BAB 11

1487 Words
           Kiana Pov            Sudah tiga hari aku tak melihatnya. Karena kejadian itu aku demam tinggi dan harus berdiam diri di kamarku. Saat demam untungnya ada Yu yang sahabat baikku sekaligus bosku. Dialah yang telah merawatku selama tiga hari ini.  Namun, selama aku demam yang ada dalam pikiranku hanyalah ada dia. Aku ingin kembali sehat dan melihatnya. Ingin tahu apa yang ia lakukan saat ini. Apakah dia baik-baik saja atau dalam masalah. Kini aku berada di dapur bersama dengan Yu yang. Pagi-pagi sekali dia membawakanku bubur dan akhirnya kami pun makan bersama. Selama makan aku hanya diam dan hanya menjawab pendek saat ia berbicara padaku. “Kau belum mengatakan apa yang terjadi padamu hari itu? kenapa kau tiba-tiba saja pergi meninggalkan kantor? Apa ada hal mendesak dan penting? Sehingga kau tiba-tiba pergi tak ingin mengatakannya?” tanya Yu yang. Aku hanya menunduk diam. Aku tak mungkin mengatakan jika aku menemui biasku dan menjaganya hingga demam. Dia pasti akan mengatakan aku sudah gila atau akan menertawakanku dan mengejek. “Apa kau masih tak ingin cerita?” Akhirnya ku tatap wajahnya. Dia terlihat sedikit kecewa karena aku tak bisa cerita. “Maafkan aku, untuk saat ini aku tak bisa cerita. Tapi akan aku ceritakan saat waktunya tiba,” ujarku dan sedikit tersenyum.  Kulihat dia ikut tersenyum walau aku tahu dia sangat kecewa. Setelah sarapan bersama dan mengobrol sejenak. Yu yang pun kembali ke kantor, meninggalkanku sendiri di hotel. Dia masih punya banyak pekerjaan. Dia juga tak mungkin terus-terus mengurusiku hingga melupakan kewajibannya. Ku melangkah menuju jendela dan membuka tirasnya. Menatap langit yang sangat cerah dan indah. Ini adalah hari yang aku tunggu. Kini aku sudah kembali sehat. Walau sedikit lemas tapi aku tak pusing lagi. Aku sudah tidak sabar melihat apa yang sedang ia lakukan. Walau Yu yang memberiku amanah untuk istirahat saja di kamar. Tapi aku tak bisa tahan. Tiga hari tak melihatnya membuatku rindu dan ingin melihat wajahnya. Aku mengambil kacamataku dan duduk di depan beberapa leptop dan memulai aksiku untuk mencari tahu apa yang ia lakukan saat ini dan di mana dia sekarang. “Ternyata dia rehat sementar,” batinku melihat tak ada aktifitas yang ia lakukan tiga hari ini.  Mungkin karena kejadian beberapa hari yang lalu. Untungnya polisi sudah menangani penyebar hoax itu. Hingga tak terasa malam pun tiba. Inilah saatnya aku beraksi kembali. Melihat dari dekat apa yang ia lakukan di kamarnya. Setelah mengganti pakaian dan memakai penyamaranku. Aku tak boleh lengah, aku tetap harus menyamar saat berada di kamarnya. Dia sudah melihat wajah asliku, akan fatal bagiku kalau tertangkap lagi olehnya.            Setelah penyamarku siapa. Segera ku panggil mobile online untuk mengantarku ke tempatnya. Tak terasa tiga puluh menit berlalu dan aku pun tiba di hotelnya. Kini aku berdiri di pintu kamarnya.            Sama seperti sebelumnya, kugunakan pentul untuk membuka pintu hotelnya. Sangat gelap. Hal pertama kali yang aku dapatkan saat berada di kamarnya. “Sepertinya dia sudah kembali kerja. Seharunya aku mengecek ulang jadwal pekerjaannya sebelum ke sini. Sia-sia deh aku kemari. Berharap bertemu dengannya dia malah tidak ada,” batinku sedikit kecewa setelah menyalakan lampu kamarnya dan tak ada siapa pun.            Saat ingin kembali ke hotelku, aku kembali mengurunkan niatku. Kulihat kamarnya sangat berantakan. Bahkan saat berada di sebuah ruangan kulihat banyak kertas yang berserakan di lantai. “Mungkin dia ingin merilis lagi baru,” batinku tanpa ingin melihat lirik lagunya. Aku akan menunggu lagu terbarunya rilis.            Segera kuhabiskan waktuku untuk membersihkan kamar hotelnya. Aku cukup senang bisa membantu biasku untuk bersih-bersih kamarnya. Hingga tak terasa jam sebelas malam, aku kembali ke hotelku. *****            Esok harinya, saat pulang dari kerja. Kembali ku pantau aktifitas Xue Mei. Ku tatap layar komputerku yang menampilkan aktifitas Xue Mei. Sesekali aku tersenyum melihatnya. Dia sepertinya sudah menyadari aku selalu masuk ke kamarnya.             “Sepertinya, aku telah melakukan kesalahan. Membersihkan kamarnya malah membuatnya semakin takut dan menyadari aku selalu masuk kamarnya,” gumamku. Tapi untungnya dia tak menyadari kamera tersembunyi yang telah aku pasang di kamarnya beberapa bulan yang lalu.            Kulihat dia memasang Cctv di tiap-tiap sudut ruangan kamarnya. Kadang aku tersenyum melihatnya. Dia tak tahu aku bisa meretas semua cctvnya.  Bahkan cctv kantor polisi pun aku bisa.            Saat jam sepuluh malam, diam-diam aku masuk ke kamarnya. Cctv yang ia pasang di setiap sudut ruangannya. Sudah aku retes sehingga saat aku diam-diam masuk ke kamarnya aku tak akan tertangkap Cctv. Aku sedikit tersenyum melihat wajah damainya yang tertidur pulas di ranjangnya.            Kubelai sedikit surai rambutnya yang halus yang sedikit menutupi matanya. Dia sangat tampan dan imut saat tidur lelap.  Sesekali aku mengajaknya berbicara walau tahu dia tak akan mendengar dan menjawabku. Aku terus bercerita hingga jam menunjukkan pukul dua subuh. Sudah saatnya aku kembali ke hotelku. Sedikit mendesah saat waktuku sudah habis.            “Waktu berjalan cukup cepat. Aku harus kembali ke hotelku. Tidur yang nyenyak yah dan jangan terlalu berkeja keras,” ujarku pelan. *****            Sama seperti biasa, aku terus mengunjungi hotelnya dan pulang saat jam dua subuh. Kulihat dia mulai prustasi karena tak bisa menangkapku melalui CCTV yang ia pasang di tiap-tiap sudut ruanganya.            Sedikit sedih melihatnya kecewa karenaku. Tapi mau bagaimana lagi, aku terlalu menyukainya hingga tak sadar aku telah melakukan tindak kejahatan. Hanya kata maaf yang bisa aku katakan saat ini. Kata yang tak pernah aku ucapkan langsung padanya karena telah mengawasinya selama ini.            Malam harinya aku mencoba untuk berhenti melihatnya dan diam-diam masuk ke hotelnya. Membiarkan dia tenang untuk saat ini. Tapi, esok harinya. Depresi yang ia derita semakin menjadi-jadi dan mengira dia telah berhalusinasi. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengecek kesehatan dan mengunjungi psikiater.            Hal itu semakin membuatku semakin merasa bersalah. Tindakanku membuatnya depresi berat. Haruskah aku berhenti mengawasinya? Tapi aku tak  bisa. Seharian tak melihatnya malah aku yang depresi. Sepertinya aku benar-benar telah gila karenanya. Rasa suka yang aku rasakan sepertinya telah berkembang menjadi obsesi.            Aku mulai bingung. Haruskah aku melanjutkannya? Atau berhenti sebelum terlambat? ******            Pagi harinya aku terbangun dengan dua mata bengkak setelah semalam menangis karena memutuskan untuk berhenti mengawasi Xue Mei. Mungkin ini adalah hal terbaik untukku dan dia.            “Ada apa denganmu? Apa kau menangis tadi malam? matamu bengkak,” ujar Yu yang. Kini kami berada di kantin kantor makan bersama.            Sama seperti biasanya. Aku tak bisa menceritakan apa yang telah terjadi padaku dan lagi-lagi membuatnya kecewa. “Baiklah, tidak  masalah jika tak ingin cerita. Aku akan menunggu saat kau sudah siap.”            “Terima kasih, “ ujarku pelan.            Setelah makan siang. Aku kembali bekerja dan memutuskan untuk lembur. Lebih baik aku lembur dari pada berdiam diri di hotel. Hingga tak terasa tiga hari telah berlalu dan aku habiskan waktuku untuk bekerja dan tak ingin melihat berita terbaru tentangnya atau pun melihat apa yang ia lakukan melalui kamera yang kupasang diam-diam.            Hingga di hari ke tujuh, aku tak tahan lagi. Aku ingin melihatnya. Hingga aku kalah dengan obsesi yang ada pada diriku. ****            Kini aku berada di kamar hotelnya. Menatap wajah damainya saat tidur. Hingga tak terasa butiran-butiran bening meluncur begitu saja di wajahku. “Maafkan aku ... hiskkk ... aku tak bermasud melukaimu. Aku hanya ingin menjagamu agar tetap aman jauh dari bahaya ... hsikkk. Tapi ... tindakanku malah membutmu lebih terluka. Aku tahu tindaknaku ini sudah keterlaluan dan tak bisa dimaafkan.” Aku terus menangis di dekatnya dan tak kusadari air mataku jatuh dan mengenai tangannya.            “Hanya saja ... aku tak bisa berhenti ... aku terus ingin meliahatmu. Aku sudah bertindak terlalu jauh hingga akhirnya aku mulai terobsesi padamu. Hinkkk ... hiskkk .... maafkan aku ... maafkan aku Xue Mei.”            Tangan kananku terus terangkat menhapus air mataku. Hingga tak menyadari lelaki yang ajak bicara perlahan terbangun dan melihatku.            “Siapa kamu?” sebuah pertanyaan yang cukup membuatku kaget. Aku ketahuan. Dia melihatku.            Sambil menutup wajahku dengan tangan kananku, segera kulancarkan aksiku untuk melarikan diri. Namun, sayangnya dia berhasil mengkap tangan kiriku.            “Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kau terus mengawasiku? Dan apa maumu?” Xue Mei menatapku dengan penuh kebencian sambil mencengkam erat pergelangan tanganku hingga memerah.            “Lepaskan ...” lirihku masih berusaha menyembunyikan wajahku.            “Tidak akan. Sebelum kau mengatakan siapa kamu dan apa maumu hingga kau terus mengawasiku!” ujarnya dingin. Mungkin ia terlalu marah hingga nada suaranya terlalu dingin dan mendominasi.            Tanganku mengepal. Bukan saatnya aku tertangkap. Aku harus pergi dari sini. Segera kuambil napas dalam-dalam sebelum tangan kiriku memutar hingga tangan Xue Mei terlapas. Saat itu juga aku melarikan diri.            Sempat terjadi kejar-kejaran hingga kami berada di tempat parkiran. Aku bersembunyi di salah satu mobil yang terparki sambil melihat wajah frustasinya yang tak bisa menangkapku. “Maafkan aku ... Xue Mei ...” lirihku sebelum pergi dari ruang parkir kembali ke hotelku. *****            Dengan wajah lesu dan tubuh lelah segera ku jatuhkan tubuhku begitu saja di ranjang milikku. “Hampir saja dia menangkapku ...” batinku.            Ku tatap langit-langit kamarku cukup lama. Tiba-tiba saja aku merasakan nyeri di pergelangan tangaku bekas cengkaraman Xue Mei. Dan saat ku lihat tangan kiriku. Saat kedua mataku membulat.            “Gawat! Gelang pemberian ibuku hilang!” TBC  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD