Di tempat yang berbeda, tepatnya di Tiongkok, Hunan.
Saat ini adalah masa kepemimpinan dinasti Zhao. Istana Yongheng tengah berduka karna Putra mahkota ; Pangeran Zhao mengalami luka yang cukup parah setelah diracuni oleh penyusup dari Fanrong. Beberapa tabib di selurh penjuru kota dihadirkan untuk membuat keadaan Pangeran Zhao Gantang kembali terbangun. Sayang, sudah lewat satu bulan, keadaannya masih sama. Denyut nadi semakin melambat dan dia malah semakin parah.
Tepat dimalam ini, seorang pejalan dari Sichuan memohon kepada Kaisar untuk melihat keadaan Pangeran Zhao. Awalnya memang kaisar bersikukuh untuk tak mengijinkan. Zhao Gantang adalah anak lelaki satu-satunya. Satu-satunya yang akan menjadi penerus memimpin kerajaan. Jadi, dia tak ingin sesuatu yang lebih buruk terjadi kepadanya. Ya, memang Pangeran Zhao adalah anak dari selir ke dua. Berhubung ibundanya meninggal sesaat setelah melahirkannya, permaisuri utama dan kedua selir kaisar berebut membesarkan dan menanamkan kepercayaan kepada Pangeran Zhao.
Wang Shen ; lelaki tua itu bersimpuh, kemudian bersujud dilantai dasar. “Saya terlalu berani, Huang Shang (sapaan untuk seorang kaisar). Namun, ini demi kepulihan Pangeran Zhao. Tepat ditengah malam nanti, saya yakin, Pangeran akan bangun kembali. Jika sampai terlambat satu detik saja, nyawa Pangeran benar-benar tak lagi bisa tertolong. Huang Shang, tolong, beri ijin.” Kembali Wang Shen menempelkan kening di lantai.
Kaisar Zhao Chuan menghela nafas, dia beranjak dari kursi kerajaan. Seorang kasim membantunya, menuntun tangan kirinya untuk turun dari beberapa undakan kecil.
“Bangun.” Perintahnya saat jarak antara Wang Shen dan dirinya tak begitu jauh.
Patuh, Wang Shen mengangkat kepala, sedikit mendongak agar bisa bertatapan dengan kaisar. “Terima kasih, Huang Shang.”
“Siapa kau? Kenapa berani memintaku mengijinkan bertemu dengan Putra mahkota?”
Kasim mendekat, sedikit membungkukkan badan. “Dia adalah Wang Shen dari Sichuan. Kesehariannya hanya juru masak, tapi … dia dikenal sebagai tetua yang bisa menyembuhkan luka dalam.” Jelas kasim dengan sedikit berbisik.
Kedua mata kaisar Zhao menyipit, semakin memperhatikan wajah Wang Shen yang kini menunduk. Ada pikiran lega mendengar penjelasan itu, terlebih Wang Shen datang dengan sendirinya, tanpa dia harus mengundang. Bukankah lelaki ini sudah mendapatkan petunjuk sendiri?
“Biarkan dia bertemu dengan Pangeran.”
**
Dengan dikawal oleh beberapa pengawal, Wang Shen melangkah menuju Wangzi de fangjian (kamar utama Pangeran). Sedangkan sang Kaisar mengikutinya dari belakang. Semua pelayan dan pengawal menunduk dengan hormat ketika kaisar berjalan melewati mereka.
“Beri hormat pada kaisar!” seru kasim ketika mereka sampai didepan pintu Wangzi de fangjian.
Setelah kedua pengawal yang menjaga pintu utama memberi hormat, salah satunya mulai berdiri, lalu membukakan pintu dengan lebar. Kaisar melangkah masuk setlah kasim lebih dulu masuk. Lalu di susul oleh Wang Shen dan beberapa pelayan yang lain. Sigap seorang pelayan menyiapkan kursi tepat disamping ranjang Pangeran.
Kaisar Zhao memandangi wajah pucat anak kesayangannya dengan begitu iba. Tampan, wajahnya putih bersih, kedua alis yang tebal dan terbentuk begitu indah, membuat gadis mana pun bersedia melakukan apa saja untuk bisa dekat dengannya.
“Silakan, Huang Shang.” Kasim mempersilakan kaisar untuk segera duduk.
Pelan, kaisar mendudukkan panttat di kursi bulat itu. Menatap Wang Shen yang masih berdiri sedikit jauh dari ranjang. “Mulailah.”
Wang Shen membungkukkan kepalanya. Detik kemudian dia mulai melangkah mendekat. Dengan bersimpuh, ia meraih pergelangan tangan Pangeran Zhao Gantang. Meraba dibagian nadi, diam untuk sesaat. Lalu mengambalikan tangan itu ditempat semula.
Kembali ia membungkuk sebelum mengatakan yang ia tau. “Nadi Pangeran melemah, Huang Shang. Apa boleh, saya memasukkan sedikit kekuatan ke tubuh Pangeran Zhao?”
Kaisar terdiam sesaat, melirik anaknya yang memang terlihat pucat, seperti tak ada darah yang mengalir disana. “Lakukan jika itu tak membahayakan putraku. Tapi, ingat, jika sampai putraku dalam bahaya. Nyawamu dan seluruh keluargamu ada di tanganku.”
“Baik, Huang Shang.”
Kaisar sedikit menoleh, menatap beberapa pelayan dan pengawalnya. “Keluar.” Perintahnya pelan.
Semua membungkuk, lalu melangkah mundur, setelahnya keluara dari kamar Pangeran Zhao. Kini hanya menyisakan Wang Shen dan sang kaisar yang tentu tak mau jika sampai ada yang melukai putra mahkota.
“Maaf sebelumnya, yang mulia.” Bisik Wang Shen sebelum dia menarik tubuh Pangeran Zhao, mendudukkannya dengan kedua tangan menengadah di kedua lulut yang bersila.
Wang Shen mulai duduk bersila di belakang Pangeran Zhao. Memejamkan mata, diam dengan kedua tangan yang menengadah dengan tegap. Menaikkan kedua telapak tangan. Lalu membaliknya, menggerakkan tangan itu turun perlahan tepat didepan d**a, selanjutnya ia menekan kedua tangan itu tepat di punggung Pangeran Zhao. Sebuah cahaya putih ke kuningan terlihat jalas dari celah kedua tangan Wang Shen. Semua menandakan jika memang Wang Shen ini bukanlah orang biasa.
Kaisar diam, memperhatikan apa yang akan terjadi setelah ini. Hanya berharap jika memang putranya akan tetap bertahan untuk istananya.
“Eeggh ….” Pangeran Zhao muntah darah, setelahnya ia ambruk kebelakang.
Dengan cepat Wang Shen menangkap tubuh Pangeran. Dia sendiri terlihat lemas setelah mengeluarkan racun dari tubuh Pangeran Zhao.
“Gantang,” seru kaisar. Ia beranjak, menatap putranya dengan begitu khawatir. Membiarkan Wang Shen menidurkan Pangeran Zhao kembali. “Apa yang terjadi?”
“Saya berhasil mengeluarkan racun dari tubuh Pangeran. Racun ini sangat unik, Huang Shang. Jadi, setelah racun keluar, jiwa Pangeran Zhao akan terperangkap di alam yang lain. Ini adalah racun dari tanaman aconite yang di padu dengan tanaman lopseed dan beberapa ramuan lain. Seharusnya, ketika Pangeran terkena pisau yang sudah diracuni itu, dia langsung meninggal. Tapi karna ada ramuan lainnya yang justru membuat jiwanya terperangkap dalam dimensi lain, dia masih bertahan. Membuat pembuluh darahnya tidak lancar dan denyut nadinya hanya melemah saja.” Terang Wang Shen. Dia kembali meraih pergelangan tangan Pangeran Zhao, memeriksa kembali denyut nadi setelah Zhao Gantang memutahkan darah.
“Hah?!” wajah terkejut dengan kedua mata yang melotot membuat kaisar menarik bahunya cepat.
“Ada apa? Kali ini apa yang terjadi?” tanya kaisar dengan sangat khawatir dan penasaran.
Wang Shen menelan ludah dengan begitu kesusahan, tatapannya tak beralih dari wajah Gantang yang semakin memucat. “De—denyut nadinya hilang.”
Plaak!
Tangan besar kaisar mendarat dengan begitu kejam ke kepala Wang Shen. “Pengawal! Bawa orang tua ini ke penjara bawah tanah!” teriak kaisar dengan lantang penuh murka.
Braak!
Pintu rumah Pangeran Zhao terbuka lebar, para pengawal segera masuk, menyeret Wang Shen keluar. Kini kaisar terduduk di tepi ranjang, meraih tangan anaknya dengan tatapan yang begitu menyedihkan.
“Tang’er, apa kau ingin pergi menyusul ibumu?” ia membuang nafas panjang.
Ingatan permaisuri yang cantik jelita dengan tubuh kecil mungil itu masih sangat jelas terlintas. Permaisuri dan selirnya sampai cemburu setiap kali melihatnya yang memperlakukan selir Yu Ran dengan begitu sepesial. Ah, cinta. Mungkin itu penyebabnya, hingga membuat beberapa wanita iri pada Yu Ran. Tertekan, membuat Yu Ran tak bisa bertahan dengan kondisi sakit seusai melahirkan.
“Jika memang ini yang terbaik, pergilah dengan tenang. Ayah akan ikhlas.” Kaisar Zhao menggenggam erat tangan Gantang. Setelahnya, ia kembali meletakkan tangan itu diatas perut. Karna tak tahan melihat anaknya yang seperti ini, ia segera berbalik. Melangkah keluar dari Wangzi de fangjian.
“Ayo ke kuil.” Ajaknya pada kasim yang selalu mengikuti, kemana pun ia pergi.
“Baik, Huang Shang.”
Kaisar menoleh sebentar, menatap Gantag yang tetap diam tanpa pergerakan. “Jaga Tang’er.” Pesannya pada pelayan dan kedua penjaga yang selalu berjaga didepan pintu Wangzi de fangjian.
“Siap, laksanakan perintah, Huang Shang.” Jawab mereka dengan bersamaan.
Melihat pemimpinnya melangkah menjauh, pelayan mulai membersihkan kamar. Mengelap tangan dan wajah Pangeran zhao yang tadi sempat muntah darah.
“Eeggh ….”
Seorang pelayan yang kesehariannya merawat tubuh Pangeran Zhao terlonjak. Kedua mata membulat menatap pergerakan bibir Pangeran dengan hembusan nafas kasar di mulut.
“Eeggh ….” Kembali Pangeran Gantang melengkuh pelan. Perlahan, ia mulai membuka mata.
“Pangeran Gantang bangun.” Gumamnya lirih. Segra ia menoleh, menatap kearah pintu yang masih sedikit terbuka. “Pangeran Gantang bangun! Beritahu kaisar, pangeran Zhao Gantang bangun!”
Gantang mengerjab beberapa kali, pandangannya masih samar. Satu tangannya bergerak, meraba bagian perut yang terasa nyeri dan perih.
“Yang mulia, bagaimana perasaan anda sekarang? Ada yang anda butuhkan?” tanya pelayan Wu Weiwie.
Gantang tetap diam, semua yang ia dengar terasa sangat asing. Kini ia menyipit saat sudah bisa melihat sekelilingnya dengan jelas. Wajahnya jelas terlihat bingung, terlebih dengan wanita yang kini berlutut disamping tempat tidurnya.
“Aaggh,” serunya saat berusaha bangun, tapi di bagian perutnya masih terasa amat sakit.
“Yang mulia, biar saya bantu.” Dengan lembut Wu weiwei membantu Gantang untuk bangun, lalu duduk di tepi tempat tidur.
Gantang celikukan, menatap semua yang benar-benar tak ia kenali. “Ini gue dimana?” tanyanya lirih, tapi tetap mampu didengar oleh Weiwei.
“Hah, apa? Yang mulia … uumm,” Weiwei diam, menunduk, memahami apa yang baru saja di ucapkan oleh Pangeran Zhao.
Gantang menatap baju berwarna putih yang nempel ditubuh, lalu celana warna hitam yang kainnya begitu lembut, tapi terlihat sangat norak. “Heh, lo siapa? Kenapa gue bisa ada disini?”
“Yang mulia,” seru Weiwei yang merasa aneh dengan sikap pangerannya.
“Hape,” Gantang meraba kedua kaki. Ia masih ingat, saat keluar dari rumah, sempat menyimpan ponselnya di saku calana. “Hape gue mana?” tanyanya pada Weiwei.
“Yang mulia, anda bicara apa?”
“Kaisar Zhao tiba!”
Peringatan yang terdengar begitu asing membuat Gantang menatap kearah pintu. Keningnya berlipat melihat pelayan Weiwei bersujud saat kaisar masuk ke rumah yang ia huni.
“Tang’er,” seru kaisar Zhao dengan begitu bahagia. Dengan cepat kaisar memeluk tubuhnya. Mengelus punggungnya dengan begitu bahagia. “Tang’er, akhirnya kau bangun. Jangan tinggalkan ayah.”
Kedua mata Gantang makin melotot. “Siapa Tang’er? Gue Gantan. Gue Gantan, gue bukan orang yang lo sebut tadi. Lo salah orang!” mendorong tubuh kaisar Zhao dengan sisa kekuatannya, membuat pelukan Kaisar terlepas.
Kaisar menatap wajah anaknya dengan begitu khawatir. “Tang’er, apa yang terjadi?”
Gantang menggeleng, menatap semua orang yang kini menatapnya dengan aneh. “Gue Gantan Riyadi. Gue bukan ….”
“Kau Zhao Gan Tang. Putra tunggalku, putra mahkota di istana Yongheng. Anak dari Zhao Chuan, anak kandungku.” Tutur kaisar Zhao dengan sangat yakin.
“Hah?!” wajah bingung, terkejut, dan … cengo terlihat di wajah Gantan. “Bapak sama ibuk namanya Sarmi dan Rohmadi. Bukan elo.”
Kaisar mengalihkan tatapan, dia mulai diam untuk berfikir. “Kasim, cepat panggil Wang Shen kesini.”