Aplikasi Dating
"Binar, undangan dari Vanya Mami letakkan di atas meja di kamarmu!" Ucapan Embun membuat gadis yang ia lahirkan 25 tahun lalu itu menghentikan langkah.
"Vanya? Undangan apa?" tanya Binar. Vanya merupakan teman saat kuliahnya dulu. Semenjak wisuda, gadis itu pulang ke kampung halamannya yang ada di Sulawesi. Jadi, komunikasi keduanya terputus, terlebih Vanya mengatakan di tempatnya signal terasa susah karena masih masuk desa pelosok.
"Undangan pernikahanlah! Memangnya apalagi?" Embun geleng-geleng kepala. "Kau juga seharusnya sudah menyebar undangan seperti Vanya. Kalian waktu kuliah seangkatan, 'kan?"
Astaga, Binar hanya mampu mengelus d**a, meminta kepada diri sendiri untuk bersabar menghadapi maminya. Apa salahnya menjawab "Undangan pernikahan" saja tanpa embel-embel kalimat yang menyinggungnya di akhir?
"Kami memang seangkatan, Mi. Tapi mana mungkin pernikahan kami juga harus seangkatan. Memangnya gampang nyari calon suami?" balas Binar seraya pergi ke kamarnya. Kalau berlama-lama di sana, ia pasti akan mendengar ceramah maminya yang panjang lebar perihal umur dan sebagainya.
Sampai di kamar, Binar langsung memeriksa undangan yang dikatakan maminya. Nama Vanya tertulis di sana dengan ... Ferdi? Binar tertegun. Selama ini, dia hanya mengenal satu Ferdi. Tidak mungkin Ferdi yang sama, 'kan?
Ketika membuka lembaran undangan tersebut, Tenggorokan Binar rasanya mengering. Foto Vanya bersama calon suaminya tercetak di dalam sana. Namun, bukan itu yang membuat Binar kesulitan menelan ludah. Melainkan pria yang tersenyum bahagia seraya memeluk pinggang Vanya itu. Ferdi, pria yang dulu dikagumi Binar saat SMA.
Binar dan Ferdi memang tak memiliki kisah spesial. Hanya saja, nama itu kerap mengisi hari-hari Binar ketika SMA dulu. Ferdian Anugerah, kakak kelasnya yang sangat ia kagumi. Berawal dari Ferdi yang mengantarnya pulang karena Binar tak memiliki tumpangan sepulang sekolah. Dari sana, Binar mulai mengaguminya.
Namun, kala itu Ferdi terlihat cuek-cuek saja. Bahkan, dia seolah tak mengenal Binar ketika berpapasan. Akhirnya Binar memilih memendam kekagumannya, dalam artian mencintai dalam diam.
Setelah kelulusan Ferdi, Binar sempat kecewa dengan keadaan. Sebab dia tak bisa lagi memandang pria itu. Terlebih, Ferdi katanya melanjutkan pendidikannya di kota asal pria itu.
Ah, ternyata dunia sangat sempit. Lantas, Binar meraba dadanya sendiri. Detakan cepat dan menyenangkan untuk pria itu dulu, kini sudah tidak ada lagi. Hanya saja, aneh rasanya membayangkan jika dia bertemu dengan Ferdi nanti. Apalagi kenyataan kalau Ferdi akan menikahi temannya.
Binar mengubek-ubek tas, mencari keberadaan ponselnya. Ketika ketemu, ia lantas mencari kontak Kemilau, sahabatnya.
"Halo, Ke! Kau mendapatkan undangan dari Vanya juga?" tanya Binar langsung.
"Iya. Sama mantan cinta dalam diammu itu, 'kan?"
Binar mendengus mendengar jawaban Kemilau. "Sejak kapan Vanya kembali ke sini?"
"Sudah lama. Dua tahun yang lalu kayanya. Aku pernah bertemu di salah satu restoran waktu itu. Oh ya, kau benar-benar hanya ingin bertanya tentang Vanya? Atau tentang Ferdi?" Nada curiga terdengar dari kalimat Kemilau.
"Dua-duanya. Bagaimana bisa mereka bertemu?"
"Mereka sama-sama berasal dari Sulawesi kalau kau lupa!"
Oh, pantas saja. Binar kini mengerti.
"Jangan bilang kau belum melupakan Ferdi? Ingat, Nar! Dia sudah akan menikah, dan calonnya teman kita!"
Seandainya Kemilau berada di dekatnya, tangan Binar pasti akan melayang ke bahu gadis itu. "Jangan sembarangan bicara. Aku sudah melupakan dia. Lagi pula, itu cinta monyet. Mana mungkin aku masih merasakannya sampai sekarang?"
Helaan napas terdengar di seberang sana. "Baguslah! Tapi .... "
"Tapi apa?" tanya Binar kesal.
"Maksudku, tapi kenapa kau belum juga mendapatkan pacar sampai sekarang? Kau juga tidak pernah bercerita tentang pria lagi setelah kepergian Ferdi. Ah, maksudku bercerita dengan mata berbinar seperti orang jatuh cinta. Kebanyakan kau bercerita hanya tentang penolakanmu yang ke sekian kali."
Jika Kemilau bingung, Binar kini sama bingungnya. Dia memang tidak menyukai siapa pun sejauh ini.
"Kau harus memeriksakan diri, Binar!"
Binar melotot, tak terima dengan ucapan Kemilau. "Heh, aku normal. Jangan berpikiran aneh-aneh! Enak saja!"
Lalu, tawa Kemilau menyambut telinganya. "Coba kau cari pasangan lewat aplikasi dating. Kemarin teman sekantorku dapat pasangan dari sana. Bulan depan mereka menikah."
Astaga, Binar nasib Binar tak sememprihatinkan itu sampai harus mengunduh aplikasi dating untuk mencari pasangan.
Namun, beberapa jam setelahnya, Binar malah memikirkan ucapan Kemilau.
Sebenarnya Binar bukan perempuan yang jelek dan tidak ada yang menyukai. Namun, ada saja hal yang membuat Binar malas menerima pria yang mendekatinya.
Kini, Binar memberanikan diri mengunduh salah satu aplikasi dating di play store. Tangannya kemudian mengisi data diri, tentunya dengan nama yang ia palsukan. Gadis itu menutup mulutnya setelah tertera kalimat "berhasil" di sana.
Binar buru-buru menekan opsi "home", gadis itu menggeleng pelan. Astaga, dia kini malah mengikuti ucapan absurd Kemilau. Kalau sahabatnya itu tahu, Binar pasti akan dibully-nya berhari-hari.
***
Binar yang tengah mengeringkan rambut menghentikan aktivitas ketika ponselnya berdenting.
Ar_Kyan mengikuti anda
Ar-Kyan mengirimi anda pesan.
Mata Binar melotot. Notifikasi tersebut ternyata berasal dari aplikasi kencan yang ia unduh tadi.
Perlahan, tangannya membuka pesan tersebut.
Hai, salam kenal. Sepertinya kita sekota
Binar membuka profil pria itu, mencari tahu apakah mereka benar berada di kota yang sama atau tidak.
"Ah, benar ternyata," gumamnya.
Salam kenal juga. Ya, kita tinggal di kota yang sama.
Tangan Binar lantas mengetikkan balasan tersebut. Tidak mengapa. Aplikasi ini akan ia gunakan untuk mencari teman saja.
Kau penyuka tiramisu?
"Hah?" Binar kebingungan. Lalu, pesan selanjutnya membuat gadis itu mengerti.
Foto profilmu gambar tiramisu.
Ah, tidak juga. Kebetulan foto itu ada di urutan pertama galeriku. Jadi kugunakan saja. balas Binar.
Binar tersenyum. Berbalas pesan dengan pria bernama Arjuna itu ternyata menyenangkan juga. Tidak ada bahasan seperti menggombal atau apa pun. Obrolan keduanya mengalir begitu saja kayaknya sudah berteman lama.
Dari aplikasi dating, Arjuna kemudian meminta nomor Binar. Gadis itu pun mengiyakan.
"Jadi kau benar-benar mengunduh aplikasi yang kukatakan?" tanya Kemilau.
sepasang sahabat itu kini tengah berada di kafe. Sudah seminggu sejak perkenalan Binar dan Arjuna.
Binar mengangguk. "Iya. Tapi sudah tidak kugunakan lagi."
"Kenapa? Kau berpacaran dengan pria yang baru kau kenal itu?"
Binar langsung menggeleng. "Tidak, tidak! Kami hanya berteman. Hanya saja, kata Arjuna aplikasi itu juga berbahaya. Ada beberapa orang yang berniat menipu di sana."
Mendengar ucapan Binar, Kemilau menatap Binar horor. "Kau tidak takut kalau Arjuna juga salah satunya?"
"Ah, tidak. Dia tidak mencurigakan. Lagi pula, dia mengunduh aplikasi itu hanya karena diminta temannya. Dari sana kami mulai akrab karena merasa memiliki nasib sama."
Kemilau mengangguk pelan. "Tapi kau harus tetap hati-hati."