“Ngapain kamu di sini? Kok, tahu, keluargaku punya warung?” “Aku bisa jelaskan, Lia. Jangan marah-marah begitu!” Arya tampak kikuk mendengar nada menuduh Lia. “Apa? Jangan marah-marah? Lantas, mana motorku? Katanya mau diantar hari Senin lalu!?” koar Lia galak, melotot tak sabaran ke arah lelaki itu. “Ah... soal motormu, itu ada masalah tehnis sedikit,” Arya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal, matanya menghindari tatapan tajam Lia. “Masalah tehnis?” “Iya. Aku mau bawa sendiri ke rumahmu.” “Kau gila, ya!” Lia berusaha menendang kaki kanan Arya, tapi lelaki itu lebih gesit menghindar. “Duh! Dasar barbar!” Arya tergelak puas. “Diam! Lalu, apa ini? Kenapa kau pakai pakaian sok miskin begini? Kaos putih oblong? Jeans hitam biasa? Apa niatmu mendekati keluargaku dengan menyamar