“Papa… ayo bangun,” Jevin menggoyangkan tubuh Revan yang masih terlelap menyusuri mimpi.
Revan tak bergeming, masih meneruskan tidurnya. Tadi seusai shalat subuh, Revan kembali berbaring dan memejamkan mata. Rasanya begitu lelah. Kegiatan rutin hari minggu yang biasa dilakukan yaitu lari pagi juga ditiadakan sementada. Di hari libur ini ingin bermalas-malasan dengan sepanjang hari bergelung di balik selimut. Namun harapannya tak terkabul begitu mudah. Tiga anaknya yang begitu pengertian membangunkan dan merengek menagih janji. Janji untuk pergi ke kebun binatang.
“Mama, Papa dak au ngun,” (Mama, Papa gak mau bangun) adu Jevin setelah melihat Shilla keluar dari kamar mandi.
“Bentar ya Dek. Ini juga masih jam 6. Kebun binatangnya belum buka.” Shilla menghampiri Jevin. Memberi pengertian pada anaknya untuk bersabar. Karena Shilla tahu, Revan masih ingin tertidur karena rasa lelah bekerja.
Jevin mengangguk walau dengan bibir mengerucut. Menghampiri kedua kakaknya yang asik menonton kartun di televisi di dalam kamar ini. Mendudukkan diri di antara Justin dan Jayden.
Shilla mendudukkan diri di ranjang kosong di samping Revan berbaring. Mengusapkan tangannya pada rambut Revan, membelai lembut. Revan yang memang sudah terbangun membuka matanya pelan. Dilihatnya wajah sang istri yang setiap hari makin di sayanginya itu. Shilla tersenyum begitu pula Revan. Mengungkapkan lewat mata segenap perasaan yang ada.
“Yey, Papa ngun,” pekik Jevin begitu melihat Revan telah membuka matanya.
Justin dan Jayden yang masih serius menonton televisi mengalihkan pandangan dimana Revan berada dan berseru bahagia. Menghampiri Revan yang bagian perutnya sudah di duduki Jevin.
“Ayo Papa,” ucap Jevin semangat, melompat-lompatkan tubuhnya di atas badan Revan.
Revan meringis, merasakan sakit pada bagian perutnya yang tertimpa tubuh gembul Jevin.
“Iya, ayo kita mandi dulu. Terus makan.” Shilla yang mengerti keadaan mengangkat Jevin. Dan menggiring ketiga anaknya agar keluar dari kamar.
“Huft. Untung anak sendiri.” Revan menggumam pelan. Bersiap diri agar nanti tak diamuk anak-anaknya.
Shilla dengan telaten memandikan dan memasangkan pakaian pada triple J yang tidak bisa diam. Membutuhkan 1 jam untuk menyelesaikan semua. Dilanjutkan menyantap hidangan pagi yang sudah Shilla masak sebekumnya bersama-sama.
Jalanan Jakarta di hari minggu lumayan lengang. Mungkin banyak yang lebih memilih beristirahat di rumah dibanding keluar rumah. Tak butuh waktu lama, kebun binatang sudah di depan mata. Tiga lelaki kecil dalam mobil berjingkrak kegirangan. Berceloteh menyuarakan keinginan untuk segera masuk dan menemui binatang-binatang.
Shilla berjalan dengan Jayden di gandengan. Revan, menggandeng Justin dan Jevin di masing-masing tangan. Di punggungnya tersampir tas lumayan besar berisi keperluan si kembar yang wajib di bawa.
Pengunjung melirik penasaran pada pasangan muda dengan tiga anak kecil yang seumuran. Berbisik lirih menyuarakan pikiran yang hadir. Shilla dan Revan tak mengambil pusing. Untuk apa memikirkannya? Mereka saja bahkan tidak tahu siapa Revan dan Shilla. Mereka hanya orang sok tahu dan merasa paling benar saja.
“Mama, ayo kesana.” Tunjuk Jayden pada kandang berisi Harimau di dalamnya.
Shilla menuruti begitu pula Revan yang mengekori. Melihat harimau dari dekat. Menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan. Yang tak jarang membingungkan.
“Om acan…” (om macan) teriak Jevin antusias. Matanya membola menyaksikan secara langsung binatang buas yang biasanya dilihat di televisi dan handphone.
“Waw.” Justin menganga melihatnya. Ternyata wujud asli harimau begitu besar dan menyeramkan.
Jayden hanya melihat dalam diam. Karena yang di cari bukan macan. Tetapi hewan berleher panjang yang di panggil tante jerapah.
Setelah melihat harimau, mereka berlalu menyusuri jalan dan berhenti di tempat jerapah berada.
“Wah, tante Jelapah tinggi.” Jayden terperangah melihat jerapah yang tingginya jauh diatas. Wajahnya menyiratkan rasa penuh kekaguman.
“Vin pengin kaya tante jelapah Papa,” celetuk Jevin.
“Hah? Jevin pengin punya leher panjang?” Revan bertanya.
“Iya. Bial tinggi. Telus kalo mau ambil mangga di pohon dak usah pake tangga. Ambil aja.” Jevin membayangkan bila ia tinggi menyerupai jerapah. Rasanya semua menjadi mudah.
Revan tak membalas. Memilih diam daripada Jevin berbicara makin melantur. Namanya juga anak-anak.
Kebun binatang yang begitu luas, memaksa mereka untuk beristirahat. Lebih tepatnya Revan dan Shilla. Untuk triple J, inginnya tetap berjalan dan melihat semua binatang. Namun, Revan memaksa untuk duduk sejenak dan memesan beberapa makanan yang tersedia di kantin. Dengan pasrah triple J menurut. Karena memang perutnya juga sudah meronta minta diisi.
Matahari bersinar dengan teriknya. Mengantarkan rasa panas dan tak nyaman pada kulit yang terpapar secara langsung. Hari sudah siang. Akhirnya dengan sedikit paksaan triple J bersedia untuk pulang. Revan dan Shilla bersyukur dalam hati. Mereka terlalu lelah untuk mengitari kebun binatang ini lagi. 3 jam sudah di habiskan untuk menghilangkan rasa penasaran ketiga balita yang kini merengut tak rela meninggalkan kebun binatang.
“Aduh… jangan ngambek dong. Kan nanti bisa kesini lagi. Kapan-kapan,” ucap Shilla membujuk Jevin.
Justin dan Jayden sudah berangsur menerima untuk pulang. Namun tidak dengan si bungsu yang masih ingin terus di sana. Lumayan lama membujuk, akhirnya Jevin luluh juga. Setelah di iming-imingi ice cream oleh Revan.
Perjalanan pulang, mobil terdengar lengang. Tak ada celoteh berisik yang mengiringi. Triple J yang sebenarnya kelelahan, tertidur damai menjemput mimpi di siang hari. Hanya alunan lirih lagu yang menjadi pengisi suara. Shilla juga mulai memejamkan mata. Mengistirahatkan badan walau hanya sebentar.