Bab 3

1539 Words
Pekerjaan di kantor menumpuk. Laporan bulanan menanti untuk dikerjakan. Akhir bulan seperti ini selalu membuatku semakin pusing. Berbagai laporan dan tuntutan schedule untuk bulan depan. Belum lagi harus mengecek hasil kerja di tim produksi. Puyeng kepalaku, rasanya mau pecah. “Yo, nanti pulang kerja mau main gak?” tanya Jefri yang tiba-tiba nongol di ruanganku. “Absen dulu deh. Laporan numpuk. Laporanmu sudah?” Aku berbalik tanya padanya. Tapi dia malah nyengir sambil berbisik. “Gampang, dilembur di rumah nanti.” “Yeeeee. Ogah ah, mendingan kalau di rumah, itu tinggal tidur. Dari pada di rumah masih puyeng mikirin laporan,” jawabku. Aku masih melanjukan mengetik laporan. Setelah tadi menoleh ke arahnya sebentar. “Ayolah, banyak cewek cantik nanti,” ajaknya. Dia masih berusaha untuk mengajakku. “Emangnya mau kemana? Kok ada cewek segala?” tanyaku penasaran. Dia celingukan, lalu berbisik lagi. “Anton. Manager kita ulang tahun. Mau ngajak karaokean katanya. Los dol lah,” ucapnya padaku. “Males ah. Palingan ceweknya para pemandu karaoke,” jawabku ngeles. Padahal, aku hanya tidak ingin ikut acara mereka. Karena pekerjaanku masih begitu banyak. “Lah kamu maunya cewek yang gimana? Nanti aku carikan deh,” ucap Jefri. Dia masih mencoba untuk mengajakku ikut dengannya. Dia memang orang yang tidak mudah menyerah begitu saja. “Enggak deh, enggak. Tobat Jef, tobat. Inget tuh si Dinda. Malah main cewek mulu,” jawabku kesal. Aku yang pendiam dan baik hati ini masih saja jomblo. Sedangkan cowok selengekan dan hidung loreng seperti Jefri malah selalu dapat cewek. Heran sama pemikiran cewek sekarang. Kenapa yang bad boy malah lebih laku dari pada good boy. Apa cewek sekarang tuh memang suka disakiti gitu ya? Ada lagi yang nolak dengan alasan ‘Kamu terlalu baik buat aku’ kan kampret. Masak iya mau nembak cewek, tapi ceweknya dikata-katain dulu, dikasarin dulu, biar gak terlalu baik buat dia? “Halah, Dinda kan gak tahu. Kalau gak mau ikut yasudah,” jawabnya enteng sambil berlalu. Aku mengerjakan laporanku, secepat yang aku bisa. Kukerjakan satu per satu hingga selesai. Jam sudah menunjukkan pukul empat. Sudah waktunya pulang. Ku lihat beberapa teman pergi berasama Anton dan Jefri. Aku hanya bisa menghela napas. Cewek sebaik Dinda dapat pacar seperti Jefri, yang masih suka main cewek dan ngaku jomlo. Sedangkan aku? Ah sudahlah, sudah nasib. Mau gimana lagi. Terima sajalah.   ***   Aku sudah sampai di rumah. Lega rasanya, laporan selesai tepat sebelum jam pulang kantor. Aku turun dari motor, membuka pagar rumah. “Sudah pulang Yo?” sapa Tante Jeje waktu aku baru selesai membuka pagar rumahku. “Iya tante,” jawabku, sambil membuka pagar lalu menuntun motorku. “Nanti, Tante mau minta tolong, boleh?” ucapnya sambil berjalan mendekat padaku. “Minta tolong apa Tante?” tanyaku sambil melepas helm dan menaruhnya di spion motor. “Lampu kamar Ana mati. Om Benu lagi dinas ke luar kota. Tante gak berani kalau naik tangga. Takut ketinggian,” jelasnya padaku.  Dari wajahnya, aku melihat dia sangat mengharapkan aku menjawab ‘iya’. “Oh iya Tan, sebentar saya mau ganti baju dulu,” jawabku. “Iya, iya, mandi dulu aja sekalian Yo, biar enak. Masih belum terlalu gelap juga. Sebelumnya makasih Yo,” ucapnya sambil pulang ke rumahnya. Aku masuk ke dalam rumah. Aku mendapati Emak sedang mencuci piring. Lalu, aku menoel lengannya. “Mak,” sapaku. Emak langsung melemparkan piring yang sedang dia cuci. Piring terjatuh ke dalam westafel yang penuh dengan busa sabun. “Heh, kebiasaan. Masuk rumah tuh salam dulu. Ini main toel-toel saja. Untung piringnya enggak pecah,” omel Emak padaku. “Yeeee, Emak aja yang enggak dengar, aku sudah mengucap salam tadi saat masuk rumah,” ucapku ngeles, padahal aku lupa mengucap salam tadi waktu masuk rumah. “Masa?” tanya Emak tidak percaya. “Iya Mak, sudah enggak usah dibahas. Emak masak apa? Laper nih,” ucapku mengalihkan pembicaraan. “Masak pepes kon, eh pepes tongkol,” ucap Emak sambil tertawa. “Emak nih kebiasaan,” ucapku sambil mencubit hidung Emak. “Hahaha, ya sudah makan sono. Itu ada sayur asem juga. Sayurnya asem, tapi enak. Kalau ketekmu asem, enggak enak!” ucap Emak padaku. “Yeeee, apalagi ketek emak. Bapak belum pulang Mak?” tanyaku. Aku terkekeh pelan. “Belum, katanya lembur,” jawab Emak. “Oooh.” Aku meletakkan sepatu di rak. Lalu masuk ke kamar mengambil handuk dan baju ganti. Kemudian aku masuk ke kamar mandi dan melakukan konser tunggal. “Los Dol ndang lanjut leh mu whatsapan, cek paket datane, yen entek tak tukokne. Tenan dek elingo, yen mantan nakokno kabarmu, tandane iku ora rinduuuuu.” “Nanging kangen kringet bareng awakmuuuuuu.” Emak menyahuti nyanyianku. “Hahaha. Emak hapal juga liriknya. Mak duet yok?” ajakku dari dalam kamar mandi.   “Gak mau, suaramu pales. Gimana Mak enggak hapal, tiap hari kamu nyetel lagu itu. Kenceng pula, kalau ada tetangga denger dikira Emak mantu paling Yo,” jawab Emak. Aku bisa membayangkan ekspresi menahan tawanya saat mengucapkan itu. “Fals mak,” ucapku membetulkan ucapan emak.   “Fales,” jawab Emak.   “Iya deh, terserah lidah Emak saja deh,” jawabku mengalah. Karena percuma saja berdebat dengannya. Kalian tahu sendiri, kaum perempuan akan selalu ngotot walaupun mereka salah. Karena, menurut mereka ‘wanita selalu benar, pria selalu salah’. Aku tidak jadi melanjutkan konser tunggal di kamar mandi. Karena aku teringat, akan permintaan Tante Jeje, yang minta tolong mengganti lampu kamar Ana. Aku segera menyelesaikan ritual mandiku. Berganti baju, lalu cepat-cepat keluar rumah. “Mau kemana kamu surup-surup Le?” teriak Emak padaku yang buru-buru keluar rumah. “Ke rumah Tante Jeje Mak,” jawabku sambil terus berjalan. “Awas digondol wewe. Wewe seneng karo joko tas kramas Le,” (Awas diambil wewe. Wewe suka sama pernaka yang baru keramas nak) ucap Emak menggodaku. Aku hanya ngikik pelan mendengar ocehan Emak. Emak memang tak terlalu suka pada Tante Jeje, karena orangnya yang suka pamer harta dan omongannya selalu tinggi. Makanya dia memanggilnya wewe alias hantu wewe. Tapi Emak masih toleran padanya, karena Emak suka meminta daun luntas yang tumbuh di halaman rumahnya untuk dimasak. “Assalamualaikum, Tan,” uapku saat sudah di depan pintunya. Dia langsung menghampiriku dan menyuruhku untuk masuk. “Ayo Yo, masuk,” ajaknya. “Dimana Tan, yang lampunya mati?” tanyaku padanya. “Di kamar Ana,” jawabnya. “Iya, tapi kamar yang mana. Saya mana tahu kamar Ana yang mana,” ucapku padanya. “Oh iya, hehe. Ayo kesana Yo,” ucapnya. Aku mengekor padanya. Dia mengambil tangga lalu diberikannya padaku. Aku meregangkan dan mengunci tangganya. Aku langsung naik dan mengambil lampu yang sudah mati. Lalu Tante Jeje memberiku lampu yang baru. Langsung aku pasang. Lalu aku cek dan menyala. Tugasku sudah selesai. Aku langsung pamit pulang. Tapi Ana mencegahku. “Jangan pulang dulu kak. Mama sudah masak banyak. Ayo makan sama-sama,” ucapnya padaku. Dia duduk di ruang makannya. Ruangan itu dekat dengan posisi kamarnya. “Aduh, sudah mau maghrib nih. Aku pulang saja Tante. Terima kasih tawarannya,” jawabku pada mereka. Karena, masakan yang dimasak Emak tadi, adalah menu kesukaanku. “Kalau gitu dibungkus saja, gimana Yo?” ucapnya sambil mengambil beberapa potong ayam goreng dan meletakkannya di sebuah kotak makan. Lalu menambahkan sayur dan lauk yang lain. Padahal, aku belum menjawab ‘iya’, tapi dia sudah menaruh begitu banyak masakan di dalam kotak makan. “Sudah cukup Tan, enggak usah banyak-banyak. Emak sudah masak kok di rumah,” jawabku. Aku bermaksud, agar dia tidak jadi membungkuskan makanan untukku. “Di rumahmu, mana ada ayam goreng seperti ini. Ini tuh ayam goreng terenak dan potongannya besar,” ucapnya mulai menyombong. Begitulah Tante Jeje, dia akan menemukan topik untuk menyombong. Aku mencoba menahan diri untuk tidak terpancing, dengan apa yang dia ucapkan. “Makasih Tan, Emak memang lagi masak pepes tongkol sama sayur asem. Memang enggak masak ayam. Tapi, aku sangat suka menu itu.” Aku membela Emakku. Dia hanya mencep dan memberikan kotak makan itu padaku. “Kotak makannya jangan lupa dikembalikan. Itu kotak makan mahal,” ucapnya padaku, duh pingin aku lempar saja kotak makan itu padanya. Tapi pasti nanti malah berbuntut panjang. Karena, kalian tahu kan gimana garangnya Emak-emak, kalau kotak makan merk ware-ware itu rusak.   “Makasih,” ucapku sambil berlalu pulang. Aku tidak ingin berada di sana lebih lama lagi. Aku tidak sanggup menahan diri, mendengar ucapan-ucapan Tante Jeje.   ***   Aku meletakkan kotak makan pemberian Tante Jeje di meja makan. Aku mengambil piring, dan segea menyendok beberapa centong nasi ke atas piringku. “Apa ini Yo?” tanya Emak padaku. Aku baru saja menyuap nasi ke mulutku. Aku membiarkan pertanyaan Emak tidak terjawab. Mulutku masih penuh dengan makanan, dari pada nanti aku tersedak. Jadi, kubiarkan saja Emak menunggu  jawabanku. “Diberi sama Tante Jeje Mak,” jawabku. Aku melanjutkan menyendok makananku lagi. Masakan Emak memang yang paling juara. Enak, sehat, dan gratis. “Oh, apa isinya?” tanya Emak. “Buka saja Mak,” jawabku. Emak membuka kotak makan itu. Dia terkekeh melihat isinya. “Kenapa Mak?” tanyaku bingung. Apa yang lucu dengan ayam goreng, yang diberikan oleh Tante Jeje? “Dia yang masak ini?” tanya Emak padaku. Aku hanya mengendikkan bahu. “Tadi sih, bilangnya begitu,” jawabku. “Nih lihat ini,” ucap Emak padaku. Dia menyodorkan sebuah kotak makan lainnya. Ada ayam dan menu sayuran yang sama dengan yang diberikan oleh Tante Jeje. “Dari siapa Mak?” tanyaku. “Bulek Darmi, anaknya tasyakuran tujuh bulanan. Masih saudara juga mereka,” ucap Emak. Membuatku jadi berpikir. Apa yang ditertawakan oleh Emak tadi. “Jadi, maksud Emak, tante Jeje membawa makanan dari rumah mereka?” tanyaku pada Emak. Mencoba memastikan letak lucu yang tadi Emak tertawakan. “Iya, coba saja cicip. Pasti rasanya sama,” jawab Emak. Entah kenapa aku jadi mencicipinya juga. Padahal kan, aku sedang ingin menikmati enaknya pepes tongkol dan juga sayur asem bikinan Emak. “Iya, Mak. Rasanya sama,” jawabku terkekeh. Pantas saja tadi Emak tertawa melihat isinya. Ternyata Tante Jeje, mendapat makanan itu  dari rumah saudaranya. Tante Jeje memang selalu ajaib, dengan segala sifat sombong dan perkataannya yang selalu meninggi.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD