3. Masih Misterius

2269 Words
David tak habis pikir, bagaimana mungkin orang tuanya yang sangat moderen itu masih berpikir berada di zaman Siti Nurbaya. Bagaimana tidak, kedatangan om Hermawan dan istri beserta putrinya itu bertujuan untuk menjodohkan kami. Tentu saja David menolak tegas tapi tekanan orang tuanya terlebih lagi ibunya yang memintanya untuk saling mengenal satu sama lain, membuat David tidak punya pilihan lain dan akhirnya membuat Dave mau tidak mau harus mengiyakan permintaan orang tuanya, meski enggan rasanya Dave melakukannya. "Merry juga tidak terlalu buruk dia juga cantik, hanya saja untuk saat ini gue sedang gak minat untuk ngomongin cewek, sumpah dah," cerca Dave pada ke empat sahabatnya, saat dia mulai cerita sama ke empat sahabatnya. "Emang kayak gimana sih tu cewek?" Maxi menimpali. "Kalo Lu gak mau, gue siap kok nerima lemparan dari lu, asalkan tu cewek cakep," Coco menyambut dengan terkekeh. "Lagian lu seharusnya bisa move on t***l. Bella udah ninggalin Lu, masak ia cowok sekeren dan setampan Lu masih di hantui sih sama bayangan cewek dedemit macam Bella," sambung Coco "Udah ah ngomong sama Lu Lu ini bukanya ngasih solusi malah bikin pala gue pusing dan tambah stress gue , mending kalian pada bubar sana, gue mau tidur cakep dulu dah," "Yeeee perjodohan itu derita Lu kale, Gue mah ogah," Maxi terkekeh "Oh ya gimana sama pemilik mobil Jeep hitam tu ? Apa dia sudah menghubungi Lu?" sambung Maxi lagi. "Sial kenapa gue lupa ya, tapi sampai saat ini belum ada nomer baru yang masuk di ponsel gue," batin Dave dan tentu saja hanya bisa di dengar olehnya saja. "Udah ah lupain, gue juga udah gak peduli," jawab Dave ketus namun masih terdengar kesal di suaranya. Ya kemarin sebelum David memutuskan balik ia sempat menempelkan Nemo pada dak mobil Jeep hitam yang masih menjadi misteri itu. "Ooh ya by the way, guru bahasa Indonesia yang baru itu, sumpah dia keren abis demen gue liatnya adem," ucap Canon "gue sampe gak bisa napas begitu dia berjalan ke arah gue, aromanya , tatapannya , aaaah gue rasa dia itu bidadari yang turun dari kayangan dan sedang menyamar jadi manusia," Canon mulai angkat suara sambil membayangkan guru baru mereka. "Dasar mata keranjang level angkot. Lu mah semua cewek Lu katain bidadari," Sambung Hans sambil melempari Canon dengan kulit kacang "Aah ya , Lu ingat bagaimana cara tu guru menatap semua murid di kelas itu dan seolah dia menghipnotis kelas itu menjadi bisu , tatapan tajam dan mengintimidasinya sungguh membuat orang tidak berkutik," Coco membenarkan ucapan Canon. Lalu seketika bayangan guru itu hinggap di ingatan David. Ketika ibu Luci menatap David dengan tak berkedip seolah sedang menyampaikan kata lewat tatapan tajam matanya. Meski David terkesan cuek tapi ia tak menyangkal tatapan ibu Luci emang sesaat membuat David tak mampu berkata dan seolah tak bernyali meski hanya untuk mengatakan jangan menatap ku seperti itu, sehingga Dave hanya duduk mematuhi instruksinya. Keesokan harinya di sekolah. Hari ini tidak ada jam mata pelajaran bahasa Indonesia. David memasuki gerbang sekolah dan memarkirkan mobilnya di area parkir khusus murid SMA SATYA jam menunjukkan 07:15 am. Artinya David sudah telat lima belas menit. Dan kembali pandangannya tertuju pada mobil Jeep hitam yang kembali terparkir di area parkir khusus guru itu. Alisnya berkerut menandakan ada pertanyaan di otaknya, ia kembali ke pos satpam berencana ingin menanyakan prihal pemilik mobil Jeep hitam itu. "Bang Salim gue eeh,,,, aku boleh nanya gak bang?" "Ya apa den?" Tanya pak satpam yang berjaga tepat di pos satpam samping gerbang sekolah. "Itu Jeep hitam yang terparkir di area parkir khusus guru itu punya siapa bang? aku baru liat!" "Abang gak tau den tadi Abang kekamar mandi eeh begitu balik mobil itu sudah terparkir di sana den, Mungkin punya pak Martin den," jawab bang Salim sang satpam pada David. "Aaah mungkin saja , tapi kemarin mobil Jeep hitam itu juga parkir berdampingan dengan mobil pak Martin jadi gak mungkin pak Martin bawa dua mobil ke sekolah di hari dan jam yang sama," batin Dave. David dengan rasa penasaran berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya yang berada di lantai dua, terdengar kelas itu masih riuh dan itu artinya belum ada guru di dalamnya. Pandangannya teralihkan oleh suara Pluit di area lapangan, David pun menoleh ke arah sumber suara "ternyata guru baru itu juga memegang mata pelajaran olahraga," lirih David. Tapi apa yang dia lihat ini, guru itu sedang memperagakan satu gerakan sederhana tapi entah kenapa semua siswa dan siswi di lapangan itu tak satupun berhasil sampe sepuluh step. Kedua sudut bibir David terangkat membetuk senyuman. senyuman yang bahkan dia sendiri tidak mengerti, kenapa dia tersenyum hanya karena melihat guru baru yang baru dua hari ini mengajar di sekolah tempat ia belajar sekaligus sekolah yang pemiliknya adalah Antonio Fabian yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. "Oooi ,,, melamun aja lu ? Tar kesambet hantu penunggu koridor baru tau rasa," Maxi menepuk pundak David dan David hanya terkekeh, "apaan sih Lu, sok tau." Jawab David sambil mentoyor jidat Maxi, lalu nyelonong masuk kelas. Jam istirahat. Kelima cowok yang menjadi idola di sekolah itu berjalan beriringan, sontak membuat beberapa siswi berteriak histeris memanggil David dengan suara memuja seolah dia sedang melihat aktor korea yang menjadi kegilaan kebanyakan gadis-gadis jaman sekarang. Sedangkan David hanya cuek dan terkesan dingin, tapi tidak dengan ke empat cowok ganteng lainnya,Maxi, Hans ,Coco, dan Canon malah terkesan lebih ramah, mereka dengan senang hati membalas pujaan dari kaum kaum hawa yang haus akan ketampanan ke lima cowok ganteng itu. Di kantin sekolah, bahkan dia gak bisa konsentrasi menikmati hidangan yang mereka pesen karena bisikan-bisikan yang membuat telinganya terasa gatal. Sehingga David memilih menutup telinganya dengan handset dan menyetel instrumen musik yang mungkin bisa mengalihkan bisikan-bisikan dari kaum hawa yang gak pernah bosen mengoceh memuja mereka. Breem breem breem Tatapannya teralihkan pada mobil Jeep hitam yang hendak keluar dari gerbang sekolah, dia sedikit memicingkan dan mempertajam penglihatannya namun nihil ia sama sekali tak bisa melihat siapa sosok di balik kaca mobil Jeep hitam itu. Rasa penasarannya pun semakin besar dan "shiit pokoknya hari ini gue harus tau siapa pengemudi di balik mobil Jeep hitam itu," batin David. ******* Pulang sekolah David mampir di bengkel tempat ia Service mobilnya yang penyok tiga hari lalu. Dan ternyata mobil itu sudah selesai di kerjakan. Tapi ketika David akan menyelesaikan administrasinya ia kembali dikejutkan dengan mendapat potongan admin 50% . Ketika David bertanya kenapa? Kepala montir itu hanya menjawab "50% nya sudah di bebaskan oleh orang yang sudah buat mobil mas penyok kemarin mas," jelas sang montir "Siapa?" David kembali di buat bingung, "apa mungkin si pemilik Jeep hitam itu yang melakukannya. Tapi kalo iya, mobilnya dia kan juga sedikit penyok. Dan kedua , ini juga bukan murni salahnya, tapi ini karena David juga yang awalnya memancing balapan itu." David membatin "Oh ya bang, tapi maaf aku gak menuntut ganti rugi pada orang tu. Karena ini juga salah ku, Jadi ku bayar sesuai perjanjian awal aja." Tolak David halus. "Dan sampaikan juga pada orang yang sudah berbaik hati menanggung setengah biaya service mobil ku, bilangin kalo aku berterima kasih banyak atas partisipasinya," sambung David. "Siaaap bosku," jawab kepala montir itu dengan senyum sambil mengangkat telapak tanganya yang terbuka ke pelipis seperti gerakan hormat. Di perjalanan pulang David nelangsa dengan pemikirannya sendiri . Sampai di lampu stop dia masih berperang dengan rasa penasarannya sendiri akan sosok pengemudi di balik mobil Jeep hitam itu. Breeem breeem di seberang jalan, mobil Jeep hitam itu juga sedang terhenti karna lampu lalu lintas yang menyala merah. David hendak keluar dari mobilnya berniat menghampiri mobil itu, tapi jeritan klakson mobil di belakangnya membuatnya terhenti dan memilih masuk ke dalam mobilnya karena lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna hijau. "Sial sial sial. Siapa sebenarnya lu?" - - - - - - - Luci Sesampainya di bengkel, Kepala mekaniknya menyampaikan pesan yang di sampaikan oleh David perihal diskon yang dia berikan pada memilik mobil sport merah kemarin yang di tolak karena merasa itu juga kesalahannya. Luci tersenyum "terserah dialah bang." Ucap Luci santai "Dede naikin mobil gue ke dek pencucian lalu simpan ke garasi gue ya," ucap Luci pada Dede salah satu montirnya. Lusi memang terkenal ramah terhadap semua montir di bengkel ayahnya itu, karena semua montir yang bekerja di sana sudah bekerja cukup lama bersama ayahnya. Jadi Luci merasa memiliki keluarga yang besar karena memiliki karyawan-karyawan yang setia pada ayahnya dan dia sedari kecil. Luci merasa terlindungi dengan kehadiran mereka di tengah keluarga mereka . Meski tak ada darah yang mengikat di antara mereka tapi rasa percaya dan ketulusan mereka dapat Luci rasakan. Hari ini hari ke enam Luci menjadi pengajar di SMA SATYA. Hari ini Luci berangkat agak siang, karena memang tidak ada jam pelajarannya di jam pertama. Jam sudah menunjukkan pukul 10:11 am. Artinya jam istirahat sedang berlangsung. Luci mengemudikan motor sport nya dengan setelan celana bahan berwarna hitam dan kemeja biru langit dan tak lupa jaket kulit hitam yang selalu Senada dengan setelan apapun yang akan dia kenakan. jangan lupa kaca mata hitam yang selalu menghiasi wajah dan hidung mancungnya. Rambutnya yang coklat kekuningan sedikit kusut karna tertiup angin. setelah menggulung rambutnya dengan rapi seperti tatanan konde. Luci memarkirkan motornya di area khusus guru, menanggalkan helmnya dan menyekatnya di atas jok belakang motornya. lalu Luci berjalan santai menuju ruang guru. Di sepanjang koridor, beberapa anak cowok kelas sebelas menggodanya dengan gombalan-gombalan garing anak muda tapi tentu saja Luci tak akan terpengaruh mengingat statusnya sebagai guru dan anak murid, gombalan garing macam itu mah gak akan mempan untuk seorang Luci Mervino Bahkan ada beberapa anak muridnya terang terangan memberikannya setangkai mawar merah, tentu saja Luci menerimanya dan menyelipkan bunga mawar itu di sela rambut yang dia gulung tadi , membuat sang pemberi merasa tersanjung. Suuuuut Bola basket melayang di udara kearahnya, Namun Luci dengan sigap memutar gerak tubuhnya yang gemulai, lalu menangkap bola basket dengan satu tangan kemudian mentrabel bola tersebut. Tatapannya tajam ke arah para anak muridnya yang sedang berlatih basket di lapangan, di sana geng David sedang bertanding melawan tim kelas lain. Tak satu pun dari mereka yang bergerak. Bahkan tatapan semua murid yang sedang menonton duel di lapangan basket SMA SATYA itupun seketika beralih pada guru baru itu. Sementara Luci tak bergerak selangkah pun dari tempatnya. Matanya fokus pada ring yang menggantung di salah satu sisi lapangan basket tersebut. Lalu dengan satu tarikan napas Lusi memfokuskan bidikannya ke sudut ring dan tap ,,,,,, bola basket itu masuk tepat di ring dengan sempurna. Setelahnya Luci berjalan meneruskan langkahnya menuju ruang guru. Sedangkan di lapangan basket itu semua murid tertegun tak percaya dengan apa yang di lihatnya tadi. Begitu juga dengan kedua tim yang sedang bertanding itu, semuanya syok dan hampir tak berkedip melihat guru baru yang sialnya terlampau cantik dan "apa nih, bidikan yang sangat sempurna" lirih Canon namun masih bisa di dengar kelima cowok ganteng itu, mereka menoleh dan menatap secara bersamaan ke arah Canon. "Apa gue salah bicara?" Canon salah tingkah sehingga reflek menggaruk dagunya yang sama sekali tidak gatel. "Tapi sungguh gue kagum sama ibu Luci, Mungkin benar ibu Luci itu sebenarnya bidadari yang sedang menyamar menjadi manusia." lanjut Canon, sehingga Canon kembali sukses mendapat tatapan tajam dari para sahabatnya. Teeeeeeet Bel masuk kelas akhirnya berbunyi dan semua siswa siswi yang berlalu lalang memasuki kelas masing-masing untuk mulai belajar. Sepulang sekolah David buru-buru meninggalkan kelas menuju parkiran sekolah SMA SATYA, meneliti seluruh penjuru parkir khusus guru, namun nihil ia tak menemukan dimana keberadaan mobil Jeep hitam yang sudah beberapa hari ini dia awasi. Lalu tepukan di bahunya mengalihkan konsentrasinya terhadap pandangannya . "Ngapain Lu?" Maxi mengintrogasi David dengan pertanyaan sederhana namun sedikit sulit untuk David menjawabnya. "Jangan bilang Lu masih belum mengetahui siapa pemilik mobil Jeep hitam itu," sambung Maxi "Apaan si Lu" David gedumel dengan ocehan Maxi sementara di belakang Maxi juga sudah berdiri ke tiga sahabatnya yang selama ini selalu menjadi saudaranya meski tak terikat darah. "Hus. Noh liat buk Luci," ucap Canon. "Oooh she is very cool & beautiful. she is a perfect women," Canon menatapnya dengan mata berbinar binar, Tak terkecuali David dan keempat sahabatnya yang lain Hans, Maxi, dan Coco. "Wait wait wait,,,,Dia mengendarai motor sport? sumpah demi apa? Penglihatan gue gak lagi konslet kan?" Imbuh Coco. Dan kembali kelima cowok ganteng dengan segala pesona yang di puja-puja oleh hampir seluruh murid cewek di SMA SATYA ini di buat tak bergeming oleh guru yang super keren itu. Maxi bahkan tak sadar mengucapkan kata-kata memuja kepada gurunya itu. Dan David yang tak bisa berkata sepatah katapun akhirnya memilih masuk ke mobilnya, dan kembali berkecamuk dengan pemikirannya sendiri. Tadi guru itu menunjukan hal yang luar biasa di lapangan basket. Dan sekarang dia di buat hampir tak percaya melihat guru yang selalu mempesona dan sulit di pahami oleh otak pas pasannya mengendari motor sport gede dengan kecepatan di atas rata-rata. "Aaah apa yang lu pikirkan David, Itu hal yang sangat biasa dan mungkin beberapa wanita juga mempunyai hobby yang sama dengan kaum laki-laki." Lirih David tanpa mengeluarkan suara dan hanya berucap dalam hati. Tapi membayangkan wanita se-anggun ibu Luci tentu saja hampir membuat kedua sudut bibirnya terangkat keatas sehingga membetuk senyuman yang tidak bisa dia mengerti. Di ruangan guru Martin juga sempat tak bergeming akan pesona Luci. Sesekali dia mencuri-curi pandang pada Luci, dia merasakan debaran yang tak biasa di hatinya. Debaran yang sudah lama tidak ia rasakan semenjak Kamila meninggalkannya demi mengejar karirnya sebagai seorang model. Tapi Martin tak berani memastikan prasaan apa yang dia rasakan. Karena mungkin saja rasa itu hanya rasa kagum yang sewaktu waktu bisa sirnah atau berkembang menjadi rasa yang harus dia perjuangkan. "Aaaaaah biarlah waktu yang menjawabnya. Lagi pula mana mungkin Luci akan membalas rasanya, Mungkin saja dia sudah punya kekasih bahkan calon suami." Batin Martin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD