"Aku sudah mengatakannya padamu bahwa kami tak memiliki hubungan spesial tapi kau masih menganggap aku memiliki hubungan dengan istrimu. Ya, aku akui dia cantik dan cerdas, aku pun menyukainya tapi hanya sebatas teman. Terserah jika kau tak percaya, aku sudah menjelaskannya padamu." Randy lalu bingkas berdiri meninggalkan Saga.
Diambilnya telepon kemudian menghubungi seseorang yang baru dia temui hari itu. "Halo,"
"Halo, Randy. Ada apa?"
"Suamimu datang ke padaku dari tadi dan dia sangat tak sopan." Dari balik telepon Randy bisa mendengar tawa ledekan.
"Sekarang kau tahu, kan bagaimana sifatnya, Memangnya dia mengatakan apa pada padamu?"
"Dia bilang kita punya hubungan khusus," sekali lagi Lizzy tertawa meledek.
"Selain tak sopan dia juga tak memiliki otak yang encer bukan?"
"Ya dan benar-benar menyebalkan. Apa kau yakin bisa melewati kehidupan pernikahan bersama dengan dia, aku rasa dia itu--"
"Aku mengerti apa maksudmu terima kasih ya sudah mau mengatakan informasinya. Ingat dengan tugasmu."
"Ya, sampai jumpa." Telepon dimatikan oleh Lizzy yang berada di dalam taksi menuju kediaman Saga. Terlintas suatu ide yang cukup unik dan mendukung permainan yang mereka mainkan.
❤❤❤❤
Saga pulang dengan perasaan kecewa sekaligus kesal. Dia tak bisa mendapatkan info berguna dan malah mendapat cemoohan dari seorang pria asing. Seharusnya Saga berpikir ide Crystal sangatlah buruk.
"Kau kenapa terlihat murung seperti itu?" Saga menoleh pada Lizzy yang duduk di sofa. Senyuman simpul gadis itu menandakan ada sesuatu yang tak beres.
"Bukan urusanmu. Kenapa aku harus memberitahumu?"
"Karena aku istrimu." jawab Lizzy lugas. Dirinya lalu membuang napas.
"Kemarilah dulu, aku perlu membahas sesuatu denganmu." Saga bergeming. Dia ragu kalau Lizzy memiliki niat baik.
"Kau tak akan melakukan sesuatu yang buruk padaku bukan?"
"Ayo kemari saja. Aku tak akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu." Kali Saga mempercayai Lizzy. Dia kemudian mengambil tempat di depan istrinya itu untuk duduk.
Sebuah dokumen disodorkan padanya dan Saga menerima lalu membaca sebentar. "Itu adalah surat perjanjian yang aku buat supaya kita lebih adil dalam memainkan permainan yang kita buat sekarang. Di situ juga ada beberapa peraturan yang harus kita berdua jalani."
"Pertama aku akan melakukan kewajibanku sebagai seorang istri, menyiapkan sarapan, baju dan hal-hal yang menyangkut dirimu begitu juga dengan kau yang harus menjalani kewajiban seorang suami yaitu menafkahiku."
"Setiap satu bulan aku akan meminta uang belanja jadi tolong mohon kerja samanya." Saga memandang pada Lizzy.
"Apa ini termasuk juga malam pertama?" Lizzy tersenyum miring. Dia pikir Saga menyerah soal malam pertama itu.
"Apa kau mau aku membuatmu cedera sekali lagi?" Otomatis Saga merinding karena mengingat Lizzy pernah menendang bagian yang paling sensitifnya. Buru-buru Saga menggeleng.
"Jadi jangan bertanya lagi tentang hal itu. Kedua, hubungan. Seperti yang kita tahu kau memiliki hubungan dengan seseorang jadi aku boleh, kan dekat dengan laki-laki atau memiliki pacar?"
"Pacar? Untuk apa?"
"Untuk menemaniku. Aku sering kesepian sebab kau sering bermain dengan Crystal. Aku butuh seseorang teman. Kenapa kau bisa melakukannya tapi aku tak bisa, itu tidak adil sama sekali." Saga mendengus. Hati kecilnya tak ingin hal itu terjadi namun dia tak bisa mengelak.
"Baiklah, aku setuju asal kau jangan melakukan tindakan berlebihan."
"Ketiga, boleh melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun itu terserah kita selama memainkan permainan lalu yang terakhir kita tak boleh jatuh cinta dan jika ada yang memiliki perasaan maka akan kalah. Pemenangnya akan memutuskan tentang hubungan kita sebagai suami istri. Apa kau paham?" Saga mengangguk.
"Baiklah, tidak ada perlu yang aku katakan jadi tanda tanganlah, aku pun akan menandatangani di depanmu." Lizzy lalu memberikan Saga sebuah pena dan pria itu dengan cepat membubuhkan tanda tangannya begitu juga Lizzy.
"Kita simpan dokumen ini secara baik-baik dan jika salah satu melanggar maka dokumen ini akan kita perlihatkan."
"Baiklah. Jadi sekarang apa resmi kita memulai permainannya?" Wanita muda tersebut mengangguk. Lizzy mengulurkan tangannya dan Saga menjabat tangan itu.
Permainan akhirnya di mulai.
❤❤❤❤
Malam akhirnya tiba. Saga seharian duduk di ruang kerja seraya melihat dokumen perjanjian yang dia buat oleh Lizzy. Dia membuang napas kemudian meletakkan dokumen tersebut di atas meja. Pertanyaan Lizzy terbayang-bayang dalam benaknya lalu pikirannya beralih melihat seorang pria sedang b******u mesra Lizzy dan wanita itu malah tersenyum sinis ke arahnya.
Buru-buru Saga menggelengkan kepalanya kuat. Tidak, Lizzy tak boleh memiliki seorang pria. Saga tak rela jika istrinya yang cantik itu memiliki pacar atau dekat dengan seorang pria. Tetapi dia sudah meminta izin dan dengan bodohnya Saga mengiyakan hal tersebut.
Saga sungguh bodoh!
"Tuan," Saga yang sibuk dengan pikirannya sendiri terkejut mendengar seorang pelayan memanggilnya. Dia menatap langsung pada si pelayan.
"Makan malam sudah siap." Dengan sikap malas, Saga keluar dari ruang kerjanya. Alangkah kagetnya dia saat melihat Lizzy memakai celemek sedang menyiapkan makanan.
"Ayo makan." ucapnya datar. Saga masih terpaku berjalan ke arah Lizzy dan duduk.
" Di mana tamu kita? Apa dia tak mau makan?"
"Nona Crystal pergi sejak siang tadi Nyonya, sepertinya dia akan pulang larut malam." Lizzy mengangguk pelan, mengerti. Dia mengalihkan pandangan pada Saga yang masih termangu menatapnya.
"Kenapa kau menatapku? Makanlah." Saga lalu melihat pada beberapa makanan yang sudah tersedia.
"Apa semua ini kau yang membuatnya?"
"Tentu saja. Aku sudah bilang padamu kewajibanku sebagai seorang istri akan aku laksanakan."
"Tidak ada racunnya, kan?" Kening Lizzy tertaut.
"Aku tak mungkin membunuhmu bodoh, setidaknya untuk sekarang." Mendadak Saga merinding.
"Kau mau membunuhku?"
"Jangan bertanya hal yang aneh, makanlah." Gadis itu berbalik seraya melepas celemek yang dia pakai. Dia kemudian duduk dekat Saga dan mengambil makanan untuk disantap.
Meski ragu, Saga mengambil nasi lalu ayam goreng yang tak jauh darinya dan memakan secara perlahan tapi rasanya enak tak ada yang aneh. "Kau kenapa tak makan sayur?"
Saga memandang pada mangkuk sayur yang berada tepat di depannya. Dia lalu menggeleng. "Aku tak suka makan sayur, tidak enak."
"Kau harus makan. Susah payah aku membuatkannya tapi kau tak memakannya itu mubazir namanya." Tanpa bisa dicegah, Lizzy menaruh sayur tersebut di piring Saga.
"Ah! Kau membuatku tak berselera! Aku berhenti saja makan!" omel Saga kesal. Dia layaknya anak kecil sekarang yang sedang marah pada Ibunya. Lizzy terlihat tak menggubris dia mengambil nasi dan memberikan sayur di atasnya.
Dia lalu berhasil menyuapi Saga tanpa kesusahan sama sekali. "Makanlah dan telan, jangan buat aku marah." peringat Lizzy keras.