Chapter 5

1116 Words
Della menangis ketika tidak menemukan keberadaan ibunya saat membuka mata, sehingga membuat Bi Rani yang mendengar tangisan histerisnya datang tergopoh-gopoh. “Nenek, Mama mana?” tanyanya di tengah tangisannya. “Sayang, kita telepon Mama sekarang ya.” Donna yang baru saja kembali dari rumah sakit langsung mencari sumber tangisan saat hendak menuju kamarnya. “Memangnya di mana Mama, Tante?” Della menyusut air matanya setelah mendengar tawaran Donna. “Mama sedang berobat. Tunggu sebentar ya, Tante coba hubungi Mama dulu.” Kini Donna sudah memangku Della yang masih terisak. Nath memang berpesan saat Donna berpamitan pulang, agar menghubunginya jika Della menangis. “Mama!” Della menjerit dan kembali menangis saat melihat wajah pucat ibunya di layar ponsel Donna. “Hey, anak Mama yang cantik ternyata sudah bangun. Della tidak boleh menangis, Sayang.” Nath sekuat tenaga menahan agar tidak menangis saat melihat wajah putrinya bersimbah air mata karena mencarinya. “Mama di mana? Kapan pulang? Mama tidak usah beli ice cream untuk Della. Sekarang Mama harus pulang!” Della berteriak tanpa menghentikan tangisnya. “Sayang, jangan berteriak! Nanti tenggorokanmu sakit lagi, mau? Mama belum bisa pulang sekarang, Nak. Mama harus diperiksa dokter dulu. Kalau sudah selesai diperiksa, Mama akan segera pulang.” Nath menyentuhkan telapak tangannya seolah bisa menyentuh putrinya. “Kapan Mama selesai diperiksa? Della kangen Mama.” Tanpa diminta, Della mengikuti ibunya menyentuhkan telapak tangan pada layar ponsel Donna. “Kalau Della berhenti nangis sekarang dan janji tidak menangis lagi nanti, dokter pasti cepat selesai memeriksa Mama.” Nath tersenyum meski matanya berkaca-kaca melihat putrinya mengangguk. “Baik, Della janji. Mama juga harus janji cepat pulang,” pintanya sambil memperlihatkan jari kelingkingnya yang mungil. Nath juga memberikan jari kelingkingnya. “Iya, Mama janji. Kalau begitu sekarang Della mandi, kemudian sarapan,” perintahnya yang kembali diangguki antusias oleh Della. “Mama, Della boleh main di rumah Tante Zelda?” tanyanya penuh harap setelah menghapus air matanya asal. Nath tersenyum melihat mood anaknya yang cepat sekali berubah. “Boleh, tapi ingat Della tidak boleh nakal atau merepotkan Tante Zelda,” Nath memperingatkan dengan lembut tapi tegas. “Oke, Mama. Mama cepat sembuh ya. Della sayang Mama.” Della mencium ponsel Donna yang menampilkan wajah ibunya. “Mama juga sayang Della.” Nath tidak bisa membendung lagi air matanya. Untung saja bibir mungil anaknya memenuhi layar di seberang sana, jadi Della tidak melihat kesedihannya karena berjauhan. *** Dave meringis karena lututnya terasa perih saat kakinya digerakkan. Matanya mengamati sekeliling kamar tempatnya berada. Dia sudah terlihat lebih segar setelah membersihkan diri. “Pagi, Dave. Ayo sarapan dulu,” ujar Andri saat melihat Dave keluar dari kamar tamunya yang berukuran sedang. “Pagi An, Zel. Maaf, aku sudah merepotkan kalian dengan kedatanganku yang tiba-tiba,” pinta Dave yang sudah menduduki kursi kosong. “Tidak apa. Untung saja aku melihatmu saat pulang. Oh ya, nanti kita lihat motormu di bengkel dekat tempatmu jatuh kemarin.” Andri menerima piring yang sudah diisi nasi goreng sosis oleh Zelda. “Baik. Ngomong-ngomong, bagaimana kabar kalian? Pantas saja kita jarang bertemu, ternyata kalian bersembunyi di sini?” Dave mulai menyuap nasi goreng buatan Zelda. “Sejauh ini kami baik-baik saja. Kami tidak bersembunyi dari siapa pun, Dave. Lagi pula orang tua masing-masing sudah tidak peduli dengan keberadaan kami, jadi dari siapa kami harus bersembunyi?” Dengan santainya Andri menjawab. “Berada di sini menurutku sudah menjadi pilihan yang tepat, setidaknya untuk kesehatan janinku,” Zelda yang sedari tadi hanya mendengarkan kini ikut juga bersuara. “Aku salut kepada kalian. Meski kalian menikah tanpa cinta, tapi kalian tetap hidup bersama dan menjaga buah hati kalian. Semoga rumah tangga kalian langgeng dan rasa cinta itu segera tumbuh di hati masing-masing,” Dave bangga dengan sikap yang diambil sahabatnya sekaligus menggoda mereka. Mendengar pujian yang mengandung godaan dari sahabatnya, membuat Andri mengalihkan topik pembicaraan, sebab dia yakin baik dirinya atau Zelda merasa terganggu dengan kalimat terakhir Dave. “Oh ya, Dave, kenapa kamu bisa sampai jatuh?” “Aku sedikit mengantuk saat mengendarai motor dan menghindari jalan yang berlobang, tapi sayangnya aku malah kehilangan keseimbangan. Untung aku cuma mengalami luka lecet dan akhirnya malah bertemu denganmu,” Dave menjelaskan sambil mengingat kejadian naas yang menimpanya kemarin malam. “Biar aku saja, kalian lanjutkan sarapannya,” ujar Zelda saat mendengar ketukan pintu dan suara seseorang memanggilnya. “Ini rumahmu?” Dave kembali bertanya sambil mengamati isi ruangan yang berhasil dijangkau matanya. “Bukan. Aku menyewanya dari tetangga sebelah. Mereka baik sekali menyewakannya kepada kami dengan harga murah. Kamu tahu sendiri, sekarang aku sudah miskin dan harus menghidupi anak orang,” jawab Andri tanpa menutup-nutupi keadaannya. “Jangan berbicara seperti itu, nanti Zelda tersinggung mendengar ucapanmu. Aku yakin, suatu saat orang tua kalian pasti bisa menerima kalian kembali,” ujar Dave bijak. Andri hanya mengendikkan bahu menanggapi ucapan sahabatnya. *** Bi Rani yang sedang menggendong Della menunggu pemilik rumah membukakan pintu. Bi Rani ingin menjenguk Nath, oleh karena itu dia mendatangi rumah Zelda untuk menitipkan Della. Bi Rani menoleh saat pintu terbuka diikuti sapaan lembut seseorang. “Pagi, Bi, Della.” “Pagi, Nak,” balas Bi Rani ramah. “Della kenapa pagi-pagi wajahnya ditekuk seperti itu?” Zelda heran melihat Della yang tidak seceria biasanya. Apalagi Della menyandarkan kepalanya malas di pundak Bi Rani. “Della tidak diajak cari Mama oleh Nenek,” jawabnya merajuk. Zelda semakin heran mendengar jawaban Della. Saat dia menatap Bi Rani meminta penjelasan, Bi Rani malah tersenyum. “Zel, Bibi boleh menitipkan Della padamu? Bibi mau menjenguk Nath dulu. Kasihan kalau Della diajak ke sana, takutnya nanti dia tidak mau pulang dan membuat ibunya tidak bisa beristirahat maksimal,” jelas Bi Rani. “Menjenguk Nath? Memangnya Nath di mana dan kenapa, Bi?” Zelda panik mendengar kabar dari wanita paruh baya di depannya. “Nath dirawat di rumah sakit dari kemarin malam. Katanya didiagnosa gejala tifus, jadi Bibi mau melihat keadaannya.” Bi Rani menurunkan Della dari gendongannya. “Ya Tuhan, kenapa Bibi tidak bilang saat aku ke rumah minta obat? Sekarang siapa yang menjaganya di sana?” Bi Rani sangat jelas melihat kekhawatiran pada sorot mata Zelda. “Sekarang tidak ada yang menjaga. Kemarin Donna, tapi tadi dia sudah pulang untuk berangkat kerja dan menjemput Bibi. Kamu tidak keberatan Bibi minta tolong jaga Della?” ucap Bi Rani lagi. “Tentu saja tidak, Bi. Kebetulan Andri hari ini libur, jadi dia juga bisa bantu jaga kalau Della bosan sama aku.” Dengan senang hati Zelda membantu Bi Rani. “Terima kasih sebelumnya, Zel. Kalau begitu Bibi berangkat sekarang. Ini uang untuk jaga-jaga jika Della ingin belanja.” Bi Rani memberikan selembar seratus ribuan kepada Zelda. “Bibi bawa saja uang itu. Aku pastikan Della tidak akan jajan sembarangan karena hari ini aku mau membuat cake,” tolak Zelda. Bi Rani mengangguk, dia tidak mau Zelda salah paham atau tersinggung atas tindakannya memberi Zelda uang. “Della, jangan nakal ya, Nenek cuma pergi sebentar,” Bi Rani berpesan. “Iya, Nek. Nanti katakan pada Mama agar cepat pulang dan tidak usah membelikan ice cream untuk Della,” jawabnya polos. “Hati-hati, Bi.” Zelda dan Della melambaikan tangan saat Bi Rani menghampiri Donna yang sudah menunggunya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD