Kenapa ia berani berpikir begitu? Karena ia sendiri yang jatuh dalam pesona itu tanpa bisa melawannya. Tapi, kini, ia malah membuat masalah besar. Bahkan dirinya sama sekali tak pernah menyangka akan mengalami hal buruk dan tak masuk akal itu dalam hidupnya yang sudah terlalu rumit. Air mata meleleh pelan dari kedua pipi Zaflan Matsuyama, sorot matanya hampa. Ia masih menatap foto Amalia Rasyid di tangannya. Jena menelan ludah berat melihat hal itu. Hatinya campur aduk. Di satu sisi ia kasihan dan merasa bersalah, di satu sisi ia marah dan kesal karena Zaflan masih menyimpan rasa pada perempuan itu. "Zaflan..." bisik Jena pelan, berjalan dan berlutut di sampingnya kemudian meraih tangan kirinya yang bebas. "Makan dulu, ya. Sejak kau sadar semalam, kau hanya minum obat dan tak makan