Perbincangan kakak dan adik

1408 Words
Atthy tegas menghardik Ay tapi dengan lembut dia membelai kepala Ay. Atthy mengingatkan Ay karena sebagai bangsawan, meski tidak mendapatkan pendidikan secara formal tapi tetap tidak menutupi fakta bahwa mereka diajarkan dengan baik dan benar oleh kedua orang tuanya. Menjaga santun ucapan supaya kata-kata kasar yang tidak pantas, tidak sampai terucap, setidaknya itulah yang di ajarkan Ash dan Laura ibunya yang seorang guru etiquette. Meski pun pada prakteknya bahkan Ash sendiri masih lalai menerapkannya apa lagi Rowtag. Tapi, masalahnya bukan hanya itu, kata-kata kasar merendahkan yang ditunjukkan pada bangsawan kelas tinggi, apa lagi bangsawan yang termasuk dalam kerabat kerajaan bisa di kenai hukuman berat jika ada petugas berwenang yang mendengarnya. ''Maaf, tapi tolong maklumi...'' jawab Ay sambil tersengih pada kakaknya, ''Aku kesal kak, sudah jelas kita menolaknya. Tapi kenapa dia tetap mengirim utusan untuk menjemputmu?!'' seru Ay menjawab Atthy dengan ekspresi seriusnya. ''Kau mencemaskanku?'' tanya Atthy dengan ekspresi menggoda. ''Kakak serius menayakannya?!'' sahut Ay dengan nada kesal di tanggapi anggukkan Atthy dengan ekspresi setengah meledek, ''Athaleyah Galina adalah kakakku, bagaimana mungkin aku, Aydan Galina, adikmu ini tidak mencemaskannya?!'' ''Hehehe...'' tersengeh Atthy sambil menggosok hidungnya yang tidak gatal mendengar pernyataan tegas Ay yang kesal dengan tingkah sok dewasa Atthy, ''Aku tahu, kalian semua amat menyayangiku, aku mengerti...'' ''Makanya jangan tertawa seolah tidak ada apa-apa!'' sahut Ay ketus, dia masih kesal dengan Atthy tapi tetap menanggapi kakaknya dengan kasih sayang, ''Kenapa sikap kakak sama seperti kakek? Yang selalu saja bersikap santai hampir di setiap situasi...'' Ay menjeda ucapannya sesaat dengan ekspresi tampak memelas, lalu kembali melanjutkann ucapannya dengan serius, ''Aku sangat cemas, kita hanya seorang keluarga bangsawan rendah yang bahkan tidak di kenal di kalangan para aristokrat. Bagaimana kita bisa menghadapi seorang Grand Duke dengan kekuasaan besar yang juga di dukung oleh pihak kerajaan?!'' ''Lalu, siapa yang dengan lantang bilang 'tidak akan peduli dengan kedudukannya walau dia seorang Grand Duke sekali pun'...'' sahut Atthy menanggapi Ay dengan setengah bercanda menggoda adiknya, ''Bukankah itu adalah adik kecilku yang manis yang akan melindungi kakaknya dari pernikahan dengan seorang bandot tua yang sudah bau tanah...'' tambah Atthy sambil terkekeh melihat wajah Ay yang tersipu tapi tetap melotot melirik Atthy yang sedang menggodanya. ''Itu karena aku emosi saat itu...'' jawab Ay sambil menggosok hidungnya dengan telinga memerah karena tersipu malu, ''Dan, perhatikan kata-katamu, itu kasar!'' tambah Ay membalas peringatan kakaknya tadi. Atthy masih bersikap santai dia tersenyum menanggapi Ay. ''Lalu, bagaimana sekarang?!'' seru Atthy bertanya, dia masih mencoba menguji adiknya. ''Aku masih tidak akan merelakanmu!'' sahut Ay tegas, ''Tapi, aku juga tidak bodoh dengan berlagak sok tangguh...'' tambah Ay melembutkan nada suaranya, ''Aku juga punya rasa takut kak, konsekuensi menentang seorang bangsawan tinggi berkekuasaan besar... Itu satu dan lain hal tentang berani dan nekat. Terlalu beresiko... aku tahu Kakek masih gagah tapi tidak menutup fakta jika dia juga sudah tidak lagi muda... Gafy, kita semua tahu jika dia juga berusaha dengan caranya sendiri agar tidak lebih merepotkan keluarganya meski dengan tubuhnya yang lemah. Dimi, dia hanya tahu bermain, masih bocah bau kencur... Apa kita sanggup menghadapinya, Grand Duke yang disegani bahkan oleh keluarga kerajaan?'' Ay menjawab Atthy dengan penjelasan panjang sambil memasang ekspresi serius di wajahnya. Tapi satu hal tidak luput dari perhatian Atthy saat itu. Walau Ay berkata kalau dia takut, tapi sorot matanya tetap tajam. Sorot mata Ay seolah mengatakan kalau dia siap dengan apa pun dan tidak akan menyesalinya. ''Kau sudah dewasa Ay, aku tahu kau sangat menyayangiku. Tapi ingat Ay, emosi tidak akan menyelesaikan masalah... Ay, jika nanti situasi ada di luar kendali, kau harus tetap tenang dan pikirkan beban tanggung jawabmu sebagai seorang pria dalam keluarga!'' seru Atthy dengan wajah bangga memuji Ay tulus dari hatinya, ''Ay, anggap saja ini keberuntungan, mungkin dengan aku menjadi istri bandot tua itu, kehidupan Gafy dan Dimi bisa jadi lebih baik...'' ''KAKAK!!!'' seru Ay menghardik dengan mata melotot. Atthy tersenyum melihat kemarahan terpancar dari bola mata hijau adik lelakinya. Atthy mengangguk kecil, dengan matanya dia menyatakan permintaan maafnya pada Ay meski tidak terucap. ''Kau khawatir?!'' sahut Atthy dengan wajah tersenyum menanggapi emosi Aydan. ''Haruskah kau tanyakan itu lagi?!'' seru Ay menyahut dengan ekspresi marah. HEHEHE... Atthy terkekeh menikmati perbincangan mereka dari hati ke hati, Atthy sangat tahu betapa Ay peduli terhadap dirinya. ''Menikah dengan seorang tua mungkin terdengar buruk...'' ''Apa kakak bodoh?!'' sahut Ay menyela kakaknya dengan sangat kesal, ''Bukan mungkin, tapi sangat buruk!'' ''Iya, iya, baiklah... sangat buruk, puas?!'' Ay mengangguk menanggapi kakaknya yang masih dengan gaya santainya menjawab keluh kesahnya. ''Kesampingkan dulu sisi negatif dari permasalahan ini... bagaimana jika kita pikirkan dulu dampak positifnya?!'' Ay mengernyitkan dahi menanggapi ucapan kakaknya yang jelas memperlihatkan kalau Atthy sedang membujuk. ''Ay, mungkin pada generasi ayah, dia gagal memperbaiki kedudukan kita sebagai seorang bangsawan... Tapi aku berharap, dengan aku menyetujui pernikahan ini, maka Dimi bisa menikmati pendidikan di akademi seperti ayah. Dan juga, aku berharap supaya Gafy bisa segera melakukan segala keinginannya untuk bisa melihat luasnya dunia...'' ujar Atthy, sembari kembali melihat ke atas langit. Ay ingin menyela ucapan Atthy tapi dia bisa memahami apa yang membuat kakaknya berpikir seperti itu. Dan, saat ini Ay tidak punya kemampuan untuk berbuat lebih karena dia masih anak-anak. ''Maafkan aku Ay, aku tahu kemampuanmu, kau sangat pintar dan berbakat. Tapi, sayang... Keadaan kita tidak memungkinkanmu untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak di akademi,'' ujar Atthy melanjutkan lagi dengan ekspresi kecewa dan penuh penyesalan. ''Kak, aku tahu, seperti ayah dan kakek, kakak juga bekerja keras untuk kami. Aku memang sedih tidak bisa mengenyang pendidikan formal. Tapi sama seperti kakak, aku juga akan berusaha agar Damian tidak berakhir seperti ku...'' jawab Ay bersemangat, dia tidak mau melihat Atthy bersedih hati, ''Jadi, tolong... lupakan pikiranmu untuk menikahi prang tua itu kalau itu hanya untuk hal sepele seperti itu...'' ''Pendidikan untuk Dimi, kehidupan lebih baik untuk Gaff, itu bukan sepele...'' sahut atthy dengan ekspresi serius. ''Itu sepele kak... terlalu mahal jika masa depanmu yang jadi bayarannya!'' seru Ay tak kalah serius. Ay dengan tegas memberikan pendapatnya. kali ini dia dengan lantang memberi tahu Atthy kalau pemikirannya untuk mengorbankan dirinya, sangat salah. ''Kakak tidak mempercayaiku?!'' ''Ay...'' panggil Atthy dengan wajah memelas menanggapi ucapan Aydan. ''Kalau begitu, bersabarlah... tunggu... aku... tidak... kita semua... akan bersama-sama berusaha. Masih ada tiga tahun lagi sampai Dimi bisa mengikuti ujian masuk ke akademi kerajaan...'' ''Eum...'' angguk Atthy tersenyum, dia tahu adiknya dengan tulus berusaha menghiburnya, dia menginginkan yang terbaik untuk kakak perempuannya, ''Masih tiga tahun lagi sampai dia bisa masuk ke akademi, kita berusaha sama-sama...'' ''Ya, setidaknya gelar yang di miliki kakek tidak hanya berakhir di atas kertas saja. Aku harap Dimi bisa mewujudkannya,'' ujar Ay sambil terus menatap langit malam. ''Semoga saja,'' jawab Atthy dengan senyum merekah di bibirnya. Ay lima tahun lebih muda dari Atthy, dia juga yang paling dekat dan memahami Atthy. Ay memang baru berusia tiga belas tahun, tapi dengan didikan dari Rowtag dan Ash dia jadi remaja tangguh yang cerdas. Tahun depan, dia berencana menjalani pelatihan militer untuk menjadi prajurit. Biasanya remaja yang ingin jadi prajurit akan mendaftarkan diri ketika mereka berusia minimal dua belas tahun. Tapi, Ay gagal tahun kemarin karena tiba-tiba Gafy koleps. Walau hanya bangsawan miskin, tapi gelar yang di miliki kakeknya akan menuntunnya menjadi seorang ksatria dan bukan prajurit biasa dari golongan rakyat jelata. ***** Akhirnya, hari yang di khawatirkan oleh keluarga Rowtag tiba. Hari yang seminggu lebih cepat dari perkiraan kedatangan mereka. Baru tiga hari yang lalu mereka membicarakan masalah ini. Tapi tiba-tiba mereka datang di depan rumah mereka, membuat Rowtag dan keluarganya jadi semakin yakin bahwa ada plot tersembunyi yang di rencanakan dari lamaran ini. Hanya saja Rowtag tidak habis pikir, apa yang bisa mereka dapatkan dari keluarga Rowtag dengan melakukan semua ini, tentu saja sangat tidak masuk akal jika di tilik aspek mana pun menurut mereka. Rombongan utusan iringan calon mempelai wanita telah tiba dengan sebuah kereta kuda dan beberapa ksatria berkuda datang pagi itu ke kediaman Rowtag. Seorang pria dengan setelan paling rapi dan berkelas di antara semua rombongan turun dari kuda dan segera memberi salam pada Rowtag dan Ash. ''Selamat pagi Baron Galina, aku Billy Kutcher utusan Tuanku Grand Duke Griffith... Kami akan membawa putrimu ke Alpen sekarang!'' sapa kepala rombongan utusan yang hadir saat itu. Kepala utusan yang datang memang mengucapkan salam terlebih dulu pada Rowtag dan Ash tapi kesombongan terlihat jelas dari sorot mata dan gaya bicaranya. Ash sudah merasa tidak suka dengan salam pertama yang di berikan oleh pemimpin rombongan, dia merendahkan keluarganya dengan nada bicaranya yang sama sekali tidak menghormati Rowtag yang berstatus jauh lebih tinggi dari padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD