Sesampainya di rumah, Arum mencari Bagas. Ia telah mengunci semua pintu yang memungkinkan suara bisa keluar melalui udara yang bergerak. Ia ingin memuntahkan seluruh rasa muaknya. Ia ingin mencecar Bagas dengan banyak pertanyaan. Ia sudah hilang kendali dan sangat marah.
"Mas Bagas!!! " Panggil Arum lantang tidak menggunakan panggilan Abi lagi seperti biasanya.
"Mas Bagas!! "
"Mas Bagas!! "
Orang yang dipanggil namanya tak kunjung menjawab hingga Arum menjumpai lelaki itu sedang di dapur mengambil air yang sudah mendidih untuk dijadikan kopi.
Arum mundur beberapa langkah, ia sejenak menjaga jarak.
Hingga Bagas usai dari aktivitasnya.
Bagas keluar dari dapur menuju ruang makan.
Arum mengambil toples kaca yang tergeletak di meja kemudian melemparkan toples tersebut ke arah Bagas. Hingga saat toples tersebut bersekutu dengan lantai suaranya demikian membuat riuh penduduk bumi.
Arum sudah tidak bisa menghormati Bagas lagi, kata menghormati suami dalam agamanya adalah selama suami tidak melakukan sesuatu yang dilarang agama. Arum marah, ia tidak suka dengan kelakuan Bagas.
Tidak sampai disitu saja, Arum malah melemparkan piring-piring yang terbuat dari 'seng' hingga suaranya riuh.
Bagas terkejut, ia tidak pernah membayangkan bahwa Arum akan bertindak seperti itu.
Arum yang penurut dan baik hati, rasanya tidak mungkin ia melakukan hal sekasar itu. Tapi hari ini dihadapannya Arum berbuat hal sejahat itu.
Arum melotot, pandangannya berkilat-kilat, ia ingin menerkam Bagas.
"Um, kamu kenapa? "
"Apa? kamu bilang aku kenapa? Kamu sehat? "
"Maksudku, semua bisa kita bicarakan baik-baik. Seperti biasa. "
"Masalahnya kelakuanmu sudah tidak seperti biasa. Aku benci padamu !!!"
"Aku benci seorang pezina!!! "
"Aku benci pecundang seperti kamu!!" Jemari telunjuknya mengarah pada Bagas, ia luar biasa tidak mampu mengendalikan dirinya kali ini. Lengan kanannya memukul-mukul meja, hingga menimbulkan suara keras.
Terdengar suara mobil masuk ke halaman rumah. Pasti Azzam yang datang, Azzam tadi memberi kabar akan datang agak siang untuk mengajak Arum berbincang. Anak-anak Arum yang lain sudah terlebih dahulu dikondisikan untuk bermain di rumah bu RT.
Nampak Azzam masuk bersama Era, ia tadi menjemput Era terlebih dahulu.
Azzam terkejut melihat ruang makan yang berantakan juga umminya yang sedang menangis. Di depan umminya sedang duduk sang abi sambil menundukkan kepala.
"Ada apa ini? " Tanya Azzam
Ada Era yang sedang berdiri di ujung pintu kamarnya.
"Ummi... Ada apa? "
Arum hanya diam tanpa suara, hatinya tak karuan. Ia tidak tahu harus bicara apa.
Hingga tiba-tiba Arum berkata.
"Ceraikan aku! "
Bagas memandang Arum, ada rasa tak percaya di matanya, Arum akan meminta hal itu padanya.
"Maksudmu? "
"Ceraikan aku, b******k!!! " Hardik Arum pada lelaki yang telah hidup bersamanya puluhan tahun.
Azzam bingung melihat ke dua orang tuanya bertengkar begitu rupa. Lebih heran lagi saat ia melihat umminya semarah ini, sebuas ini.
Pikirannya bertanya-tanya, menerka-nerka, mencoba membaca keadaan.
"Ummi, sabar... Ada apa sebenarnya? "
Tanya Azzam sambil membelai tangan Umminya.
Arum hanya diam namun matanya terus menatap pada lelaki di hadapannya.
"Ceraikan aku dasar b******k! "
"Azzam tenangkan ummi mu, dia sedang gusar. " Suara Bagas pada Azzam. Kalimat Bagas barusan bukannya menenangkan namun justru membuat Arum makin gila saja.
"Tidak usah ditenangkan, aku hanya ingin kamu menceraikan aku !" Hardik Arum pada Bagas, sambil mendekat dan menarik baju yang Bagas kenakan. Di tangan Arum kini menggantung sebuah garpu yang siap melukai wajah Bagas.
Bagas kaget, Azzam dan Era juga merasakan kaget yang sama. Azzam mendekat berusaha melerai, namun Arum demikian kuat mencengkram Bagas.
"Azzam, jangan halangi Ummimu ini, lelaki ini lelaki hina, ia layak mati. Dia telah berkencan dengan gadis berseragam SMA, seusia Era. Berpelukan, berciuman di tempat umum. Menjijikkan! " Arum memberikan penjelasan.
Azzam melotot, ia tidak menyangka akan apa yang diucapkan umminya.
"Jadi... Abi??? " Azzam memekik, suaranya tertahan. Jijik sekali rasanya.
Azzam mendorong Abinya hingga terpental, ia tahu ini dosa tapi ia sungguh-sungguh hilang akal. Lelaki yang ia sebut Abi bukan hanya menghamili Era tapi juga berbuat m***m pada wanita lain di luar sana. Baku hantampun terjadi antara bapak dan anak. Keduanya saling menyerang. Situasinya begitu kacau, pipi Bagas pun lebab dihantam Azzam.
Era memapah tubuh Arum untuk beristirahat di kamarnya.
Adik-adik Bagas pun masuk rumah, berceloteh tanpa tahu keadaan yang sebenarnya.
Azzam masih juga mencengkram leher Abinya di dalam kamar.
"Kamu sudah menghamili Era masih juga bermain m***m dengan lainnya!!!"
"Abi tidak menghamili Era. Dia sudah hamil sebelum datang ke rumah ini !!"
"b******n!! " Azzam marah, jemarinya memvuat tanda di pipi lelaki paruh baya yang mestinya ia beri cinta.
Hati Azzam bukan hanya berdarah tapi juga porak poranda...
Derita menikam jiwa saat tahu lelaki yang akan ia bawa menuju surga tak lebih dari sampah di mata Tuhannya.
Azzam mendorong tubuh lelaki itu dengan keras kemudian pergi meninggalkan Abinya seorang diri. Melihat ummi tercintanya terbaring lemah..
Azzam menarik nafas panjang, bongkahan luka yang ia simpan telah membuat timbunan luka itu kini terasa kian menyakitkan.
Azzam bingung, takdir Tuhankah bila akhirnya keluarganya menjadi berantakan?
Bila nanti abi dan umminya bercerai, dimana adik-adik kecilnya akan bersandar?
Azzam gelisah, gelisah luar biasa.
Air matanya menganak sungai.