BAB 4 – Mengembalikan Alkitab

1187 Words
“Selamat Siang ....” Masih dalam posisi menunduk, Mentari menyapa pria yang sudah menunggunya selama berjam-jam di bawah pohon besar di depan gereja. “Si—siang ... maaf kalau sudah menganggu waktumu.” Azzam sedikit gugup. “Hhmm ... justru aku yang minta maaf karena sudah membuatmu menunggu lama. Oiya, ada apa? Apa ada hal yang sangat penting sehingga anda mau menunggu begitu lama?” Mentari masih enggan menatap kembali netra cokelat pekat yang sudah mengusik jiwanya. “Maaf, apa anda kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup anda?” “Ma—maksud anda?” Mentari mendongakkan kepala. Ia menatap pria berwajah teduh yang masih saja menatap rumput yang ada di bawahnya. “Iya, maksudnya apa anda pernah kehilangan sesuatu?” “Maaf, apa anda yang sudah menemukan Alkitab saya? Benarkah itu, Bang? Ya Tuhan, Oppung di surga pasti senang sekali mendengarnya.” Mentari terlihat bahagia. “Jadi benar ya?” Azzam mulai meraih tasnya yang sedang ia sandang di punggungnya, mengambil kitab suci milik Mentari dan menyerahkan kitab itu kepada wanita yang ada di hadapannya. “Owwhh ... puji Tuhan ... terima kasih Bapa, akhirnya kitab ini ketemu. Bang, kitab ini begitu berharga untuk saya. Oppung saya yang sudah memberikannya ketika usia saya lima tahun. Hanya ini satu-satunya kenangan yang tersisa dari oppung untuk saya. Di mana anda menemukannya?” Mentari memeluk kitab miliknya, hatinya begitu bahagia. “Alhamdulillah ... syukurlah, akhirnya saya menemukan pemilik Alkitab itu. Alkitab itu tertinggal di atas kursi bus, minggu lalu.” “Oiya ... saya ingat, saya sudah meninggalkannya di sana. Terima kasih sudah mengembalikannya.” “Sama-sama, kalau begitu saya permisi.” Azzam berbalik dan mulai menekan langkah meninggalkan Mentari. “Bang tunggu!” Langkah Azzam tiba-tiba terhenti. “Ada apa? Apa ada yang kurang?” Azzam menjawab tanpa menoleh. “Ti—tidak ... justru saya mau mengucapkan terima kasih. Sebagai tanda terima kasih, bagaimana kalau saya traktir makan? Di depan sana ada yang jual soto. Halal kok, yang punya muslim juga. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih saya. Saya harap anda tidak menolak.” “Tapi maaf, bukannya saya tidak sopan. Tapi saya tidak ingin merepotkan. Saya Ikhlas mengembalikan benda itu.” “Saya juga ikhlas mentraktir anda. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih saya.” “Baiklah, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.” Mentari menekan langkah dan berjalan lebih dulu di depan Azzam. Gadis itu terus memeluk buku suci miliknya. Ia benar-benar bahagia. Alkitab itu sungguh berharga bagi Mentari. Mentari masuk ke sebuah warung soto langganannya. Gadis itu memang sering menikmati nasi soto buatan uni Desi—wanita asal Padang—yang sudah bertahun-tahun berjualan di sana. “Siang Mentari ... mau makan nasi soto, ya?” Wanita pemilik warung itu menyapa hangat pelangg*n setianya. “Iyalah Uni, memangnya uni ada jual rendang, hehehe.” “Hahaha ... Mentari bisa saja. Eh, siapa pria itu? ganteng ya? Pacarnya Tari ya?” Desi setengah berbisik. “Ya Tuhan ... bukan, Uni. Dia itu pria muslim. Dia sudah menemukan Alkitab Tari yang hilang seminggu yang lalu.” “Owwhh ... oiya, silahkan duduk. Jam segini warung masih sepi sebab belum masuk jam makan siang.” Desi menyuruh Azzam dan Mentari duduk di sebuah bangku terpisah. Mentari duduk di hadapan Azzam. “Uni, pesan soto dua porsi dan teh es dua gelas ya ....” Mentari membuat pesanannya. “Siap nona cantik ....” Azzam hanya menunduk. Ia tidak berani menatap wanita yang ada di hadapannya. Wanita yang memang sangat cantik secara fisik. Apalagi netranya, begitu indah bagaikan manik palsu. Abu-abu terang dengan bulu mata lentik dan tebal. Tidak lama, pesanan mereka datang. Baik Azzam mau pun Mentari masih sama-sama terdiam. Canggung, perasaan itulah kini yang tengah bergelayut di hati mereka berdua. “Mentari, maaf ... benar itu namamu, bukan?” Azzam menyeka bibirnya dengan tisu setelah ia menyelesaikan suapan terakhirnya. “Iya ....” “Terima kasih sudah mengajakku makan di sini. Sotonya sangat enak, kebetulan perutku juga tengah lapar.” Azzam mulai mengeluarkan dompetnya dan segera membayar semua makanan serta minuman yang sudah mereka nikmati. “Hei, apa yang anda lakukan? Uni, jangan terima uangnya. Aku yang sudah mengajaknya makan ke sini, jadi aku yang akan membayar semua makanan ini.” Mentari bangkit dan menyuruh Desi mengembalikan uang milik Azzam. “Tidak apa-apa, Mentari. Tidak ada doa penolak rezeki.” Azzam enggan menerima kembali uangnya dalam keadaan utuh. “Ya Tuhan ... kenapa jadi seperti ini?” Mentari jengah, ia salah tingkah. “Tidak masalah, suatu saat nanti giliranmu yang akan membayar makananku.” Azzam tersenyum. Netra bermanik indah itu, menangkap sebuah senyuman yang begitu memesona. Desi memberikan kembalian uang Azzam, “Jangan lupa balik ya, Dek ... Mentari biasanya setiap minggu siang selalu makan doto di sini, hehehe.” “Iya, terima kasih Uni.” Azzam berlalu meninggalkan warung itu, disusul oleh Mentari di belakangnya. “Kenalkan, namaku Azzam Al Malik. Panggil saja aku Azzam.” Azzam menangkup tangan ke d*da pertanda salam hormat. “Owh ... Iya, aku Mentari. Biasa di panggil Tari. Senang berkenalan dengan anda.” “Senang juga berkenalan dengan anda. Baiklah Mentari, saya permisi. Selamat siang ....” “Tunggu!” “Ada apa?” Azzam kembali berbalik. “Maaf ... saya masih belum tenang jika belum membalas kebaikan hati anda. Kemanakah bisa saya kirimkan sebuah bingkisan untuk ucapan rasa terima kasih saya kepada anda?” Mentari masih jengah, tapi gadis itu benar-benar belum akan tenang jika ia belum bisa membalas kebaikan Azzam. “Setiap Jum’at, Sabtu dan Minggu sore saya selalu mengajar mengaji di Masjid Istiqamah. Tidak jauh dari simpang tempat anda berhenti tempo hari.” Azzam menjelaskan. “Ohiya, saya tahu masjid itu. Baiklah, terima kasih sudah mengembalikan Alkitab ini.” “Sama-sama ... aku permisi, selamat siang.” Azzam akhirnya berlalu. Pria itu merasa ada yang aneh dengan hatinya. Tidak pernah ia merasakan perasaan seaneh itu selama ini. Manik cantik itu, berhasil mengusik jiwa terdalamnya. Berkali-kali Azzam berucap istigfar dalam hatinya, berusaha menepis bayangan netra bermanik abu-abu terang yang begitu bersinar. Namun, semakin pria itu mengelak, semakin jelas bayangan netra itu di benaknya. Azzam berbalik, berharap melihat gadis bermanik abu masih berada di tempat yang sama. Namun sayang, gadis itu sudah menghilang. Azzam berhenti di sebuah halte bus, menunggu sebuah bus yang akan membawanya ke lokasi tempat biasa ia mengajar mengaji. Tidak lama, bus yang ia tunggu datang. Azzam segera menaiki bus yang tengah berhenti tepat di depannya dan berlalu meninggalkan semua kenangan pertemuannya dengan gadis bermanik indah. - - - - - Di tempat yang berbeda. “Mak ... mamak ....” Mentari seketika merangkul ibunya yang tengah menyiapkan makan siang untuk keluarga itu, dari belakang. “Hei, ada apa ini? anak mamak senang sekali nampaknya.” Artha menggenggam lengan putrinya yang tengah melilit lehernya. “Puji Tuhan, Mak. Alkitab Tari akhirnya ketemu lagi.” “Oiya? Bagaimana bisa? Apa pengeran berkuda putih kau itu yang sudah mengembalikannya, ha?” “Hahaha ... mamak ini, itukan hanya dalam khayalan Tari saja, Mak. Eh, tapi yang mengantarkan Alkitab itu memang pangeran, Mak. Tapi menggunakan bus putih, hahaha.” Mentari melepaskan rangkulannya dan berbalik menatap ibunya. “Apa maksud, Kau?” “Ternyata Alkitab itu tertinggal di bus, minggu lalu. Seorang pria sudah menemukannya dan ia mengantarkannya ke gereja tempatku mengajar.” “Oiya? Baik sekali. Siapa nama pemuda itu?” “Azzam ... namanya Azzam Al Malik, Mak.” “Muslim?” Rona wajah Artha seketika berubah. “Iya, memangnya kenapa, Mak?” “Ah, tidak ... mamak pikir sesama jemaat gereja.” “Bukan, dia mengajar mengaji di masjid Istiqomah.” “Hhmm ....” Artha kembali menyibukkan dirinya dengan makanan yang ada di depannya. “Kenapa wajah mamak tiba-tiba berubah?” “Apalah kau ini. Tak ada apa-apa, mamak pikir pria itu jemaat sesama gereja. Jadi’kan bisa kau bawanya bertamu ke rumah kita?” “Buat apa?” “Buat apa lagi, buat aku nikahkan sama kau ... hahaha.” “Mamak ....” Mentari merangkul ibunya kembali dengan hangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD