Karimunjawa I'm In Love : Part 1

1940 Words
"Lu di mana?" Ia mendengus. Ia baru saja menyelesaikan solatnya di mushola Stasiun Kemayoran. Kemudian terburu-buru memakai sepatu ketsnya sembari menjepitkan ponsel dengan bahu juga telinganya. "Gue di Kemayoran. Naik ojek ntar ke sana," tuturnya. Tadinya, ia ingin melanjutkan perjalanan dengan menaiki kereta dari Stasiun Kemayoran ke Pasar Senen tapi kereta yang ia tunggu-tunggu itu tak kunjung datang alias belum jadwal keberangkatannya. Kalau ia terus menunggu kereta itu, ia malah akan ketinggalan kereta Pasar Senen - Semarang Tawang yang akan berangkat kurang dari setengah jam lagi. Ya, memang ia masih punya waktu tapi yang jadi masalah adalah teman-temannya yang lain tak bisa dihubungi. Padahal mereka akan berangkat sebentar lagi. Satu-satunya yang masih bisa dihubungi adalah temannya yang menelepon ini, Dilla. "Buruan yaaa! Gue udah nukerin tiket loh. Anak-anak yang lain juga pada ke mana sih?!" Sahabatnya itu tampak kesal. Tapi ia dengan tak sopannya mematikan telepon dari Dilla. Apa boleh buat. Ia kan mau menelepon ojek online. Dua menit kemudian, ia terburu-buru keluar dan mencari sosok pengemudi ojek yang berjaket hijau itu. Untung saja, si bapak pengemudi sudah siap sedia di depan Stasiun Kemayoran. Jadi ia tak perlu repot mencari-cari. Hanya membutuhkan waktu lika menit perjalanan, ia sudah tiba di depan Stasiun Pasar Senen. Usai basa-basi sebentar dengan sang pengemudi ojek online, ia pamit segera. Si bapak kebanyakan nanya deh, dumelnya dalam hati. Itu karena si bapak ojek tadi melihatnya yang membawa ransel besar juga satu tas tangan besar yang berisi banyak makanan. Makanan-makanan itu tentu saja berfungsi sebagai pengisi perut mereka selama dalam perjalanan di kereta nanti yang mememerlukan waktu sekitar enam jam untuk sampai di Stasiun Semarang Tawang. "Diiii! Diaaaaa!" Temannya yang bernama Dilla tadi kebetulan melihatnya. Ia hanya menghela nafas. Agak ngos-ngosan karena membawa banyak barang dipunggung juga ditangan. "Mana yang lain?" "Udah ada. Pada duduk di sana ternyata," tuturnya. "Tapi si Mas Bryan belum ada nih! Gue telpon gak bisa-bisa!" Heiish! Ia berdesis. Mas Bryan itu adalah satu-satunya lelaki yang akan ikut dalam perjalanan mereka. Mereka satu jurusan tapi berbeda angkatan. Kebetulan Mas Bryan adalah ketua dari penyelenggaraan salah satu acara di kampus. Mereka didapuk Mas Bryan sebagai panitia-panitia utama. Dan cewek yang dipanggil 'Di' namun bernama lengkap Ayudia Permata berposisi sebagai bendahara acara waktu itu. Ia bersama teman-teman yang ikut dalam perjalanan ini adalah teman-teman dalam satu kepanitiaan yang berhasil menyukseskan acara itu. Masih ada sisa uang acara yang cukup banyak dan bisa membiayai perjalanan mereka ke salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia, yaitu Karimunjawa. Karimunjawa merupakan sebuah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Dengan luas daratan sekitar 1.500 hektar dan luas perairan sekitar 110.000 hektar. Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau. Terdapat lima pulau yang berpenghuni sedangkan pulau yang lainnya belum berpenghuni. Pulau yang sudah berpenduduk yaitu Pulau menjangan besar dan menjangan kecil, Pulau Kemujan, Pulau Karimunjawa, Pulau Nyamuk, dan Pulau Parang. Dan yang menjadi daya tarik terbesar bagi Ayudia dan teman-temannya untuk datang ke kepulauan ini adalah keindahan bawah lautnya sekaligus beristirahat disela-sela kegiatan menyusun skripsi. "Mas! Lo di mana?" tutur Ayudia begitu teleponnya diangkat. Lelaki itu tampak sedang kasak-kusuk di seberang telepon. Entah sedang apa, Ayudia pun tak tau. Sementara mereka sudah harus masuk ke dalam kereta tapi kini masih tertahan menunggu Mas Bryan agar bisa check in tiket masuk. "Parkiran guee. Bentar-bentar. Kayaknya alat mandi gue ketinggalan!" Heiish! "Udah! Masuk aja dulu. Alat mandi nanti bisa dibeli lagi. Di stasiun pasti ada minimarket," tuturnya. "Buruan yaaa! Udah mau masuk nih! Dari pada ketinggalan kereta," tuturnya yang sekaligus mendumel. Kemudian ia mematikan telepon. Ia dan teman-temannya sudah bersiaga di dekat pintu masuk check in, menunggu Mas Bryan yang tak lama memang muncul dan berlari-lari kecil. Teman-teman Ayudia kompak gelang-gelang kepala melihatnya muncul dengan cengiran khasnya. Kemudian mereka segera berjalan masuk untuk check in tiket dan segera menuruni tangga untuk berjalan menuju kereta yang sudah datang di jalur tiga itu. "Pelan-pelan kali, Dii!" ingat Dilla. Gadis itu terkekeh melihat langkah-langkah besar milik Ayudia yang sudah berjalan jauh di depan mereka. Gadis itu tak sabar untuk menaiki kereta. Targetnya? Bangku di samping jendela. Hihihi! Ia sangat menyukai perjalanan jauh menggunakan kereta api atau bus. Karena apa? Karena sangat menyenangkan melihat keindahan-keindahan yang ada di sepanjang perjalanan. Apalagi perjalanan ke Jawa akan diisi banyak daratan hijaunya padi. Berbeda dengan perjalanan menaiki pesawat. Ayudia pernah mati bosan di dalam pesawat ketika terbang dari Jakarta menuju Bangkok, Thailand. Perjalanan yang memakan waktu hampir empat jam di atas udara itu memang sangat membosankan. @@@ "Eh! Eh!" Begitu kereta sudah berjalan dan mulut-mulut sudah disumpal dengan berbagai makanan, si Dilla buka suara. Ia tadi sempat melihat rombongan anak kampus mereka dari jurusan lain juga menaiki kereta api ini. Ayudia hanya berdeham saja. Ia sibuk melihat jalanan disamping jendela. Sementara Ifah dan Azka tampak menanggapi. Kebetulan, mereka duduk berempat dan saling berhadapan. Ayudia duduk berhadapan dengan Azka. Di sebelahnya ada Dilla yang mulai bawel. Di sebelah Dilla, ada bangku panjang yang berisi enam orang saling berhadapan. Tapi orang yang tepat duduk di seberang Dilla itu adalah Mas Bryan, Nur dan Lita. Hanya tujuh orang dari sekian banyak anggota kepanitiaan yang ikut dalam perjalanan ini. "Tadi gue liat gengnya Haykal!" Ayudia tak menyimak. Padahal Dilla meliriknya. Haykal? Ketua BEM universitas yang saat ini masih menjabat sekaligus mantan dari sahabatnya yang sedari tadi diam. Entah kenapa, keduanya mengakhiri hubungan. Tak satu pun yang tahu dari mereka. Tapi rumornya, sang ketua BEM selingkuh dengan sekretarisnya. "Man-tan?" bisik Azka. Gadis itu bermain mata dengan Dilla yang juga mengedip-edip. Mengiyakan kata-katanya barusan. "Tadi gue liat ada si--" "Ehem!" ingat Ayudia. Ia malas merusak suasana liburannya dengan kata-kata 'mantan'. Akhirnya si Dilla mingkem sementara Azka menahan tawa. Obrolan tadi pun teralihkan dengan pemandangan siang di jendela. Tidak ada yang ganjil karena masih menampilkan gambaran perkotaan pinggiran Jakarta. Kereta berangkat tepat jam dua siang dan mungkin akan tiba di Stasiun Tawang sekitar pukul delapan malam. Kemudian mereka akan beristirahat sebentar di rumah Om-nya Mas Bryan yang ada di Semarang sembari menunggu travel agen mereka menjemput jam dua besok untuk berangkat ke Pelabuhan Kartini, Jepara, Jawa Tengah. Sementara Ayudia malah menutup mata. Ia tidak tidur. Namun kejadian dikepalanya berputar-putar. Bukan mengenang sang mantan tapi.... "Hay--" ia kehilangan kata-katanya kala itu. Gara-gara apa? Gara melihat kekasihnya di ruang BEM sana berciuman! Astaga! Ayudia hanya bisa meremas tas selempangnya sebelum membalik badan dan pergi dari ruang BEM yang sepi itu. Memang sepi karena ia hanya melihat dua orang setan itu di dalamnya. Ya, anggap saja tadi ada dua setan yang berciuman. Karena selama pacaran dengan Haykal selama hampir empat tahun ini, ia pun tak pernah melakukan itu dengan Haykal. Jangan kan ciuman, pelukan pun tak pernah. Sempat ia bertanya kenapa Haykal begitu. Tapi apa jawabannya? "Kamu cewekku bukan pelacur." Terdengar manis sekali bukan? Tapi lihat lah kelakuannya itu? Ayudia hanya bisa menggeram dalam hati. Butuh waktu lama untuk membuatnya bisa memutuskan Haykal. Karena apa? Karena selama ini, cowok itu seperti tanpa cela. Susah sekali menangkap keburukannya kecuali hari itu. Dan kejadian itu memang terus berputar dibenaknya walau dengan kecenya, ia masih bersikap baik di hadapan Haykal. Terkadang masih perhatian walau selalu curigaan. Apalagi Haykal yang seolah sangat sibuk dengan kegiatan BEM universitas tapi Ayudia sama sekali tak bisa berpikir jernih. Dalam hati, ia meyakinkan kalau lelaki itu pasti berselingkuh dengan perempuan itu. @@@ "Di! Dia! Dia!" Teman-temannya memanggil. Kontan saja mereka panik melihat Ayudia yang tampak mengigau parah dibangkunya. Teman-temannya sudah berkerumun. Bahkan petugas kereta sampai datang. Dokter yang kebetulan ikut dalam perjalanan kereta ini pun turut menghampirinya. Begitu ia membuka mata, semua orang lega. Ayudia mendadak menjadi salah satu pusat perhatian di gerbong kereta. Gadis itu berteriak juga berkeringat parah. Ia langsung disodorkan air minum oleh Dilla. Kemudian diperiksa sebentar oleh sang dokter. Setelah memastikan kalau Ayudia tak apa-apa, mereka semua bubar. Keramaian itu dibubarkan oleh si petugas kereta. Ayudia menabrakkan punggungnya ke sandaran bangku. Ia juga tak tau kenapa bisa berteriak di dalam mimpinya. Awalnya, ia hanya termenung dan mengingat semua kenangan buruk yang terjadi selama dua bulan terakhir. "Di!" Dan sosok yang tadi muncul di dalam ingatannya juga muncul di depan mata. Cowok itu baru masuk ke gerbong ini dengan langkah terburu-buru. Ia tahu kalau kabar Ayudia yang seperti kesurupan itu dari obrolan orang-orang di sepanjang gerbong kereta. Saat Pian melirik sekilas ke arah kerumunan yang mengerubungi Ayudia tadi, ia akhirnya tau apa yang terjadi. Lantas langsung melapor pada Haykal yang tak tahu apa-apa. "Kamu gak apa-apa?" Suara deham-dehaman pun muncul dari Azka juga Dilla. Ifah hanya menahan senyum. Sementara yang ditanya malah tampak tak perduli. Ayudia hanya menatap kosong ke arah jendela. "Di?" panggilnya lagi. "Lo ma--" "Dil!" sergah Ayudia. Ia tak mau Dilla pindah untuk lelaki itu. Dan lagi, ia memang malas meladeninya. Haykal hanya menghela nafas. Sejak dua minggu lalu, putus dengan Ayudia, ia masih terus mengejar. Ia bingung kenapa tiba-tiba hubungan mereka diputuskan begitu saja setelah hampir empat tahun bersama. Bukan kah itu waktu yang lama? @@@ "Titip Dia, Dil," tutur Haykal. Cowok itu akhirnya pergi usai menaruh banyak makanan di meja Ayudia. Azka, Ifah dan Dilla yang ketiban untung tentu saja berhore ria dengan makanan gratisan itu. Sementara Ayudia hanya mendengus. Dua jam perjalanan berlalu dalam keheningan. Dilla sudah pulas. Begitu pula dengan Azka dan Ifah. Ayudia masih terjaga. Ada Mas Bryan juga yang sedari tadi memang selalu melek karena harus menjaga perempuan-perempuan ini. Nur dan Lita juga pulas. Ayudia melirik jam tangannya yang menunjukan pukul enam sore. Tepat azan magrib berkumandang tapi perjalanan kereta masih tak berhenti. Bosan. Ayudia membuka ponselnya dan melihat panggilan telepon bertubi-tubi dari Haykal. Ada banyak pesan juga dari lelaki itu. Tapi tak satu pun ia gubris. Isinya? Kurang lebih mengkhawatirkannya. Ayudia juga bingung kenapa cowok itu bersama gengnya juga ikut menaiki kereta ini. Apakah mereka akan pergi juga? Pergi ke mana? Tanyanya tapi kemudian hati kecilnya menepis. Bukan urusanmu lagi, Di! Cowok b******k kayak gitu, memang pantasnya ditinggalin! Karena malas melihat nama Haykal muncul di layar ponselnya, ia memutuskan untuk mematikan ponselnya. Kemudian kembali termenung melihat pemandangan di jendela. Perjalanan masih memakan waktu tiga jam lagi untuk sampai di Semarang. "Astagfirullah!" Dilla membuat gaduh. Ia kaget karena ponselnya tiba-tiba bergetar. Begitu mengangkatnya, ia baru sadar kalau ini nomornya Haykal. Ia memang menyimpan nomor Haykal tapi bukan yang ini. "Oh ya," tuturnya lantas melirik Ayudia yang tampak bengong. "Aman." Azka meliriknya dengan tatapan curiga. Dilla langsung mengalihkan tatapan. "Mungkin mati," tuturnya. Karena ia tak melihat ponsel Ayudia ada di sekitar gadis itu. "Melek." Ifah ikut menoleh. Merasa agak ganjil dengan kata-katanya. Tak lama, tangan Ayudia terulur ke belakang punggung Dilla kemudian merampas ponsel itu. Azka dan Ifah kompak tertawa. Sementara Dilla yang ketahuan malah meringis. Lalu gadis itu mematikan telepon itu seenaknya. "Jadi lo yang bilang kalau kita ke Karimunjawa kan?" cegatnya dengan tatapan datar tapi menusuk. Dilla masih bernyengir ria. Ia tak bermaksud membocorkan tapi diancam Haykal. Lantas ia harus gimana? "Diiiii!!" "Lo bilang apalagi?" Dilla menghela nafas. "Semuanya," akunya. Ia bahkan tak berdaya di hadapan Haykal. Ayudia mendesis. Pantas saja cowok itu selalu tahu pergerakannya setelah putus karena ternyata ada mata-mata di dekatnya. k*****t sekali, pikirnya. Sahabat yang ia percaya malah ember begini mulutnya. "Jangan marah," pintanya. "Gue terpaksa. Lu tahu kan, posisi bokap gue di kantor ayahnya," alasannya. Ayudia hanya bisa mendengus. Ia sudah bosan mendengar cerita itu tapi memang begitu lah ceritanya. Ayah Dilla kan jenderal pecatan karena terlalu ikut campur dalam urusan korupsi di dalam lembaga ketentaraan itu. Tanpa berpikir apa konsekuensinya jika melaporkan semua penggelapan itu pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Resikonya? Tentu saja ditendang dari lembaga pertahanan negara itu sebagai pengkhianat sekalipun berlaku jujur. Dan kini, ayahnya bekerja di kantor pengacara milik keluarga Haykal. Ayudia mendengus lagi. Cowok itu mulai menyalahgunakan wewenangnya kalau begini. Memang tidak salah kalau ia ingin putus. Toh, alasan ia ingin putus dari Haykal bukan persoalan dikhianati saja tapi..... @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD