Anggita menatap dua lembar kertas berisi kontrak yang akan ia jalani selama satu tahun ke depan. Di sana tertulis persyaratan :
1. Pihak pertama WAJIB memenuhi semua yang di butuhkan oleh pihak kedua.
2. Pihak pertama akan membayar sejumlah uang sesuai yang di sepakati bersama pihak kedua.
3. Pihak kedua dengan sukarela dan tanpa paksaan meminjamkan rahimnya untuk mengandung keturunan dari pihak pertama.
4. Pihak pertama hanya akan memberikan benihnya ke rumah sakit yang mana akan di suntikkan ke dalam rahim pihak kedua.
5. Pihak kedua dengan sukarela menjalani pemeriksaan di dokter kandungan yang sudah di tentukan.
6. Selama proses kontrak, pihak kedua akan pindah ke Apartemen yang sudah di sediakan.
7. Jika selama satu tahun pihak kedua tak kunjung hamil, maka pihak kedua harus membayar sejumlah uang yang sudah diberikan.
8. Tidak boleh ada cinta dan s*x di antara pihak pertama dan kedua.
9. Jika pihak pertama atau kedua membocorkan kontrak, maka pihak yang membocorkan harus membayar ganti rugi kepada pihak yang di rugikan sebanyak dua kali lipat.
10. Anak yang dilahirkan oleh pihak kedua akan sepenuhnya menjadi milik pihak pertama. Pihak kedua berjanji TIDAK AKAN menginginkan hak asuh dari anak yang di lahirkan.
11. Uang yang di janjikan akan di transfer 30% setelah selesai tanda tangan kontrak, dan sisanya akan dibayarkan setelah pihak kedua dinyatakan hamil.
12. Kontrak pernikahan hanya berusia satu tahun. Setelah satu tahun pihak pertama akan menggugat cerai pihak kedua.
13. Pihak pertama akan datang seminggu sekali ke apartemen pihak kedua.
Anggita melebarkan matanya saat melihat nominal uang yang akan ia terima selama kontrak. Rahimnya akan di bayar sebanyak 10 Miliyar rupiah yang akan langsung masuk ke rekeningnya secara otomatis setelah ia menandatangani kontrak tersebut.
"Bagaimana? Apa ada yang perlu di tambahkan sebelum di sahkan oleh pengacara ku?" ucap seorang pria berjas yang duduk di hadapannya.
Anggita menelan ludahnya. "Aku ingin bertanya untuk poin 4. Apa maksudnya itu?" tanya Anggita.
Pria tampan berwajah dingin itu menegakkan posisi duduknya. "Saat pemeriksaan kondisi rahim mu dinyatakan sehat dan siap untuk di buahi, aku akan mengirim s****a ku ke rumah sakit. Pembuahan akan dilakukan diluar kandungan. Setelah terjadi embrio barulah dokter akan menyuntikkan embrio itu ke rahim mu."
Anggita manggut-manggut. "Untuk poin ke 8, apakah ada konsekuensi yang diterima jika salah satu dari kita melanggar? Aku tak yakin jika dalam satu tahun ke depan..."
"Tidak akan pernah! Jika ada yang melanggar kontrak dinyatakan batal dan harus membayar dua kali lipat." ucap Edward memotong pembicaraan.
"Baiklah kalau begitu. Lalu untuk poin ke 10, apa aku tidak bisa bertemu atau mengunjungi anak yang ku lahirkan meski hanya sekali?"
Edward menatapnya tajam, "Tidak boleh dan tidak akan pernah ku ijinkan kau bertemu dengan anak ku."
"Tapi...."
"Kalau kau tidak setuju dengan kontrak ini cepat pergi. Aku akan mencari kandidat lain yang setuju dengan syarat yang ku ajukan."
Anggi terlihat kesal. Bagaimana pun juga ia butuh uang itu secepatnya untuk biaya operasi adiknya. Nyawa adiknya bergantung seluruhnya pada keputusannya. Dengan terpaksa Anggita pun menyetujui syarat tersebut.
Edward terlihat senang. Ia melihat Anggita menandatangani kontrak kerja sama mereka untuk setahun ke depan. "Oiya aku ingin menambahkan satu poin lagi. Poin 14. Pihak pertama tidak akan ikut campur dalam urusan apapun pihak kedua, begitu juga dengan sebaliknya."
Edward mempertimbangkan usulan rekan kerjanya, dan ia pun setuju. "Baiklah. Usulan mu akan masuk ke poin 14. Ada lagi yang di tambahkan?"
Anggita membaca kembali kontraknya dan menggelengkan kepala tak ada lagi yang ingin di tambahkan. Mereka pun bertukar kontrak. Belum sempat bertanya, sebuah pesan masuk ke ponselnya.
"Holy s**t!! Kau benar-benar mengirimkan uangnya." pekik Anggita terkejut melihat nominal uang yang masuk ke dalam rekeningnya.
"Anggap saja itu down p*****t dari kontrak ini. Sisanya akan segera di transfer setelah kau di nyatakan positif hamil."
Anggita tak bisa berkata-kata. Mulutnya terbuka lebar saking syoknya. "Jika tak ada yang ditanyakan anda boleh kembali bekerja." Ucap Edward sambil kembali ke kursi kebesarannya.
Anggita memasukkan kontraknya ke dalam sebuah map coklat, lalu ia pun pamit keluar dari ruangan CEO. Saat akan membuka pintu, Edward menahannya.
"Tunggu sebentar. Ambil ini. Mulai besok kau akan tinggal di sini." ucap Edward mengulurkan sebuah kartu.
Lagi-lagi Anggita di buat terbengong-bengong. Apartemen Residence 8 at Senopati. Apartemen mewah yang sering ia lihat ditayangan televisi, dan mulai besok ia akan tinggal disana. Wow...
"Apa harus besok? Aku belum mengemasi barang-barang ku."
"Kau hanya perlu membawa diri dan juga pakaian mu. Semua barang yang kau miliki sebelumnya jangan di bawa. Aku tak mau rumah ku penuh dengan sampah."
Anggita mendelik kesal. Ia memilih pergi dari sana dengan menggerutu. "Sampah?! Hellooow... Elo pikir gue beli barang-barang di rumah gue dengan harga murah?! Enak aja kalo ngomong. Dasar manusia es!!" gerutu Anggita kesal.
Anggita masuk ke dalam lift dan turun ke lantai 20 tempatnya berada. Anggita bekerja di bagian HRD. Ia menyimpan rapi kontrak tersebut di dalam laci meja kerjanya, tak lupa ia kunci. Anggita menghembuskan nafas panjang. Ia berharap keputusan yang di ambilnya benar, semoga tak ada yang terjadi di antara ia dan si manusia es itu selama setahun kawin kontrak.
Jika terjadi sesuatu, haruslah Edward yang memulai agar ia yang harus membayar ganti rugi padanya. "Duh... Belum apa-apa gue udah deg-degan nih." Anggita menarik beberapa lembar tissue di meja kerjanya. Tangannya akan langsung basah jika ia sedang panik berlebih. Gimana ngga panik kalau dalam setahun ke depan hidupnya akan berubah 180 derajat.
"Semoga yang ku lakukan itu benar, Tuhan." Anggita mengecek ponselnya, lalu menghubungi pihak rumah sakit untuk membayar biaya operasi adiknya Seno yang membutuhkan biaya tak sedikit. Sementara itu, seorang wanita dengan dress seksi merah menyala keluar dari sebuah ruangan. Ia memeluk Edward dari belakang. Ia telah menyaksikan sendiri wanita yang akan mereka sewa rahimnya demi mendapatkan keturunan.
"Aku kesal karena dia sangat cantik. Tapi bagaimana pun juga kita butuh dia untuk melahirkan penerus." ucap Clara istri Edward kesal. Edward meraih tangan istrinya lalu mendudukkannya di atas pangkuannya. "Ku akui dia memang cantik dan juga cerdas, tapi kamu tenang saja sayang. Hati dan pikiran ku hanya untuk kamu seorang." ucap Edward membelai wajah istrinya.
"Kamu yakin tidak akan tergoda olehnya?" Clara ingin memastikan dengan benar agar hatinya tenang.
Edward tertawa, "Ya ampun sayang. Dia hanya wanita yang kita sewa. Dia bukan tipe ku. Aku berjanji tidak akan tergoda olehnya." ucap Edward bersungguh-sungguh. Clara tersenyum senang.
"Kamu harus menepati janji mu sayang. Kalau tidak aku tak segan-segan melukainya." ancam Clara tapi tak terlalu di hiraukan oleh Edward.
***
TBC