Reina. Di susul Jatmika di sisi kanan Kinan, lalu Rama, Ghani dan yang terakhir Fani berada di samping Reina. Mereka duduk melingkar atas usul Reina. Abimanyu terasa seperti raja yang memiliki dua istri sekaligus. Ia sendiri sebenarnya kurang nyaman dengan keberadaan Reina di sampingnya karena hanya akan membuat Kinanti semakin menjadi-jadi.   Hanya masalah bolpoin pun berbuntut panjang, Kinan tidak mau si Manyu menggunakan bolpoin pinjaman dari Reina karena hanya akan memperburuk tulisan laki-laki tersebut. Tak sampai sana bahkan si Reina secara terang-terangan memperlihatakan rasa suka dan perhatiannya pada Abimanyu, tindakan tersebut jelas mengundang gejolak amarah dalam diri Kinan. Jika tidak ada Abimanyu pasti sudah jambak-jambakan mereka berdua.   “Gimana kalau kita habis ini nongkrong dulu aja? Aku ada tempat nongkrong enak deket sini, nanti aku yang traktir. Gimana pada setuju nggak? Mau ya? Nyu… kamu mau ya?” tawar Reina dengan menatap Abimanyu penuh harap, senyumannya pun tidak pernah luntur dari bibirnya. Kinan melirik sekilas wajah Reina dari balik tubuh Abimanyu lalu menyubit perut laki-laki tersebut perlahan.   Abimanyu menghela napasnya untuk menahan rasa sakit cubitan dari Kinan, ia tersenyum ke arah ke empat laki-laki tersebut. Berharap mendapatkan bantuan dari mereka. “Gue nggak bisa, Rei. Soalnya kita mau nunggu si Gendhis dulu. Mungkin si Rama, Ghani sama Fani yang lo ajak. Kalau kita bertiga next time aja ya. Soalnya juga si Jatmika lagi ada urusan tadi katanya. Ya kan, Mik?” Jatmika menatap Abimanyu dan Reina bergantian lalu menganggukan kepalanya.   “Diajak sekalian aja si Gendhis, gimana? Aku pengen loh keluar sama kalian tuh, masa kita satu kelas nggak pernah keluar bareng sih? Kali ini aja dong, Nyu, mau ya?” rayu Reina sambil memeluk lengan Abimanyu erat. Rama, Ghani dan Fani melototkan matanya bersamaan, mereka bertiga hanya sebagai penonton belaka tapi sudah terlihat jelas bagaimana alur cerita yang sedang terjadi ini. Kinan tak kalah terkejut bahkan lirikan matanya sudah setajam silet, pipinya pun memerah menahan amarah. Ia tak suka Abimanyu disentuh perempuan lain apalagi genit seperti Reina.   Abimanyu menggenggam tangan Kinan agar amarah perempuan tersebut bisa terkontrol sedikit demi sedikit. “Tetep nggak bisa, Rei. Lagian lo masih bisa kok hang out sama si Rama, Ghani terus juga ada Fani. Mereka juga temen satu kelas kita. Jangan pilih kasih sama mereka, Rei, semua teman kali. Mereka juga pasti mau kalau lo ajak hang out bareng.”   “Gue sih enggak bisa, hari ini ada rapat karang taruna di lingkungan rumah. Si Ghani juga sama. Pasti si Fani yang bisa, Rei. Tuh ajak aja si Fani,” sahut Rama dengan tersenyum lalu menunjuk Fani yang berada di samping Reina. Perempuan tersebut hanya bisa memajukan bibirnya sambil memasang wajah imut tersakiti, andalannya.   “Yah… kalian semua nggak bisa ya. Nggak enak tau kalau jalan cuma berdua doang, kan konsepnya kita pengen satu kelompok. Kalau berdua nanti dikira pacaran, aku nggak mau. Lain kali aja nggak papa, asal Manyu bisa. Tinggal atur jadwal aja,” ucap Reina. Senyuman yang bertengger di bibirnya itu menjadi senyuman maut oleh beberapa cowok, banyak cowok yang tergila-gila dengan Reina setelah melihat kecantikan dan senyumnya. Mereka belum mengetahui lebih jauh sifat Reina yang sebenarnya.   Banyak cowok yang menjauh dari sekitar Reina karena takut dengan sifat agresif yang diperlihatkannya ketika berada didekat cowok. Tak hanya cowok, kaum cewek pun banyak yang menghindar untuk berteman dengan Reina. Hanya orang-orang tertentu yang betah lama-lama dengan Reina seperti Abimanyu contohnya, ketempelan dari tadi tapi belum merasa malah betah. Kinan sudah gatal ingin menyingkirkan Reina dari sekitar mereka. Si cari muka itu sudah terlalu percaya diri bakal berhasil mendapatkan hati Abimanyu.   “Oh iya, Nyu, ini kan banyak yang kurang nanti gue bisa mampir di perpus buat cari buku. Ini masih minggu depan kan pengumpulannya?” tanya Rama yang diangguki kepala oleh Abimanyu. Mereka akan membagi tugas tersebut secara adil dan rata, tidak ada protes dari siapa pun.   “Manyu… nanti kalau aku nggak bisa, aku tanya ke kamu ya.”   Belum sempat dijawab Manyu, terlebih dahulu Kinanti membuka suara. “Nggak harus Manyu bisa kali. Ada Mika, Rama, Ghani, Fani dan gue. Nggak melulu tentang Manyu, Rei, selain Manyu juga bisa. Nggak usah manja deh lo ke Manyu, waktu dia nggak cuma sama lo doang kali. Cari muka banget lo.”   “Kamu kenapa sih, Nan? Nggak suka banget ya kalau aku deket sama Manyu. Cemburu ya aku deket sama Manyu? Nggak usah cemburu, Nan, aku cuma temenan biasa kok sama Manyu. Lagian Manyu nggak mungkin mau sama aku,” jawab Reina. Senyuman yang tergaris di wajah perempuan tersebut tidak tulus nyatanya, bahkan malah membuat Kinan ingin sekali mengucek-ucek wajah milik Reina tersebut. Halal banget nih buat ditendang, nggak usah sok cantik kali. Laki-laki di sini udah muak sama lo kunti! Lagian siapa yang cemburu sama lo, nggak level banget! Manyu mana gue bolehin sama kunti kek lo sih, nggak!   Kinanti masih memasang wajah datarnya, bahkan tatapannya setajam clurit. Siap membantai siapa saja yang berani menghadang langkahnya, apalagi si Reina seolah pasrah ingin dibabat habis olehnya dengan senang hati ia akan melakukannya. Memang modelan seperti Reina ini halal sekali untuk dibuang, meresahkan banyak pihak di sekitarnya.   “Gue cemburu, nggak level, tsay! Nggak ada kata cemburu di kamus Kinan,” seru Kinanti. “Kalau modelannya kek lo, nggak ada kata cemburu. Buat apa gue cemburu kalau Manyu aja nggak mau sama lo.” Suara lirih tersebut nyatanya masih bisa didengar orang-orang di sekitarnya. Abimanyu mengusap puncak kepala Kinanti dengan tersenyum kecil.   “Nggak usah dijawab, Nan. Posisi lo itu di hati gue udah paling terbaik deh,” bisik Abimanyu dengan merangkul kembali bahu Kinanti. Suara deheman batuk alay datang dari Rama, Ghani dan Fani. Mereka bertiga walau tidak masuk ke dalam grub Abimanyu, tapi tau jika hubungan Abimanyu dan Kinanti sangat spesial. Bahkan cowok di kampus sampai tidak berani mendekati Kinanti karena pawangnya sendiri adalah Abimanyu dan juga Jatmika. Tak main-main. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD