Mayang menyurukkan ponsel Sekar ke dalam tasnya. Ia tak akan diam saja. Ia akan membuat perhitungan pada dua manusia yang sudah menyakitinya itu. Sekar adalah sahabatnya sendiri, mereka sudah berteman sejak SMA.
Sementara Bayu adalah pacar pertamanya. Bayu adalah pria yang pertama kali mencium dan memeluknya. Dan Mayang selalu ingin Bayu menjadi pria yang pertama kali tidur dengannya. Ia sudah membayangkan pernikahan dengan Bayu. Bahkan, Bayu sudah sangat dekat dengan Damar!
"Kenapa mereka tega sama gue?" Mayang membatin dan hampir menangis. Ia merasa setengah mati bersalah atas pernikahannya dengan Ivan. Ia merasa sudah mengkhianati cintanya dengan Bayu. Namun ternyata, justru Bayu yang lebih dulu berkhianat.
"Beb! Lo kok masih di sini?"
Mayang menoleh ketika ia tiba-tiba merasakan ada seseorang yang bergabung dengannya di kursi. Ia mengusap pipinya yang basah cepat-cepat.
"Kok lo nangis sih, Beb?" tanya Bayu dengan nada penasaran. Tanpa rasa berdosa, Bayu pun merangkul Mayang. "Lo cerita sama gue kalau ada masalah."
"Nggak ada kok. Gue cuma kepikiran sama kakak gue," kata Mayang berbohong. Tadinya ia sangat ingin marah pada Bayu, ia juga jijik jika ingat Bayu sudah tidur dengan Sekar. Namun, bibirnya justru kelu.
"Gue belum jadi jenguk kakak lo. Gimana kondisinya?" tanya Bayu lagi.
"Dia masih kritis," jawab Mayang. Seketika ia punya gagasan. Ia akan melihat seberapa besar sisa cinta Bayu untuknya. "Kita bisa pulang bareng nanti? Gue ajak lo ke rumah sakit."
"Lo 'kan pulang jam tengah dua, Beb. Gue pulang jam sebelas."
"Iya, lo jemput gue nanti. Bisa?" tanya Mayang dengan maksud mengetes.
"Sorry, Beb. Gue banyak tugas. Ini aja numpuk belum selesai," kata Bayu beralasan. Padahal, itu karena ia sudah janjian akan pulang bersama dengan Sekar. "Besok aja, Beb. Jam pulang kita sama."
"Oke deh. Ya udah, gue ke kelas dulu." Mayang sontak berdiri. Ia akan melihat siang nanti apakah benar Bayu pulang sendiri atau bersama Sekar. Jika benar Bayu bersama Sekar, maka ia akan mengakhiri semuanya.
"Oke, Beb! Telepon gue nanti."
Mayang melempar senyum tipis sebelum akhirnya membalik badan menuju gedung kampus. Kedua tangan Mayang terkepal. Ia sangat ingin menghabiskan waktu bersama Bayu, bercerita tentang semua kesedihannya saat ini. Namun, Bayu justru berselingkuh!
Mayang tak bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran pagi itu. Ia beruntung dosen siang membatalkan pelajaran di kelas dan hanya mengirimkan tugas. Mayang bisa pulang lebih cepat dan bisa mengintai apa yang dilakukan Bayu.
"Gue nggak bakal maafin kalian kalau bener kalian ada main di belakang gue!" Mayang mengumpat keras-keras dalam hati. Ia menyeruak di antara teman-teman mahasiswa lalu berdiri tak jauh dari parkiran tempat biasanya Bayu memarkir motor besarnya. Ia menunggu beberapa menit dan menahan panas matahari di sana.
Hingga akhirnya, mata Mayang terpaku pada kedua orang yang tak asing baginya. Bayu dengan santainya merangkul pinggang Sekar. Keduanya tertawa sembari bercakap-cakap.
"Bisa-bisanya mereka ketawa," gumam Mayang.
Mayang terus mengintip mereka berdua dengan menahan rasa sakit di hatinya. Apalagi ketika Bayu dengan lembut memasangkan helm ke kepala Sekar. Bayu bahkan tidak pernah melakukan itu lagi padanya! Lalu mereka kembali tertawa, entah apa yang mereka bicarakan. Tak lama, Sekar pun duduk di jok belakang motor Bayu dan memeluk erat pinggang Bayu. Tubuh mereka menempel lekat.
"Sial!" Mayang hanya bisa mengumpat begitu motor Bayu memelesat cepat meninggalkan parkiran kampus.
Mayang berjalan lunglai menuju motornya yang terparkir di sini sejak kemarin. Ia menatap motor bututnya yang sangat jelek itu dan ia merasa hidupnya semakin hancur saja. Damar kecelakaan dan koma, Bayu selingkuh dengan sahabatnya sendiri dan kini ia harus terikat kontrak dengan pria semesum Ivan.
Mayang benar-benar ingin kabur dari semuanya. Ia mengusap wajahnya yang basah lalu segera naik motor. Ia tahu, ia masih memiliki pekerjaan. Ia akan melabrak pasangan menjijikkan itu sore nanti. Ia akan mengembalikan ponsel Sekar lalu memutuskan pertemanan mereka. Ia juga akan memutuskan hubungannya dengan Bayu. Namun, ia takut jika ia harus mendengar alasan Bayu memilih Sekar. Jelas, ia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Sekar.
Motor Mayang pun berhenti di sebuah kedai rumah makan cepat saji. Ia biasanya bekerja selepas waktu Dzuhur hingga Maghrib. Dan kini, ia segera menunaikan ibadah sholat sebelum masuk ke sana dan berganti pakaian.
"Gue nggak boleh putus asa," batin Mayang ketika ia mulai bekerja sebagai pelayan. "Gue harus mikirin kakak gue dan kehidupan gue sendiri."
Siang itu, suasana di rumah makan berubah menjadi riuh. Mayang yang penasaran pun mendekati Sandra, temannya. "Ada apa sih?"
"Itu, ada mbak Reni yang datang sama suaminya," jawab Sandra sambil menahan senyumnya melebar.
"Reni siapa sih?" Mayang berjinjit untuk melihat siapa yang dimaksud oleh Sandra.
"Ih, lo nggak kenal Reni Puspita? Dia itu lho, artis lokal yang sekarang lagi naik daun. Konten kreator juga," sahut Sandra cepat.
"Oh, iya kayak pernah denger. Itu yang suaminya berondong itu ya?" tanya Mayang seraya menoleh pada Sandra. Temannya mengangguk.
"Ya, mereka beda 9 tahun. Suaminya, mas Jason, ganteng banget. Masih muda pula," kata Sandra dengan tatapan memuja.
"Jadi, ngapain mereka di sini?" tanya Mayang lagi.
"Buat promosi resto ini, bego!" Sandra dengan gemas mencubit pinggang Mayang dan tertawa.
Mayang ikut tertawa kecil. Ia sangat ketinggalan banyak hal karena ia hanya fokus pada pekerjaan dan kuliahnya. Barangkali, itu juga yang melatarbelakangi perselingkuhan Bayu. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya hingga jarang memiliki quality time dengan Bayu.
Mayang hampir kembali ke meja pemesanan, tetapi ia kemudian menatap Reni yang duduk di sebelah suaminya sambil menikmati beberapa menu di restoran ini. Kedua mata Mayang seketika menyipit.
"Kayaknya gue pernah liat wanita itu deh. Tapi di mana?" Mayang bergumam. Hingga tiba-tiba ia ingat foto besar di rumah Ivan. "Ya ampun, beneran nggak sih?"
"Lo ngomong apa, May?" tanya Sandra lagi.
"Itu ... mbak Reni, apa dia sebelumnya pernah nikah?" tanya Mayang.
Sandra mengangguk. "Mantan suaminya pengusaha kaya. Tapi dia lebih milih sama berondong ganteng tuh."
"Ya ampun," desis Mayang. Dunia begitu sempit. Setelah ia mengenal Ivan, kini ia justru bisa melihat mantan istri Ivan. Ternyata, mantan istri Ivan sangat cantik meskipun sudah berusia di atas 30 tahun. Pantas saja, Ivan ingin mendapatkan kembali Reni.
"Tapi dia ibu yang kejam," batin Mayang yang teringat begitu terlukanya Reva ketika membicarakan ibunya. "Seharusnya dia nggak pergi gitu aja dan bikin anaknya sedih. Sebenarnya, kenapa Om Ivan sama mbak Reni cerai? Kalau kayak gitu anak yang jadi korban."
Mayang berpikir kembali sembari menatap senyuman lebar di wajah cantik Reni. "Gue juga yang jadi korban. Gara-gara cerai sama lo, gue harus nikah sama Om Ivan. Dia nikah sama gue demi balikan lagi sama lo. Bego banget rencananya, sumpah!"
Mayang tak ingin menonton lagi. Lebih baik ia kembali bekerja lalu pulang. Ia juga harus bersiap-siap melabrak pasangan Bayu dan Sekar nanti.
***
Sementara itu di tempat lain, siang itu ketika Reva pulang sekolah, ia dijemput oleh Yanti, ibu dari Ivan. Yanti hendak membawa pulang Reva ke rumahnya karena ia baru saja memasak kue tart dan ia ingin cucunya makan bersamanya.
"Kamu pulang aja, Mer. Aku mau bawa Reva ke rumah. Nanti malam biar aku anter Reva pulang," kata Yanti pada Meri. "Kita makan di rumah ya, Va. Oma bikin cake kesukaan kamu nih."
"Oh, iya, Nyonya." Meri mengusap pipi Reva pelan. "Saya pulang duluan ya, Nona. Baik-baik di rumah oma."
"Ya!" Reva menggandeng tangan neneknya dengan ceria.
"Reva, kamu cantik banget hari ini," kata Yanti dengan nada senang. "Bibi Meri yang dandanin kamu? Apa malah papa?"
"Bukan, Oma. Tante Mayang yang buat rambut aku cantik," ujar Reva seraya menarik-narik ujung kepangnya.
"Hm? Mayang?" tanya Yanti yang tak mengenal siapa Mayang.
"Ya." Reva menjawab singkat.
Yanti mengernyit. Ia lalu membawa cucunya ke mobil. Seorang pria yang menjadi sopir pribadi Yanti dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Reva dan Yanti.
Yanti yang kini duduk dengan Reva pun kembali bertanya. "Siapa tante Mayang? Kok Oma nggak pernah denger namanya."
"Ehm, tante Mayang tinggal di rumah, Oma." Reva menjawab sembari memainkan boneka kecil yang ada di mobil.
"Apa pembantu baru? Apa baby sitter baru?" Yanti semakin penasaran.
"Tante Mayang bobo sama papa," celetuk Reva tiba-tiba.
"Apa? Kamu bilang apa tadi?" tanya Yanti terkejut.
Reva menatap Yanti dengan kedua mata bulat beningnya. "Tante Mayang bobo di kamar papa, Oma."
"Kamu yakin?" Yanti meraba dadanya. Ia tahu Ivan sudah menduda selama beberapa bulan, tetapi Ivan bukan pria yang akan membawa sembarang wanita pulang. "Kamu udah kenal sama tante Mayang itu?"
Reva mengangguk. "Aku juga bobo sama tante Mayang. Bertiga sama papa."
"Beneran? Kenapa?"
"Papa udah nikah sama tante Mayang makanya papa bobonya sama tante." Reva menjawab sesuai dengan apa yang ia dengar semalam.
Yanti ternganga sekarang. Pernikahan! Yah, ia tak tahu apakah Reva hanya berbohong, tetapi anak sekecil Reva tampaknya tak bisa berbohong. "Kamu yakin papa bilang kayak gitu?"
"Iya."
"Astaga, Ivan. Apa yang kamu lakukan?" batin Yanti. Ia mengusap kepala Reva dengan lembut. "Apa tante Mayang baik?"
Reva mengangkat bahunya. Ia tak tahu bagaimana menilai Mayang. "Dia bisa dandanin Reva kayak princess."
Yanti tertawa kecil. Ia terkesan. Reva bahkan sulit untuk dekat dengan Meri. Ia jadi penasaran siapa gerangan sosok Mayang ini. Dan ia akan menemuinya nanti malam. Atau sore saja. Ia akan mengantar Reva pulang lebih cepat nanti. Ia tak sabar untuk melihat wanita yang dinikahi oleh putranya.