“Steven? Apa maksudmu?” Jena menatap sang calon suami dengan tatapan murung, luka jari Steven ditekan kuat. Sudut bibir Steven tertarik pahit. “Aku takut kau akan meninggalkanku.” “Itu, kan, tidak mungkin.” “Benarkah? Benarkah demikian?” Tiba-tiba saja sorot mata dokter tampan tersebut berubah tajam dan serius. Tatapan yang membuat punggung Jena kontan merinding disusupi hawa dingin. Belum pernah Steven bertingkah seperti ini sebelumnya. “Steven, apa ada masalah pada pekerjaanmu?” Jena mencoba mencari tahu, tangan kirinya yang tidak diperban mengusap-usap dan memainkan rambut di balik telinga sang dokter, bola matanya bergerak-gerak pelan penuh perhatian. Steven meraih tangannya, “katakan padaku, berjanjilah kau tidak akan meninggalkanku, sayang.” “Kenapa tiba-tiba berkata begitu