Bab 16: Rencana Bayi Tabung

1021 Words
Marina masih menunggu Rosa menjawab pertanyaannya. Rosa kemudian mengajak Marina untuk duduk di bangku putih depan ruang perawatan milik bibinya. "Yang di dalam itu bibi Anda, kan?" tanyanya lagi dan Rosa hanya mengangguk kecil. "Sakit apa?" tanya Marina kembali, ia sudah tak sabar ingin tahu tantenya Rosa itu sakit apa. "Kanker," jawab Rosa singkat yang langsung membuat Marina terkejut bukan main dan menutup mulutnya. "Kanker apa? Stadium berapa?" tanya Marina lagi dengan wajahnya yang tampak prihatin. Rosa menarik napas panjang, menolehnya sejenak lalu menatap ke arah dinding putih di depannya. "Cukup parah, tapi lo tenang aja, bibi gue pasti sembuh," jawab Rosa. "lo sendiri ngapain di sini?" tanya Rosa kembali. Marina tak tahu harus menjawab Rosa apa. Kedatangannya ke rumah sakit itu untuk berkonsultasi dengan dokter Aina, sayangnya dokter Aina memutuskan untuk cuti. "Gue punya temen dokter yang baru aja dipindahtugaskan di sini," kata Marina berbohong. Rosa sangat tahu kalau Marina berbohong karena mata Marina tak bergerak-gerak ketika menjawab pertanyaan dari Rosa tersebut. Tapi Rosa tak mau ambil pusing. "Dari pada gue naik ojol ke kantor, boleh gaj gue nebeng sama lo?" tanya Rosa pada Marina dan Marina menyambut permintaan Rosa dengan senyum yang lebar. "Ya udah, yuk jalan!" ajak Marina ke Rosa. Mereka berdua berjalan meninggalkan rumah sakit menuju perusahaan Andrew. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, Marina dan Rosa saling tertawa sembari bercerita masa-masa emas ketika mereka kuliah dahulu. "Terus gimana nasib si Dion?" tanya Marina. "Nikah sama Clara," "Astaga! Gue pikir mereka bakalan tatep jadi musuhan," kata Marina dengan ekspresi tak percayanya. "Trus lo gak patah hati?" tanya Marina dengan wajah penasaran. "Ngapain, stok cowok di dunia ini masih tumpeh-tumpeh," jawab Rosa. "Kalau gitu cepetan donk nikah," "Gue belum belajar buat MP, ntar aja deh," jawaban ngawur bin ajaib itu sontak aja langsung membuat Marina tertawa besar. Bersama dengan Rosa, hari-hari Marina jauh lebih baik. *** "Kamu sama istri saya dari mana?" tanya Andrew seraya menandatangani berkas yang ada di hadapannya itu lalu menyerahkannya kepada Rosa kembali. "Kami tidak dari mana-mana, pak," jawab Rosa. Andrew masih menatapnya, membuat Rosa jengah. "Kami hanya tidak sengaja bertemu," kata Rosa kembali. Andrew mengerti, ia kemudian meminta Rosa pergi dengan tangan kirinya. Rosa berbalik dan ia memutuskan keluar ruangan Andrew dengan mempercepat langkah kakinya. Ketika hendak membuka pintu ruangan kerja Andrew, pintu itu malah terxorong ke arahnya, mambuat kepala Rosa terbentur pintu dan kakinya terselip kaki yang lainnya lalu ia hampir terjungkal ke belakang. Dap! Rosa tak jadi jatuh. Tubuhnya ditangkap dengan sangat sempurna oleh pria yang pembuka pintu. Mata mereka bertemu satu sama lain. d**a Rosa berdebar-debar saat menatap mata tajam dan indah itu, wajah pria itu juga sangat tampan. Rosa terpesona dan tersanjung untuk sesaat. Apa ia kaya raya? Pertanyaan konyol tersebut langsung terlintas begitu saja di benak Rosa. Kedatangannya ke perusahaan Andrew itu untuk bekerja tapi misi tambahan untuk menjadi istri pria tampan dan kaya juga sangat penting untuk hidupnya. Ia tak akan menyia-nyiakannya. Andrew masih melihat adegan aneh di depannya itu dengan wajah geleng-geleng kepala. "Jangan nyanyi," kata Andrew yang langsung membuat Rosa dan Lucas menoleh tak paham ke arahnya, " posisi kalian yang kayak gitu kayak artis bollywood yang siap-siap nyanyi di film," katanya. Baik Lucas atau Rosa, mereka langsung membenarkan posisi mereka dengan malu-malu. Wajah keduanya sudah merah padam. "Saya permisi, pak" kata Rosa seraya keluar dari ruangan kerja Andrew dengan wajah yang malu. Lucas memerhatikan Rosa sampai gadis itu hilang sempurna dari balik pintu ruang kerja Andrew. "Dia sekretaris gue" kata Andrew memberitahu Lucas. Lucas salah tingkah mendengarnya, ia buru-buru duduk di sofa, "dan lo tahu kan gue gak suka lo naksir sekretaris gue," kata Andrew. Lucas diam tak menanggapinya. "Lo mau minta tolong apaan?" tanya Lucas pada Andrew. "Lo pernah nyaranin gue dan istri gue buat bayi tabung, kan? " tanya Andrew. "Udah lo pikirin baik-baik?" tanya balik Lucas dan Andrew menatapnya bimbang. "Istri gue udah mutusin," kata Andrew menjawab Lucas. "Oke, gue bakalan kasih tahu rumah sakit mana yang tingkat keberhasilannya tinggi," kata Lucas. "Kalo gitu udah pasti lo tolak perjodohan?" tanya Lucas yang langsung membuat Andrew menatapnya bingung. "Perjodohan?" tanya Andrew tak paham. "Iya! Emang Marina gak cerita ke lo?" tanya Lucas heran. Andrew menggeleng. "Kata nyokap, itu saran dari Marina," jelas Lucas yang membuat Andrew semakin bingung saja. "Mana mungkin!" seru Andrew. "Lo kenal kok siapa cewek yang bakalan dijodohin sama lo," kata Lucas "Emang siapa?" "Lusi!" "What!" *** "Marina! Marina!" teriakan Hena menggelegar di gedung galeri Marina. Marina bangkit dari kursi kerjanya dan segera berjalan ke arah suara Hena diikuti oleh sekretarisnya yang juga panik dengan apa yang baru saja ia dengar itu. "Mami!" seru Marina heran dengan kedatangan Hena yang terlihat marah padanya! Dengan kasar, Hena langsung menyeret tangan Marina untuk masuk ke dalam ruangan Marina lagi dan menghempaskan tubuh Marina di atas sofa. "Sudah saya bilang kalau Andrew harus menikah lagi! Dan bukannya program bayi tabung!" kata Hena tak suka dengan keputusan Rosa yang akan menempuh jalur bayi tabung. "Kita harus mencobanya, Mi," kata Marina dengan sedih. "Bagaimana bisa? Kamu hanya mengulur-ngulur waktu saja!" kata Hena. "Ceraikan saja anak saya! Saya gak mau kamu curang dengan program bayi tabung itu! Mana ke Thailand pula!" kata Hena dengan sangat geram. Mendengar hal itu, Marina mengangkat wajahnya dan menatap Marina dengan tatapan tak percaya. "Bayi tabung itu dilakukan dengan dokter, Mi!" kata Marina. "Tetep gak bisa! Saya gak terima!" kata Hena. "Tapi saya dan Andrew bersedia, mami!" kata Marina bertahan. "Tidak!" "Tolong jangan ikut campur urusan pernikahan kami, mami!" kata Marina kembali. Mata Hena manatapnya dengan kesal tapi tak ada keraguan lagi di mata Marina. Ia ingin mencoba berbagai cara yang memungkinkan. "Jadwal menstruasi kamu saja tidak teratur! Bagaimana bisa kamu menentukannya!" kata Hena yang masih berusaha menekan Marina sekuat tenaga. "Jika program bayi tabung ini gagal, Marina siap menikahkan Andrew lagi," kata Marina yang langsung membuat Hena menatap ke arahnya dengan tatapan masih tak terima. Ia takut program bayi tabung itu berhasil. "Oke! Mami ijinkan kamu program bayi tabung! Tapi tidak di Thailand! Di Indonesia!" kata Hena yang membuat Marina kaget. "Tapi, Mi," "Mami gak mau dibantah!" Hena punya rencana lain untuk ini dan ia benar-benar tak ingin Marina hamil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD