Dihyan menarik kopernya masuk ke pelataran kampus, lalu ia melangkah menuju gedung asrama yang berada di paling belakang. Gedung asrama khusus pria. Ia menyeret kopernya sampai ke depan sebuah madding, mencari namanya disana untuk mengetahui nomor kamarnya. Memang peraturan di kampus ini adalah setiap mahasiswa harus tinggal di asrama, ditambah dirinya yang masuk melalui jalur mahasiswa. Ia pun juga mendapat uang saku bulanan selama disini, sehingga sedikit meringankan biaya hidupnya. Toh asrama juga gratis, dibanding ia harus menyewa kamar atau apartemen di kota Ceredia ini, Ibukota Convodia.
Demi melanjutkan mimpinya setelah terpuruk hampir satu bulan lamanya, Dihyan mulai menguatkan dirinya lagi untuk kembali menjadi Dihyan yang sebelumnya. Dihyan yang kuat, berdiri diatas kakinya sendiri, meski pendukung utama dalam hidupnya tidak ada lagi.
Kamar Dihyan ternyata berada di lantai tiga, ia pun menyeret kembali kopernya menuju lift untuk segera menuju kamarnya. Untung saja di asrama ini sudah modern, juga kampusnya. Tidak seperti di Abadher. Hanya ada satu Universitas disana, itu pun tidak ada jurusan yang ia minati. Toh ia juga mendapat beasiswa di kampus ternama di pusat kota, sehingga ia tidak mau menyia- nyiakannya. Meskipun meninggalkan tanah kelahirannya sendiri, dengan jarak bermil- mil dari sini.
Demi mimpinya, Dihyan membunuh segala kegelisahan dan kesesakannya. Demi bisa focus dan meraih apa yang telah direncanakannya sejak lama. Walau alasan ia untuk mencapai mimpinya telah tiada, tapi ia tidak akan menghentikan mimpinya begitu saja.
Kamar nomor 201.
Dihyan menghela nafas sebelum membuka pintu kamar yang tampak terbuka sedikit, pertanda teman sekamarnya sudah lebih dulu masuk.
Ketika masuk kesana, Dihyan melihat pria dengan tubuh jangkung dan atletis sepertinya sedang duduk bersandar pada ranjang sambil membaca komik di tangannya.
"Dihyan ya?" tanya pria berkacamata itu sambil menurunkan komik yang menutupi setengah wajahnya. Dihyan baru menyadari wajah pria itu dengan brewok tipisnya.
Tidak seperti Dihyan yang rajin mencukur bulu- bulu lebat yang sering tumbuh pada wajahnya. Kata Zafhira dan Fredella, jika ia memiliki brewok akan terlihat sangat tua. Dihyan mengangguk seraya tersenyum sopan.
"Aku udah lihat nama kamu di madding. Aku Varan. Semoga kita jadi roommate yang kompak." Varan memasang senyum lebar yang menunjukkan deretan giginya yang rapih.
"Iya, semoga."
"Beasiswa kan? Kita sama."
"Kebetulan sekali."
"Lain kali aku ajak kamu keliling Ceredia. Aku lihat kamu dari sekolah di desa. Jadi pasti kamu belum pernah keliling disini kan."
"Iya, terimakasih."
..............
Fredella membuka pintu mobil milik Zafhira sambil ditemani sahabatnya itu menuju apartemen yang berada tidak jauh dari kampusnya. Dengan dibantu salah satu orang suruhannya untuk membawakan koper- koper miliknya.
"Sayang ya Dihyan tidak mau pergi bersama." Keluh Zafhira yang merasa seperti ada yang kurang. Tentu saja salah satu sahabat mereka yang telah lebih dulu berangkat dengan kereta. Padahal ia bisa saja mengantarkannya. Toh Dihyan dan Fredella sama- sama kuliah di Ceredia. Bahkan kampus mereka bersebelahan.
"Dia kan tinggal di asrama. Mungkin harus sampai lebih cepat."
"Kamu benar." Ucap Zafhira sambil membantu membuka kunci pintu apartemen milik Fredella. "Terimakasih, Pak." Lanjutnya sambil memberikan tips ke orang suruhannya. Lalu mereka pun masuk ke dalam.
"Bagus juga."
"Iya dong. Pilihan siapa dulu."
"Nanti malam kamu ada acara? Gimana kalo kita makan malam disini."
Zafhira tampak mengetuk- ngetuk dagunya seakan berpikir keras," boleh juga. Aku juga mau banyak cerita ke kamu. Dihyan juga kita jemput paksa aja."
"Boleh juga. Tapi bukannya bahaya kalo ada yang ngenalin kamu? Bisa- bisa kampus Dihyan jadi heboh. Ini kan kota tidak seperti di desa kita yang sudah biasa lihat kamu."
Zafhira mengayun- ayunkan tangannya," tenang aja. Lagian aku kan harus terbiasa jadi terkenal." Ucapnya dengan nada angkuh.
Fredella memutar bola matanya dengan malas," mulai deh."
............
"Eh! Itu model majalah Beautyrisk kan?" tanya Varan sambil menunjuk ke bawah.
Merasa mengenali nama majalah itu, Dihyan mengernyitkan keningnya kemudian menghampiri Varan dan ikut melihat ke lantai bawah.
Rupanya Zafhira bersama Fredella sedang berjalan kearah sini diikuti beberapa pria yang meminta fotonya. Bahkan dengan terang- terangan menyuruh Fredella yang mengambilkan foto. Dihyan pun langsung meletakkan sapu yang digunakannya untuk membereskan kamar dan turun ke bawah. Varan mengikuti di belakangnya.
"Fansnya juga?"
Dihyan tidak berminat menjawab. Karena agak khawatir jika Zafhira digoda banyak pria disini. Seperti dulu waktu mereka study tour kesini dan banyak orang tau jika dia adalah model majalah sehingga orang mengerubunginya sampai Zafhira seperti sesak nafas. Meski itu sudah dua tahun yang lalu saat Zafhira baru booming di dunia modelling, ia tetap khawatir.
"Ka- kalian kok kesini?" tanya Dihyan membuat beberapa orang menatapnya.
Zafhira malah tersenyum manis," kita mau jemput kamu. Mau ngajak dinner."
Beberapa orang langsung berbisik mendengar ucapan Zafhira pada Dihyan. Apalagi tatapan- tatapan iri itu jelas terlihat.
"Tapi kan disini ramai. Kalo kamu kenapa- napa gimana?" Dihyan tampak cemas membuat Fredella dan Zafhira terkekeh geli.
"Kamu tenang aja. Kamu pikir aku baru- baru ini dikenal banyak orang. Justru kalian yang harus waspada karena kalian sahabat baik calon artis terkenal sepertiku." Zafhira malah merangkul kedua sahabatnya dengan tatapan iri orang disekitarnya.
"Ya udah yuk ke apartemen Fredella. Kita makan malam disana. Kita masak bareng seperti biasa yeyyy! Buat merayakan kuliah perdana kalian."
Dihyan menghela nafas, mau menolak pun percuma meski tubuhnya terasa pegal karena habis bersih- bersih kamar asrama bersama Varan. Ini juga karena salahnya yang memilih untuk berangkat lebih dulu dengan kereta api yang penuh sesak dibanding bersama Zafhira dengan mobilnya yang nyaman." Baiklah."
"Kamu boleh bawa teman sekamar kamu itu. Sepertinya dia juga ingin ikut." Zafhira mengedipkan sebelah matanya pada sosok Varan yang kini menatap iri ke mereka. Yang ditatap hampir pingsan saking terpesonanya dengan kecantikan wajah gadis didepannya ditambah lesung pipinya yang muncul bahkan ketika gadis itu hanya tersenyum kecil. Gadis disampingnya yang berkacamata pun tak kalah manis, hanya terlihat lebih kalem dan pendiam.
"Serius?" Varan tampak tak percaya dan juga senang.
"Tentu saja. Teman Dihyan, teman kami juga." Balas Zafhira dengan ramah.
"Ya, tentu saja." Dihyan pun tak keberatan. Toh Varan tampaknya bukan pria aneh- aneh seperti yang suka mengganggu Zafhira selama ini. Dia bahkan sedari tadi hanya berdiri di belakangnya dan menatap kagum pada sahabatnya. Tidak seheboh yang lain.
Mereka pun kemudian pergi bersama ke apartemen milik Fredella dengan mobil Zafhira. Tapi kali ini Varan yang disuruh menyupir. Untungnya pria itu memang memiliki SIM sehingga Zafhira tidak harus jadi supir lagi kali ini.
Ketika sampai di apartemen Fredella, mereka semua langsung masuk ke kamar. Didalam sana kamarnya sudah terlihat bersih dan rapih. Juga beberapa bahan makanan yang tertata di meja. Yang sebelumnya Fredella dan Zafhira beli karena mereka memang berniat merayakan awal perkuliahan mereka dengan makan malam. Ditambah mereka akan berada disatu kota yang sama meski dengan kesibukan berbeda.
"Kalian para lelaki harus memasaki kami ya. Aku dan Fredella mau beli minuman dulu." Ucap Zafhira dengan gaya memerintah yang sangat Dihyan hapal." Oh ya, Varan. Kamu tenang aja. Dihyan jago masak kok. Apalagi masak nasi pedas dan kari. Yummy!"
"Aku heran yang tamu disini siapa ya?" dihyan menyilangkan kedua tangannya di depan d**a.
Zafhira terkekeh geli," anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena aku sudah mengantar pacarmu ini sampai kesini dengan selamat dan tanpa kekurangan apapun." Ia merangkul pundak Fredella, yang dirangkul hanya tersenyum kikuk.
"Wah! Kalian pacaran ternyata. Aku kira kamu pria polos yang hanya tertarik dengan beasiswa dan rumus- rumus." Varan lagi- lagi terlihat terkejut dengan segala hal yang baru ia ketahui soal teman sekamarnya.
"Sudahlah. Sana kalian pergi. Aku mau soda."
"Aku- aku juga!"