Di saat Amalia Rasyid menunggu malam penting hari ini, sahabatnya, Uma, sibuk di kantor mondar-mandir menunggu telepon. Dia baru saja rapat, dan keadaan tegang usai adu mulut dengan beberapa rekan setimnya membuatnya jadi tidak stabil. Suasana hatinya makin buruk, wanita ini menggigit gigi marah menunggu kabar yang diberikan oleh pengacara parlente yang sudah membuatnya kesal sejak bertemu kali pertama di malam reuni. “Hei, Uma, kau sudah seperti setrikaan begitu? Tidak pulang? Lembur lagi? Aku pikir kau sedang cuti?” Seorang karyawan pria mendongak mencuri-curi pandang pada meja wanita berdarah Arab itu, tampak penasaran. Uma hanya memelototkan mata kesal, lalu menggerakkan tangan mengusirnya. Tidak mau emosinya tersulut lebih dari ini. Perusahaan ini keterlaluan! Dia selama ini s