Wanita itu kian lemah, dengan selang infus dan ventilator di tubuhnya. Nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia seperti tertimpa kesulitan yang luar biasa. Ia seperti tidak punya tenaga bahkan untuk sekedar menarik nafasnya. Hendrik sebagai suami panik, ia mencoba menghubungi dokter, ia protes pada kerja petugas medis yang dinilai lamban. Padahal sejatinya bukan itu. Petugas medis sudah berlaku luar biasa sigap namun memang begitulah keadaannya. Di detik-detik terakhir itu Hendrik memilih pasrah. Menempelkan dua pergelangan tangannya pada kaca pembatas kemudian menempelkan wajah dan tatapannya di sana juga. Hendrik tidak lagi menuntut petugas medis untuk melakukan sesuatu. Hendrik hanya diam sambil bibirnya tak henti menyebut nama Allah. Ia bahkan melihat detik-detik nafas itu keluar dari tubu