Saat melihat ke arah depan, Sera terkejut dengan sosok yang sedang bingung mencari nomor kursi duduknya. Ia membuka kaca mata dan memastikan kalau yang ia lihat tidak salah orang.
“Gio...” seru Sera. Penumpang lain sampai menoleh ke arah Sera karena ia terlalu keras mengeluarkan suara untuk memanggil Gio.
Gio menghampiri Sera, ia mengecek nomor kursi yang Sera duduki dan ternyata kursi mereka bersebelahan. “Wah gue harus tukar tempat sama orang lain kalau begini ceritanya. Nggak aman penerbangan gue sampai Jakarta kalau duduk sama lo”
Sera mendesis kesal, “Udah nggak usah banyak cingcong, buruan masuk terus duduk. Kalau nggak mau duduk sama gue, mending lo pindah” Sera beranjak dari duduknya dan membiarkan Gio duduk dekat jendela. Padahal harusnya Sera lah yang duduk di sana.
“Lo kan kursi gue di pinggir, kursi lo yang di dalam” bisik Gio karena ia tidak mau jadi pusat perhatian penumpang lain.
“Gi, gue males banget debat, sumpah. Jadi lo ngalah aja ya. Gue capek dari kemarin harus berurusan sama lo terus. Jadi untuk kali ini kita damai dulu” ucap Sera pasrah. Kali ini ia benar-benar lelah.
Gio tidak menanggapi. Ia duduk di tempat yang seharusnya menjadi tempat duduk Sera. Keduanya sama-sama diam, entah kenapa mendadak suasana menjadi canggung. Tapi untuk saat ini, begini lebih baik dari pada di usir dari pesawat karena keduanya berdebat dan mengganggu penumpang lain.
Sera menoleh ke arah Gio dan saat yang bersamaan Gio juga menoleh ke arahnya. Keduanya sama-sama terkejut dan akhirnya berpaling ke arah lain. Sera kembali ke rencana semula, ia ingin tidur. Segala pertanyaan yang bersarang di kepalanya tentang kemunculan Gio ia simpan dulu. Semua itu tidak penting, yang terpenting adalah istirahat hingga lelahnya berkurang.
Ketika pesawat sudah take-off dan stabil, Gio kembali menoleh ke arah Sera. Tubuhnya bersandar pada kursi, kepalanya miring ke arah samping. Sepertinya Sera tidur sebelum pesawat take-off, karena itu posisi kursinya masih tegak.
Gio menggeleng, “Anak ini, sok kuat begadang. Ujungnya-ujungnya tepar kayak kebo” gumam Gio. Ia ingin membantu membuat tubuh Sera lebih nyaman, namun ragu ia lakukan.
Akhirnya kepala Sera jatuh di pundak Gio. Gadis itu tidak sadar sama sekali kalau sedang tertidur dengan posisi bersentuhan dengan pria itu. Gio berusaha mendorong kepala Sera dengan lembut agar gadis itu tidak terbangun. Namun usahanya gagal, tetap saja kepala Sera kembali bersandar padanya. Gio menyerah, pasrah dengan keadaan dan akhirnya membiarkan Sera tidur dengan posisi seperti itu. Ia juga lelah dan memilih ikut tidur.
Sera menggeliat tidak nyaman ketika merasa pegal pada lehernya. Ia membuka mata perlahan dan mendapati sudah ada makanan pada mejanya. Saat mengubah posisi duduknya, ia tersentak melihat kepala Gio bersandar pada kepalanya.
Ia mengerjapkan matanya, memastikan ini hanya mimpi. Namun ketika lehernya terasa kaku, ia sadar ini adalah nyata. Reflek ia menjauhkan tubuhnya dari Gio sebelum pria itu bangun dari tidurnya.
Merasa ada guncangan, Sera tersentak kaget, “Akhirnya lo bangun juga. Pundak gue pegel banget karena lo nyender dari tadi” gumam Gio.
Sera mendelik, “Jangan sembarangan. Gue tidurnya anteng kok nggak kayak lo. Lo yang dari tadi nyender sama gue, masa nggak ingat sih”
Gio menghela napas, “Iya terserah lo aja deh nganggapnya gimana. Gue nggak peduli, mending gue lanjut tidur” jawabnya malas. Gio membenahi posisinya, tangannya dilipat di depan d**a, ia kembali terpejam melanjutkan tidurnya.
Sera berdecak, “Malah lanjut tidur. Dasar kebo”
Sera meninggalkan Gio ke toilet. Ia ingin membasuh wajahnya agar terasa lebih segar. Tidak lupa ia mengambil tisu yang selalu ia simpan di dalam tasnya. Rasanya tidur tadi sudah cukup untuk memulihkan kembali tenaganya. Jika Gio mengajaknya berdebat mungkin ia akan menang.
Tiga puluh menit lagi akan sampai sampai Jakarta. Tidak menunggu lama, Sera kembali ke tempat duduk. Ia melihat Gio sudah bangun dan sedang menikmati makanan yang tadi di berikan Pramugari saat keduanya tidur.
“Pasti lo habis boker ya?” tanya Gio dengan senyum jail.
“Enak aja. Lo lagi makan kok ngomongnya jorok banget sih”
“Yang penting nggak ada hal jorok di sekitar pandangan gue. Kalau Cuma ngomong doang mah nggak ngaruh” jawabn Gio santai.
Sera menggeleng, ia juga ingin mengisi perutnya yang sudah mulai demo minta untuk segera di isi.
“Ngomong-ngomong, kok lo bisa di sini?” tanya Sera sambil menikmati makanannya.
“Maksud lo?” tanya Gio bingung.
Sera menatap Gio, “Kenapa lo pulang ke Jakarta? Setahu gue, rombongan balik dua hari lagi kan? Jangan-jangan lo buntutin gue ya? Hayo ngaku?” tanya Sera dengan nada curiga. Tangannya yang memegang sendok mengacung ke arah pria itu.
Gio mendengus, “Buat apa gue ngikutin lo, kayak orang penting aja. Gue gantiin Kak Gery meeting mendadak sama klien asing. Karena dia mau nikmatin waktu sama istrinya, jadi gue yang harus ngalah. Baikkan gue sebagai adik”
Sera memajukan bibir bawahnya sambil mengangguk, “Yayaya, gue percaya. Apa pun itu, nggak ada urusan sama gue. Mau lo meeting, mau lo ngikutin gue, mau lo salto gue nggak peduli” jawabnya santai. Mulutnya terus mengunyah makanan dengan lahap.
Tidak ada percakapan lagi setelahnya, hingga si burung besi mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Sera sedang menunggu koper miliknya keluar dari bagasi, begitu juga dengan Gio. Tapi keduanya bak orang yang tidak saling kenal. Berdiri sendiri-sendiri dengan jarak berjauhan. Sesakali keduanya saling melihat namun kembali berpaling.
Setelah koper sudah di tangan masing-masing, Sera dan Gio keluar dari pintu kedatangan dan siap ke rumah masing-masing.
“Lo di jemput siapa?” Gio tidak sampai hati untuk tidak bertanya tentang ini. Sekesal dan setidak sukanya ia pada Sera, tetap saja sebagai laki-laki ia tidak bisa untuk tidak peduli.
Sera menoleh ke samping, ia tidak sadar ada Gio di sebelahnya karena sibuk memesan taksi online lewat ponselnya. “Gue naik taksi online” jawabnya singkat.
“Bareng gue aja. Gue di jemput sama supir”
“Nggak perlu, gue bisa sendiri”
Gio tidak menjawab, tidak lama sebuah mobil hitam berhenti di hadapan keduanya. “Ayo masuk” Gio mendorong tubuh Sera agar masuk ke dalam mobil yang pintunya telah ia buka”
Sera bingung sekaligus kaget, “Eh gue bilang nggak usah. Bentar lagi gue udah dapat taksi kok” Sera memang belum berhasil tapi sedang berusaha.
Gio tidak peduli, ia mengambil koper Sera lau di masukkan dalam bagasi mobil di bantu Pak Yono.
Sera yang terlanjur duduk, hanya bisa pasrah.
“Makasih Pak Yono” ucap Gio begitu semua koper masuk dalam bagasi.
“Sama-sama, Mas. Kita langsung pulang ke rumah?”
“Kita antar Sera dulu, Pak. Nanti tanya mau di antar ke mana” ujar Gio di balas anggukan oleh supir keluarganya itu.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*