Hal yang paling ia hindari ialah ketika adanya acara kumpul keluarga. "Kapan menikah?" itu adalah pertanyaan yang paling menyebalkan. Ini merupakan hal yang paling ia hindari saat berkumpul diacara keluarga.
Mungkin ini adalah pertanyaan sepele, namun sipenanya mungkin tidak berpikir bahwa pertanyaan itu membuat seseorang tidak nyaman. Membuat seseorang mengalami gangguan sosial dan psikologis seseorang.
Mungkin diluar sana menanyakan kapan menikah seperti tradisi, yang menganggap bahwa menikah sebagai hal yang istimewa terjadi seumur hidupa sekali. Dan pernikahan dianggap prestasi yang patut dibanggakan.
Menurutnya perkembangan dunia dan pendidikan turut mempengaruhi pola pikir tentang pernikahan. Dulu mungkin pernikahan menjadi urusan orang tua untuk menentukan jodoh dan akan menjadi beban jika anak belum menikah. Namun saat ini anaklah yang menjadi penentu semua. Terlebih wanita lajang seperti dirinya, memiliki kesibukan bekerja dan kurang bersosialisasi. Banyak pria yang pernah menjalin hubungan dengannya biasa memilih mundur ditengah jalan. Padahal hubungan itu baru saja dimulai.
Mili pernah menanyakan kepada mereka yang pernah dekat karena, setelah tahu dan mereka memilih mundur karena tidak bisa mengimbanginya. Ia memiliki toko online shop yang memiliki jutaan viewers dan ratusan reseller diberbagai kota. Ada puluhan akun dropship yang kini berpusat kepadanya. Ya, ia memang sibuk membangun bisnis online miliknya.
Mili menatap kearah layar ponsel. Memandang ada tiga kali panggilan tak terjawab. Suara ponsel kembali beebunyi, "Mama Calling," Mili menggeser tombol hijau pada layar. Ia meletakan airpod ditelinga kiri.
"Iya ma," Mili memfokuskan pandangannya lurus ke depan, ia baru saja keluar dari perkarangan rumah.
"Kamu dimana?,"
"Lagi di jalan ma,"
"Ya ampun kamu ini, kan mama udah bilang kamu datang siangan. Ini lagi ada acara keluarga Mili, acara penting tante Shinta,"
"Ya, kan tadi ada kerjaan ma,"
"Ya ampun, karyawan kamu banyak. Emang nggak bisa dihendel sama mereka,"
"Si Joko nggak masuk ma," ucap Mili Asal.
"Lah, Joko kan driver kamu yang bawa pick up itukan. Emangnya kamu gantiin Joko buat ngambil barang di supplier,"
"Gitu deh ma,"
"Jangan bilang kamu yang angkat-angkat barang?,"
"Iya mama,"
"Mulai aneh-aneh kamu ya, mama nggak becanda," Mama Mili senewen.
"Udah ah. Ini Mili lagi dijalan, bentar lagi nyampe," padahal ia baru saja keluar dari komplek perumahannya.
"Awas kamu sampe nggak datang,"
"Iya, iya," Mili mematikan sambungan telfonnya dan menyimpan kembali ponsel di atas dasbor.
Sialnya hari ini ia lupa memberi tahu Dara bahwa akan mengajaknya ke acara pertunangan Daniar sepupunya. Setidaknya jika ada Dara ia merasa aman dan segera pulang setelah acara selesai. Tadi ia sempat mengirim pesan singkat kepada Dara. Dara mengatakan bahwa ia ada di rumah Ares. Dan menjemputnya di rumah Ares.
***
Beberapa saat kemudian,
Mili celingak-celinguk menatap bangunan rumah bertingkat dua di daerah Kemang. Rumah itu terlihat mewah dengan cat full berwarna putih. Pagar beton dan pintu gerbang besi alferon klasik dengan gagahnya berdiri dihadapannya. Tadi Dara meminta untuk menjemputnya disini. Ia menghentikan mobil di halaman depan tepat dirumah tersebut. Mili memandang seorang pria berdiri didepan pintu pagar, menatap bingung. Ia yakin pria itu hendak mengunci pintu pagar namun kedatangan dia sengaja berdiam diri disana.
Raja memandang seorang wanita yang nampak bingung, tepat di depan rumah.
"Nyari siapa?," Tanya Raja, menatap wanita mengenakan dress hitam mengkilap, bertali sphagetti dengan potongan d**a rendah.
"Tadi sih mau jemput temen, katanya disini,"
"Siapa temennya?,"
"Dara,"
"Dara nya barusan aja diantar Ares pulang, lima menit yang lalu,"
"Jadi ini rumahnya Ares?,"
"Bukan ini rumah orang tuanya. Ares tinggal di apartemen Setiabudi," ucapnya lagi.
Mili mengangguk paham, ia pernah mengantar Ares ke apartemen tersebut, sejak pertama kali bertemu.
"Kamu kenal juga sama Ares?," Tanya Raja penasaran, ia melangkah mendekati wanita itu.
"Kenal gitu aja sih, kalau Dara sahabat aku,"
"Kamu siapa?," Mili menyelipkan rambutnya ketelinga.
"Saudaranya Ares,"
"Coba telfon saja Dara nya," usul Raja.
Mili membenarkan usul pria itu. Mili meraih ponsel dan ia menekan tombol hijau pada layar. Ia menatap pria berperawakan tinggi besar masih berdiri di depan pagar. Suara sambungan ponsel terangkat, ia menatap pria yang masih memperhatikannya.
"Lo dimana sih?,"
"Gue udah dijalan, baru aja balik. Tadi gue nungguin lo lama banget sejam, kirain nggak jadi. Gue udah telfon, chat lo, tapi nggak lo angkat,"
"Tadi gue di jalan, dari PIK, lo taulah macet parah,"
"Ada apa sih, penting banget ya?,'
"Iyalah, gue minta temenin lo ke rumah tante Shinta, sepupu gue tunangan hari ini. Gue males banget sumpah, entar ditanya kapan nikah, kapan kawin, setidaknya ada lo ada alasan gue cepet balik,"
"Lo sih mendadak banget," ucap Dara dibalik speaker.
"Gue lupa beneran, mana acaranya sebentar lagi," Mili melirik pria yang masih berdiri tidak jauh darinya.
"Lo sibuk nggak?,"
"Ada klien sih gue bentar lagi, enggak enak gue ninggalin gitu aja. Malaman deh gue bisa,"
"Yaelah, acaranya sore ini, mana bisa diundur malam," ia menatap pria yang berdiri itu. Ia yakin pria itu mendengar percakapannya.
"Sejam lagi deh, gue ngurusin butik dulu. Masalahnya Awkarin mau jahit baju gitu sama gue. Dia udah ngontak gue dari seminggu yang lalu,"
"Yaudah deh, gue pergi sendiri aja,"
"Mil, lo marah sama gue ?,"
"Ya enggak lah, siapa juga yang marah. Gue yang salah ngajak lo mendadak gini,"
"Lo buru-buru gitu ya,"
Mili menarik nafas, "Iya nih, lo taulah nyokap udah dari pagi disana. Gue aja yang belum datang. Di uber-uber mulu,"
"Yaudah sana samper, ada nyokap, bokap lo juga,"
"Maless,"
"Nggak boleh gitu Mili, dia sepupu lo,"
"Sepupu gue resek Dar. Lo tau lah si Daniar gimana. Yaudah deh kalau gitu, gue pergi sendiri aja," ucap Mili.
"Lo hati-hati ya Mil, kalau lo udah balik, lo kasih tau gue,"
"Iya, iya,"
Sambungan pun terputus begitu saja, ia menatap pria melipat tangannya di d**a, menatapnya intens
"Apaan sih, liat-liat gue mulu dari tadi," Mili mulai risih.
Raja mengerutkan dahi, ia tersenyum sinis, "Itu dress kamu,"
"Kenapa?,"
"Buru-buru ya ?,"
"Hah !,"
"Resleting dress kamu belum pas,"
Mili melihat dress yang dikenakannya dari kaca mobil. Dan memang benar, ia belum menariknya hingga atas, ia menatap pria itu mendekat, berdiri tepat dibelakangnya. Jantungnya seketika maraton, pria dengan lancang menyentuh punggungnya dan menarik hingga ke atas.
"Kalau kamu mau, aku bisa menemanimu ke acara tersebut," bisiknya.
"Hah !,"
Otak Mili mendadak buntu, ia tidak bisa berpikir secara waras. Ia seperti terhipnotis dan lalu mengangguk begitu saja tanpa alasan yang jelas. Ia masih tidak terlalu paham apa yang di lakukannya.
"Oke, tunggu lah sebentar, aku berganti pakaian," ucapnya lalu tersenyum simpul.
***