Bab 8: Makan Malam Berdua

1463 Words
"Apa yang kau maksud dengan aku akan mati?" tanya Waverly, sepenuhnya kelimpungan, sifat tanpa takutnya menciut. Ada begitu banyak informasi yang masuk ke dalam benaknya dalam waktu beberapa menit, dia tidak tahu bagaimana cara mencerna semua ini. "Kau akan tewas. Semua orang yang tetap berada di sisi Sawyer atau siapa pun yang hadir pada malam Gerhana Bulan itu akan mengalami takdir yang sama dengannya." Waverly menatap Christopher tercengang. Wajah orang tuanya, Finn, Isadore, dan Reina melintas dalam ingatannya dan yang mampu dia pikirkan hanyalah kotak yang tergeletak di meja dekat jendela. Jika yang dikatakan Sawyer itu benar, kalau begitu kotak itu adalah tiketnya menuju kebebasan. Dia memalingkan pandangan dari kotak menuju teman bicaranya. "Bagaimana aku tahu aku bisa percaya pada perkataanmu?" Christopher mengangguk setuju. "Kau benar sekali, kau tidak bisa sepenuhnya percaya. Tetapi, aku sudah membawakanmu buku sketsa itu, dan kupikir dengan menjadi seorang Beta seharusnya bisa membuatku sedikit dapat dipercaya, 'kan?" Dia adalah Beta-nya Sawyer? Itu menjelaskan mengapa dia tahu begitu banyak. Tetapi tetap saja, Waverly masih ragu. "Dan kau bersedia membongkar rahasia Alpha-mu?" Mata Christopher bertatapan dengannya, sorotan ketulusan terpantul di dalamnya. "Jika itu berarti bisa menyelamatkan kawananku, jawabannya ya." Waverly merasakan keakraban dengan frasa ini. Sebagai putri dari seorang Alpha, dia sudah pernah mendengar ayahnya mengatakannya berkali-kali mengenai kawanan mereka dan karena itu dia pun mengendurkan pertahanannya sedikit. "Jadi," mulai Waverly. "Apa yang bisa kulakukan?" Christopher berbinar dan senyum lebar muncul di bibirnya. "Aku punya ide ini. Ini akan memakan waktu beberapa saat untukku menyelesaikannya, tetapi demi melindungimu dan kawanan, kami harus membawamu ke tempat aman dan terbebas dari tempat ini." Waverly menepis rambut dari bagian depan wajahnya dan meletakkan tangan di atas pangkuannya. "Jadi, kau sudah sangat yakin kalau aku bukan pasangannya?" tanyanya dengan malu-malu. Christopher menggeleng. "Sudah sepuluh tahun. Setiap gadis yang tinggal di tempat ini, di ruangan ini, bukanlah pasangannya. Aku mengenal Sawyer lebih daripada siapa pun dan karena ini ... aku hanya ingin melindungimu dan kawananku. Itu saja." Waverly membiarkan percakapan ini mengendap dalam benak, bertanya-tanya bagaimana mungkin dia terlibat dalam kekacauan ini. "Baiklah." Christopher bangkit dari kursi dan merogoh kantong lagi untuk mengeluarkan kunci. "Baiklah, aku akan memberitahumu setelah semuanya siap. Hingga saat itu, nikmati kursi baru dan alat gambarmu." Dia mengedipkan mata pada Waverly dan setelah itu keluar ruangan. Ratusan pertanyaan Waverly dalam sekejap terjawab hari ini, tetapi kini dia merasa lebih dihantui lagi dalam benaknya. Sebuah hukum kuno? Apa hal yang begitu berbahaya yang telah pria itu lakukan hingga mengakibatkan nasib seluruh kawanannya menjadi taruhan, juga nasib Waverly? Dia sudah tahu dia mungkin akan mati di sini, tetapi dia tidak menyangka akan dengan cara seperti ini. Dia menarik keluar buku sketsa dan membalik halaman pertama. Dia menyentuh ujung pensil untuk memastikan ketajamannya, kemudian mulai menggambar. Pensil tersebut terasa mengambang di atas kertas ketika dia menggambar pemandangan yang dia lihat di luar jendela. Rasanya tangannya seolah tahu pasti garis dan gerakan yang diperlukan untuk menciptakannya dan dia mendapati dirinya telah jatuh dalam lamunan yang kemudian terhenti karena sebuah ketukan mengejutkan pada pintu. "Halo?" panggilnya, sekejap membuatnya merasa konyol. Pintu terbuka dan sebuah wajah yang tidak asing mengintip dari sana. "Halo, Nona. Alpha kami meminta saya mengantar Anda untuk makan malam dan saya ingat, ketika mencuci pakaian Anda, Anda tidak memiliki pakaian yang cocok untuk dikenakan dalam acara resmi. Jadi, saya mengambil dari lemari pakaian saya di rumah dan membawakan Anda sebuah gaun khusus." Felicity berjalan melewati pintu dan menutupnya. Dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuah gaun berlengan panjang berwarna biru tua setinggi lutut yang terbuka di bagian kedua bahunya. Terdapat taburan serbuk kelap-kelip ketika Felicity memperlihatkannya di bawah sinar matahari, menyebabkan pantulan berwarna-warni pada dinding. "Oh! Dan saya tidak lupa soal sepatunya!" Dengan tangannya yang lain, Felicity menunjukkan sepasang sepatu emas yang terpapar sedikit serbuk kelap-kelip dari gaun tersebut kepada Waverly. Waverly berjalan cepat menuju pakaian tersebut, meraba tekstur katunnya. "Oh, Felicity ... baju ini indah. Tetapi, kenapa?" Felicity tersenyum. "Sejak Anda tiba, Anda selalu ramah pada saya dan percakapan kita tempo hari membuat saya tersadar bahwa Anda mungkin saja pasangan sejatinya. Saya hanya ... mendapatkan suatu firasat. Jadi, saya hanya ingin menunjukkan apresiasi saya pada Anda. Ini," ujarnya. "Ambillah. Saya akan kembali satu jam lagi untuk menjemput Anda makan malam." Waverly menatap wanita itu dengan kagum. "Terima kasih. Sungguh." Dia terus mengamati gaun tersebut ketika Felicity keluar ruangan. Mungkin dia bisa menyelamatkan kawanan tersebut. ** Langit malam mulai terlihat ketika senja semakin dekat. Waverly membiarkan rambut merah kecokelatan panjangnya terurai dari cepolnya dan rambutnya terjuntai bebas di belakang punggung. Dia sibuk mengaturnya, mengacak dan memisahkan helaian rambutnya dengan jemari, berharap agar itu akan membuatnya terlihat lebih layak, hal yang selalu dia sulit lakukan tanpa sebuah cermin. Dia mengenakan sepatu hak tinggi yang ditinggalkan oleh Felicity, mengagumi betapa warna tersebut memperindah warna kulitnya. Tepat setelah itu sebuah ketukan pelan terdengar di pintu yang mulai terbuka. "Halo, Nona. Apa Anda siap?" Waverly tersenyum pada Felicity selagi dia memasuki ruangan. Untuk pertama kalinya setelah berhari-hari, dia akan meninggalkan ruangannya dan untuk suatu alasan dia merasa sedikit takut, tetapi ketakutan yang baik. Waverly mengangguk. "Oh, Nona, Anda terlihat luar biasa," Felicity berkata selagi melhat Waverly. "Aku sudah tahu pakaian ini akan menjadi pilihan yang tepat untuk Anda. Ayo, Sang Alpha sudah menanti kita." Felicity membimbing Waverly menelusuri lorong panjang yang nyaris tidak dia ingat. Dinding-dinding dicat dengan warna cokelat polos; akan tetapi, simbol berulang dari Kawanan Serigala Merah menambah aksen merah pada dinding itu. Ketika mereka tiba di ruang makan, Waverly menyadari meja yang disiapkan untuk dua orang dengan empat macam menu berupa ayam, pasta, salad, dan roti makan malam telah tersedia. Dua lilin diletakkan berseberangan pada masing-masing sisi dengan botol garam serta lada di tengah meja. Felicity mengumumkan kedatangan Waverly dan membungkuk sambil keluar ruangan, meninggalkannya dan Sawyer sendirian. Waverly berdiri canggung di pintu masuk, tidak yakin apa yang harus dilakukan. Sawyer berdiri dari kursi dan meraih botol anggur dari bar mini di dekat dinding pintu masuk dan menuangkan dua gelas separuh penuh. Setelan hitamnya terlihat pas di badannya, menonjolkan fitur wajah dan rambut berwarna cerahnya. Luaran berwarna senada dibiarkan terbuka, di dalamnya terdapat kemeja berpola warna ungu dengan tiga kancing teratas tidak terpasang, memperlihatkan sedikit bagian atas d**a pria tersebut. Cincin-cincin di jemarinya bergesek dengan botol ketika dia meletakkannya kembali. Dia berjalan ke arah Waverly, mata dua warnanya menatap langsung ke arah matanya selagi dia menyerahkan salah satu gelas pada Waverly. "Oh, um ... terima kasih," jawabnya sambil mengamati pria itu pergi tanpa berbicara dan kembali pada posisinya di kepala meja. Waverly duduk berseberangan dengannya di tempat piring kedua telah dipersiapkan. "Semuanya terlihat enak," ujarnya, menyadari suaranya sedikit bergetar. "Aku bisa mencium aromanya sejak dari tangga." Sawyer mengangguk sebagai jawaban sambil menyesap minumannya. Waverly menatap ke sekeliling ruangan, mengagumi karya seni modern di dinding. "Ruangan ini indah. Apa kau tumbuh besar di sini?" Tidak ada jawaban. "Maksudku, kau pasti tumbuh besar di sini. Dari yang terlihat pada foto-foto di ruangan sebelah, keluargamu pasti telah menjadi Alpha selama bergenerasi-generasi." Suasana ruangan terasa berat karena Sawyer terus terdiam sambil memotong daging yang ada di piringnya. Kalung bertumpuknya berguncang di dadanya. Waverly meneguk anggurnya dan mengangkat garpu untuk mulai memakan salad. Dia bisa merasakan emosinya naik. Pria ini mengundangnya makan malam, tetapi dia bahkan tidak mau berbicara sama sekali? Jika ini adalah permainan yang ingin dia mainkan hari ini, Waverly siap menanggapinya. "Apa kau tidak sabar menanti Gerhana Bulan bulan depan?" Dia mendongak dari piring dan menyadari Sawyer telah berhenti makan, matanya kini hanya menatap ke arahnya. Bagus, akhirnya dia berhasil mendapatkan perhatiannya. "Aku pribadi tidak sabar menantinya," jawabnya berbicara sendiri. Sawyer meletakkan garpu dan pisau kemudian menghela napas. "Apa yang dia ceritakan padamu?" "Siapa?" Waverly bertanya, tidak yakin apakah dia harus menjawab pertanyaan pria ini atau tidak. "Chris." "Jadi kau tahu dia berkunjung." Sawyer mengangkat peralatan makannya dan kembali makan. "Dia Beta-ku. Aku mengutusnya ketika tidak sempat melakukannya sendiri.' Waverly terhenti, gelasnya terangkat separuh. Jadi, pria ini yang memberikan buku sketsa untuknya. Waverly menarik napas dalam dan mempersiapkan diri sebelum bertanya. "Apa yang hendak kau lakukan?" "Tidak ada," jawabnya tidak sedikit pun mendongak menatapnya. Waverly sudah siap mendengar pria ini berteriak dan menjadi marah karena Waverly sudah ikut campur, kemudian mengurungnya lagi. Akan tetapi, reaksi ini sama sekali tidak dia sangka, terutama dari seorang Alpha. "Tidak ada?!" katanya dipenuhi amarah. "Kau tidak akan melindungi kawananmu? Menyelamatkan mereka?" Sawyer kembali menenggak minuman. Ketika dia meletakkan gelas, sorot matanya melembut dan Waverly melihat sekilas rasa sakit melintas di wajah pria itu. "Tidak ada yang bisa kulakukan, Waverly." Amarah yang Waverly rasakan sebelumnya memudar ketika pria itu memanggil namanya. Bagaimana dia mengetahuinya? Dia tidak pernah bertanya. Namanya ketika diucapkan olehnya terdengar nyaris menenangkan. Waverly menatap balik mata Sawyer, yang telah dia lihat selama berbulan-bulan dalam gambar-gambar yang dia buat, dan tersenyum. "Bagaimana jika kukatakan padamu ada yang bisa kau lakukan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD