Bastian dan Livy kembali ke apartemen 1 jam setelah Ethan dan Fiona pergi. Kedatangan keduanya bertepatan dengan Marco yang baru saja akan pergi ke luar.
Bastian lelah, jadi Bastian pamit pergi ke kamar untuk istirahat. Sekarang hanya ada Livy dan Marco.
"Marco kamu mau ke mana?"
"Saya mau ke luar, Nona." Ethan memberi Marco tugas, yaitu pergi mengecek kondisi Dominic. Sebenarnya itu tugas Q, tapi hari ini Q diberi tugas lain oleh Ethan.
"Oh, ok. Tapi apa kamu tahu di mana Ethan?" Livy ingin tahu, apa Ethan masih ada di apartemen, atau sudah pergi menemui orang tua Dominic? Membahas tentang apa yang selanjutnya akan Ethan lakukan pada pria b******k yang sudah menyakiti Fiona.
Pertanyaan Livy seketika membuat Marco berpikir jika Ethan tidak atau mungkin belum memberi tahu Livy jika Ethan pergi berlayar bersama Fiona.
"Tuan Ethan dan Nona Fiona sudah pergi sejak 1 jam yang lalu, Nona."
"Ethan dan Fiona pergi?" Livy menatap Marco dengan kening yang kini berkerut.
"Iya, Nona Livy."
"Apa kamu tahu ke mana mereka berdua pergi?" Livy seketika panik, takut jika Ethan akan menyakiti Fiona.
"Tuan Ethan membawa Nona Fiona berlayar."
"Berlayar?" Livy semakin takut begitu tahu ke mana Ethan membawa Fiona pergi. Livy sudah tidak bisa lagi berpikir jernih. Pikiran Livy saat ini penuh dengan pikiran negatif.
"Iya, Nona."
"Mereka tidak hanya pergi berdua, kan?" Sekarang Livy berharap kalau Ethan dan Fiona tidak hanya pergi berdua, tapi bersama dengan para pengawal.
"Tuan Ethan menolak membawa pengawal, Nona. Karena itulah, saya hanya menempatkan para pengawal di dermaga. Setahu saya, mereka tidak akan ikut berlayar bersama Tuan Ethan dan Nona Fiona."
"Apa Ethan dan Fiona pergi tanpa membawa kru?"
"Untuk masalah itu saya kurang tahu, Nona. Masalah persiapan kapal pesiar diurus oleh Q, bukan saya."
"Ok."
"Kalau begitu saya permisi, Nona."
"Silakan."
Marco pergi, sementara Livy segera meraih ponselnya, lalu menghubungi Q.
Pada panggilan pertama, Q tidak mengangkat panggilan dari Livy. Livy kembali menghubungi Q, dan kali ini, Q mengangkat panggilannya.
"Halo, Q." Livy lalu pergi mencari tempat yang sepi.
"Halo, Nona Livy."
"Apa benar kalau Ethan dan Fiona pergi berlayar?" Livy takut jika Ethan berbohong pada Marco, jadi Livy harus memastikannya lagi.
"Iya, Nona. Itu benar."
"Apa mereka hanya pergi berdua?"
"Iya, Nona. Tuan Ethan hanya pergi berdua dengan Nona Fiona. Tuan Ethan menolak ditemani para pengawal, dan Tuan Ethan juga tidak mau ada kru yang ikut berlayar bersamanya."
"s**t!" Livy sontak mengumpat.
Umpatan Livy mengejutkan Q, sekaligus membuat Q penasaran, kenapa Livy mengumpat? Apa yang sebenarnya terjadi?
Secara sepihak, Livy mengakhiri panggilannya dengan Q, lalu menghubungi Ethan.
Sayangnya, Ethan tidak mengangkat panggilan dari Livy.
"Ayolah, Ethan, angkat teleponnya," gumam Livy yang sekarang mulai panik.
"s**t! Enggak diangkat juga." Untuk kesekian kalinya, Livy mengumpat, begitu panggilannya tidak Ethan angkat.
Livy tidak menyerah, dan terus menghubungi Ethan. Jika Ethan masih tidak mau mengangkat panggilannya, maka Livy akan menghubungi Fiona. Tapi jika Fiona juga sama seperti Ethan, tidak mau mengangkat panggilannya, maka Livy akan menyusul keduanya.
***
Saat ini, Ethan dan Fiona berada di dalam kapal pesiar. Keduanya berada di dalam kamar milik Ethan.
Ethan tidak mamakai nada dering, juga tidak memakai getar, jadi Ethan tidak tahu jika Livy sudah berulang kali menghubunginya.
"Ethan." Fiona merintih, jemari tangan kanannya mencengkram kuat rambut hitam Ethan yang lebat, sedangkan tangan kirinya meremas kuat bantal yang ia gunakan ketika hisapan Ethan di bawah sana semakin kuat.
Desahan sekaligus rintihan penuh kenikmatan yang lolos dari mulut Fiona semakin memacu adrenalin Ethan.
Ethan semakin bersemangat, sampai rasanya tidak ingin berhenti menyentuh setiap lekuk tubuh Fiona. Kedua tangan Ethan tak tinggal diam.
Sejak tadi, tangan kanannya terus membelai paha Fiona, sedangkan tangan kirinya terus meremas lembut p******a sintal Fiona.
"Ethan, berhenti dulu," lirih Fiona sambil menahan kepala Ethan yang akan kembali mencumbunya.
"Apa?" Ethan menjauhkan wajahnya dari belahan d**a Fiona yang saat ini sudah penuh dengan kissmark baru.
"Ponsel aku bunyi, bisa tolong ambilkan?" Fiona terlalu lemas untuk sekedar menuruni tempat tidur, tenaganya sudah terkuras habis oleh Ethan.
"Sebentar." Ethan menuruni tempat tidur, lalu meraih ponsel milik Fiona yang terus berdering.
"Siapa yang telepon?" Fiona yakin jika Ethan melihat siapa orang yang menghubunginya.
"Livy." Ethan lalu menyerahkan ponsel tersebut pada Fiona. Ethan berbaring di samping Fiona, dengan posisi miring menghadap Fiona.
"Apa kamu belum memberi tahu Livy kalau kita pergi berlayar?"
Ethan menggeleng. "Belum, tapi pasti Marco sudah memberi tahu Livy ke mana kita pergi."
"Livy pasti mencari kita berdua." Fiona baru saja akan mengangkat panggilan dari Livy, tapi ternyata panggilan tersebut sudah berakhir. Tak lama kemudian, Livy kembali menghubungi Fiona. Fiona mengangkat panggilan dari Livy sambil merubah posisinya menjadi membelakangi Ethan.
"Halo, Livy."
"Fiona kamu di mana?" Livy terlalu panik, jadi tidak sempat membalas sapaan Fiona. Tapi di saat yang sama, Livy lega karena Fiona mengangkat panggilannya.
Fiona mulai berbincang dengan Livy, sementara Ethan terus memainkan rambut panjang Fiona menggunakan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya kini Ethan jadikan tumpuan kepalanya.
Tiba-tiba muncul ide untuk menjahili Fiona yang saat ini masih mengobrol dengan Livy.
Ethan menyeringai, dan mulai mencari posisi yang pas. Secara intens, Ethan mengecupi punggung telanjang Fiona.
Sentuhan Ethan mengejutkan Fiona, sekaligus membuat Fiona merasa tidak nyaman. Fiona ingin menghindar, tapi tak bisa karena Ethan menahannya.
Fiona menoleh, menatap tajam Ethan. Fiona ingin sekali mengatakan pada Ethan, jika jangan menganggunya, tapi Fiona takut kalau ucapannya didengar oleh Livy.
Ethan meminta Fiona kembali mengobrol dengan Livy.
Fiona kembali menatap lurus ke depan. Fiona pikir, Ethan tidak akan lagi mengganggunya, tapi Fiona salah.
Semuanya terjadi begitu cepat, membuat Fiona tidak sempat menghindar.
"Aahh...." Tanpa sadar, Fiona mendesah ketika untuk kesekian kalinya, ia dan Ethan kembali menyatu.
"Semoga Livy tidak mendengarnya." Itulah harapan Fiona.
Jika Fiona panik, takut jika Livy mendengar desahannya, lalu tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, maka tidak dengan Ethan yang malah tersenyum lebar begitu mendengar desahan seksi Fiona.
"Tahan desahannya, Fiona. Jangan sampai Livy mendengarnya lagi atau Livyv akan tahu apa yang saat ini sedang kita berdua lakukan," bisik Ethan yang hanya bisa di dengar oleh Fiona.
Fiona menatap tajam Ethan, tapi Ethan malah tersenyum, dan mengecup bibir Fiona.
"Fiona, apa kamu baik-baik saja?"
"Iya, Livy aku baik-baik saja. Tadi kaki aku terhantuk kursi." Fiona terpaksa berbohong, dan menurutnya alasan tersebut masuk akal.
Ethan memuji Fiona yang baru saja berbohong pada Livy. Alasan yang Fiona buat masuk akal, dan Ethan yakin kalau Livy akan percaya pada ucapan Fiona.
"Astaga! Lain kali hati-hati, Fiona. Apa kaki kamu terluka?"
"Kaki aku baik-baik saja, Livy. Sama sekali tidak terluka." Sekuat tenaga, Fiona mencoba untuk tidak membuat Livy curiga.
"Sial, ternyata sangat sulit!" Umpat Fiona dalam hati. Fiona tidak tahu jika akan sangat sulit untuk menahan diri supaya tidak mendesah.
"Syukurlah kalau kaki kamu baik-baik saja. Oh iya, di mana Ethan?"
"Ethan ada di kamarnya, Livy." Fiona sama sekali tidak berbohong, karena sebenarnya kamar yang saat ini ia tiduri adalah kamar milik Ethan.
"Ok, aku akan segera menghubungi, Ethan. Bye, Fiona." Livy akan segera meminta Ethan membawa pulang Fiona kembali ke apartemen.
"Bye, Livy." Fiona menyahut dengan susah payah.
Setelah memastikan jika sambungan teleponnya dengan Livy berakhir, Fiona tidak lagi menahan desahannya, lalu di saat yang bersamaan, hentakan Ethan dari belakang semakin kuat dan cepat.
Deru nafas Ethan dan Fiona semakin tak beraturan. Bukan hanya Fiona yang mendesah, tapi sekarang Ethan juga tidak lagi menahan desahannya.
Fiona menoleh, kesempatan tersebut tidak Ethan sia-siakan, Ethan langsung memanggut rakus bibir ranum Fiona. Semakin lama, panggutan bibir keduanya semakin liar.
Ethan melepaskan tautan bibirnya dengan Fiona, dan keduanya terus melakukan kontak mata.
Dari tatapan mata Fiona, Ethan bisa melihat dengan jelas betapa Fiona sangat menikmati sekaligus menyukai apa yang saat ini sedang mereka lakukan.
Fiona terus merintih, dan sesekali mendesah sambil menyebut nama Ethan, membuat Ethan semakin b*******h.
"Apa yang Livy katakan, Baby?"
"Dia bilang akan menghubungi kamu, Ethan."
"Itu artinya, kita harus segera menyelesaikannya," ucap Ethan sambil menyeringai. "Di luar atau di dalam?"
"Di dalam." Dengan cepat Fiona menjawab pertanyaan Ethan.
"Apa kamu yakin?"
Fiona menjawab pertanyaan Ethan dengan anggukan kepala.
Sesuai permintaan Fiona, Ethan akan mengeluarkannya di dalam.
Sejak pertama kali melakukan hubungan intim, Ethan dan Fiona sama-sama tidak memakai pengaman.
"Bersama, ok," ucap Ethan ditengah deru nafasnya yang semakin tak beraturan.
Fiona hanya mengangguk. Fiona sudah tidak mampu lagi untuk berkata-kata, karena yang saat ini keluar dari mulutnya hanyalah desahan.
Ethan dan Fiona akhirnya berhasil mencapai klimaks.
"Terima kasih, Baby." Ethan menunduk, mengecup kening Fiona, lalu turun menuju bibir Fiona.
Fiona tidak menanggapi ucapan Ethan. Fiona memejamkan matanya, menikmati keintiman antara dirinya dan Ethan, begitu juga dengan Ethan.
Setelah beberapa menit kemudian, Ethan menuruni tempat tidur, sedangkan Fiona tetap berbaring di atas tempat tidur.
Fiona lelah, sangat lelah. Tenaganya benar-benar terkuras habis oleh Ethan.
Ethan meraih ponselnya, menghela nafas panjang saat melihat ada banyak sekali panggilan masuk dari Livy.
"Ethan." Fiona memanggil Ethan dengan mata yang masih terpejam.
"Iya, Baby, kenapa?" Ethan menyahut tanpa berbalik menghadap Fiona.
"Apa aku terlihat seperti w************n?"
Dengan cepat, Ethan menoleh, menatap tajam Fiona. "Maksud kamu apa, Fiona?" tanyanya ketus.
Ucapan Fiona mengejutkan Ethan. Ethan tak menyangka Fiona akan bertanya seperti itu padanya. Ethan juga tak tahu kenapa Fiona bisa tiba-tiba memiliki pemikiran seperti itu? Memang siapa yang mengatakan jika Fiona adalah w************n?
Mata Fiona yang sebelumnya terpejam kembali terbuka. Sekarang Fiona dan Ethan saling beradu pandang. "Apa aku benar-benar harus menjelaskannya? Aku yakin kamu mengerti apa maksud dari pertanyaan aku tadi."
Ethan melembutkan tatapan matanya, dan tidak lagi memasang raut wajah datar. Ethan menghela nafas panjang, lalu menatap ponsel yang ada dalam genggaman tangan kanannya. "Sebentar ya, aku mau mengangkat panggilan dari Livy dulu. Aku tidak mau dia meminta para pengawal datang ke sini untuk memeriksa kondisi kita jika aku tidak mengangkat panggilannya."
Ethan yakin jika Livy akan meminta para pengawal yang berjaga di dermaga untuk mendatanginya jika ia tidak kunjung mengangkat panggilan dari kakaknya tersebut.
"Ok, silakan."
Ethan mengangkat panggilan dari Livy, lalu menyapanya terlebih dulu.
"Ada apa, Livy?"
"Ethan, apa yang sudah kamu lakukan?" Livy menggeram.
"Memangnya apa yang sudah aku lakukan?" Bukannya menjawab pertanyaan Livy, Ethan malah balik bertanya.
"Apa aku sudah melakukan kesalahan? Tapi apa? Aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun," gumam Ethan dalam hati.
"Ethan jangan mencoba untuk menyakiti Fiona!" Teriak Livy menggelegar.
"Aku tidak akan menyakitinya Livy, aku bahkan baru saja membuatnya sangat bahagia."
Fiona melotot begitu mendengar jawaban yang Ethan berikan pada Livy, sementara Livy malah kebingungan. Fiona melempar bantal yang ada di sampingnya ke arah Ethan, dan bantal tersebut mendarat tepat di atas kepala Ethan.
Ethan menoleh, terkekeh ketika melihat Fiona melotot padanya.
"Ethan, apa maksud ucapan kamu?"
"Livy, sejak kecil Fiona suka sekali berlayar, jadi ketika aku membawanya berlayar dia sangat bahagia." Ethan menjawab pertanyaan Livy sambil terus menatap Fiona yang masih memasang raut wajah tak bersahabat.
"Ethan, kamu tidak sedang berencana untuk membunuhnya, kan? Lalu menyamarkan pembunuhan tersebut akibat tenggelam?"
"Tentu saja tidak!" Dengan cepat, Ethan memberi bantahan. Ethan sangat shock begitu mendengar semua ucapan Livy. Ethan tidak menyangka jika Livy akan berpikir sampai sejauh itu tentang dirinya dan Fiona.
"Jika kamu berani melakukan sesuatu yang buruk pada Fiona, maku aku yang akan menghukum kamu, Ethan!"
"Iya, aku tahu."
"Jadi, kapan kamu dan Fiona akan pulang?" Livy tidak akan bisa tenang sebelum melihat Ethan dan Fiona secara langsung dengan mata kepalanya sendiri.
"Nanti malam."
"Jangan pulang terlalu larut, Ethan. Fiona masih harus banyak istirahat."
"Iya."
"Ya sudah, selamat bersenang-senang." Livy tidak menunggu tanggapan dari Ethan, setelah mengucapkan kalimat tersebut, Livy mengakhiri panggilannya dengan Ethan.
"Kita sudah bersenang-senang, dan sekarang waktunya untuk istirahat," ucap Ethan sambil menatap Fiona yang saat ini berbaring membelakanginya.
Ethan meletakkan ponselnya di meja, dan setelah memastikan jika semua pintu tertutup, Ethan menaiki tempat tidur, berbaring di belakang Fiona. "Kita bicara nanti, sekarang sebaiknya kita istirahat dulu. Aku tahu kamu lelah, karena aku juga lelah."
Fiona tidak menanggapi ucapan Ethan.
Ethan tahu kalau Fiona tidak akan menanggapi ucapannya.
"Selamat tidur, Baby," bisik Ethan sesaat setelah mengecup pelipis Fiona. Ethan memeluk Fiona, lega ketika tak mendapatkan penolakan dari Fiona.
Tak lama kemudian, Ethan dan Fiona akhirnya tertidur.
Awalnya Ethan yang memeluk Fiona dari belakang, tapi seiring dengan berjalannya waktu, posisi tersebut berubah. Sekarang Ethan dan Fiona saling berpelukan.