BAB 8 : Kerja

3814 Words
Arabelle melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul  sebelas, dengan sedikit tertatih-tatih Arabelle mendekati Endrea yang masih berada dalam pengawasan Kenan. “Ayo pulang, besok aku harus bekerja” ajak Arabelle karena dia tidak membawa kendaraan. “Apa maksudmu?, Endrea akan pulang bersamaku” jawab Kenan mendahului Endrea yang akan menjawab. “Apa?, tidak!. Endrea bersamaku” pelotot Endrea bersedekap. “Kau jangan seenaknya merebut Endrea dariku.” “Berhenti berdebat, aku bersama Ara.” Endrea hendak berdiri, namun dengan cepat Kenan menariknya dan membuat gadis itu terduduk di pangkuannya. “Dia sudah dewasa, untuk apa di antar. Kau mabuk, aku harus mengantarmu” tegas Kenan tidak terbantahkan. Endrea tidak terlalu memberontak karena mabuk berat, namun dia tetap mencoba membuat dirinya terjaga. “Aku juga sudah dewasa, kau tidak perlu mengantarku” tolak Endrea mendorong d**a Kenan, namun Kenan semakin erat memeluknya dan tidak membiarkan Endrea beranjak dari pangkuannya. “Kenan lepaskan aku!” berontak Endrea meracau. “Tidak.” Kenan memangku Endrea dan tidak mempedulikan teriakan Endrea yang berteriak meminta di turunkan. Arabelle hanya melongo menahan emosinya melihat bagaimana Kenan selalu mengsabotase Endrea dimanapun mereka bertemu. “Kenan, kenapa kau tidak memangku aku juga?. Aku juga pusing.” Nerissa berlari mengejar Kenan. “Aku juga mabuk, kau sudah berjanji pada Daddy untuk menjagaku” langkah Nerissa semakin melebar mengejar Kenan. Kenan langsung membalikan tubuhnya, gendongannya pada Endrea semakin erat karena gadis itu tertidur dan beberapa kali bergumam karena mabuk. “Kau hanya minum s**u kocok Nerissa, jangan membuat alasan konyol. Berhenti merengek dan manja, ayo pulang” Mata Nerissa langsung berkaca-kaca. “Harusnya kau membiarkan aku di antar Alex, kau hanya sayang Endrea. Tidak sayang padaku.” “Apa kau bilang?, aku tidak sayang padamu?.” Pelotot Kenan tidak suka dengan perkataan adiknya. “Aku pria kedua yang menggendongmu setelah lahir, aku yang menemanimu tidur saat Momy asik bercinta dengan Daddy, aku pernah menggantikan popokmu saat kau kecil, aku yang selalu memegang dotmu ketika kau ingin s**u, aku yang menuntunmu untuk belajar berjalan, aku yang pertama tahu payudaramu tumbuh, aku yang pertama tahu kau pertama kali datang bulan, dan aku yang membelikan pembalut untukmu. Aku_” “Kenan!!” Jerit Nerissa langsung panik menutupi mulut Kenan, “Jangan membicarakannya di depan umum” bisik Nerissa semakin panik. “Iya, aku tidak akan banyak bicara.” “Kenapa dengan keluarga gila itu?” decih Arabelle tidak habis fikir, beberapa menit Nerissa dan Kenan adu mulut, detik selanjutnya Nerissa bergelayutan di pinggang Kenan tanpa memperdulikan sikutan tangan Kenan. Tubuh Arabelle jatuh ke sofa, kepalanya mulai pusing, lambungnya panas dan dan Arabelle mual. “Mmm itu, aku.. aku akan mengantarmu pulang jika kau tidak keberatan” Mante membuka suaranya lagi setelah sekian lama diam dan menonton, “Apa kau tidak keberatan?.” Tanya Mante dengan gugup, Arabelle bergumam kecil masih tertidur. Arabelle perlahan duduk dan merentangkan tangannya lebar-lebar, “My friend..” Mante mundur seketika, dia terlalu gugup karena Arabelle hendak memeluknya. “My friend…” Arabelle mulai berdiri dan tiba-tiba melompat kepada Mante. Kaki Arabelle membelit pinggang Mante dengan tangan yang memeluk lehernya, Mante tersentak kaget merasakan tusukan heels Arabelle yang menekan bokongnya. “Antar aku pulang!.” Wajah Mante mundur seketika karena Arabelle terlalu dekat, “Aku akan mengantarmu.” Mante membungkuk mengambil tas dan jaket Arabelle, sementara gadis itu semakin mengeratkan pelukannya seperti bayi koala yang memeluk pohon. Mante benar-benar merasa sangat gugup dengan tingkah Arabelle yang terlalu intim untuknya, “Aku.. aku akan memelukmu agar kau tidak jatuh” ucapnya seperti sedang meminta izin. Dengan kaku Mante memeluk Arabelle yang masih memeluknya seperti seekor koala dan membawanya keluar. Beberapa orang yang melihat hanya diam dan saling berbisik, melihat Arabelle yang sering membuat ulah sedikit menghancurkan imagenya sebagai anak walikota, Arabelle tidak mementingkan bagaimana bila nanti paparazzi memotret dirinya yang keluar dari club bersama pria kaku dengan latar belakang keluarga mafia penguasa Neydish. “Ara, ayo masuk” Mante mencoba melepaskan Arabelle agar duduk di kursi depan. “Tidak mau” Arabelle semakin memeluk erat Mante ketika pria itu hendak mendudukan Arabelle di tempatnya. Wajah Mante memerah “Ara, turunlah” dengan terpaksa Mante mendorong paksa Arabelle untuk segera duduk di kursinya, dengan gerakan cepat Mante memasangkan sabuk pengaman dan mengunci pintu. Mante perlu membeli minuman pereda mabuk untuk Arabelle, dia tidak bisa mengantarkan Arabelle sampai rumahnya dengan keadaan gadis itu mabuk. ***   “Apa kau merasa baikan Ara?” Mante masih duduk dan fokus mengemudi, sesekali dia melihat kearah Arabelle yang terlihat lebih tenang setelah minum obat. “Aku baik-baik saja, terimakasih sudah membantuku” jawab Arabelle dengan tenang. “Terimakasih sudah mau mengantarku.” Mante membelokan arah mobilnya dengan perlahan, “Bukankah kita teman?.” “Tentu saja” tawa Arabelle terdengar keras dengan mata setengah terpejam, pandangannya masih terlihat samar melihat sekitar. Perlahan mobil Mante berhenti di depan sebuah gerbang rumah yang menjulang sangat tinggi, Mante terdiam sesaat dengan cengkraman kuat pada kemudi. “Ara, sudah sampai.” “Dimana?” Arabelle melihat keluar sekitar rumahnya, menyadari sudah sampai gadis itu menggerak-gerakan tubuhnya merasakan sesuatu yang mengekang. “Kenapa aku di ikat?” Tanya Arabelle ketakutan. Gadis itu masih di bawah pengaruh alcohol. “Sabuk pengamanmu Ara” “Apa?, aku tidak memakai celana! Kenapa harus memakai sabuk ” isaknya panik, Mante hanya menghela nafasnya beberapa saat lalu membungkuk melepaskan sabuk pengaman Arabelle. Belum sempat Mante mendorong pintu di sebelah Arabelle, gadis itu memeluk leher Mante dan merangkak melewati personeling lalu duduk di pangkuan Mante. “Ara a.. apa yang kau lakukan?” Mante gelapakan, walau sepolos apapun dia di hadapan wanita, Mante tetaplah pria normal yanga akan merasakan reaksi alami pada tubuhnya. “Ara… turunlah, kau sudah sampai.” Kepala Arabelle bergerak kecil gadis itu tertidur pulas di pundak Mante, “Antar aku ke kamar.” “Tapi Ara” “Antar!” Bentak Arabelle marah, Mante menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menambah kesabarannya dan memaklumi sikap Arabelle yang tengah mabuk. Dengan hati-hati Mante menyalakan mesin mobilnya lagi dan menekan klakson menunggu beberapa pengawal rumah membukakan gerbang rumah setelah mengambil tanda pengenal Mante dan memotret wajahnya melewati pengamanan. ***   Suara gonggongan Vivi terdengar keras bersamaan dengan suara alarm, anjing itu melompati ke atas ranjang dan menarik selimut yang menutupi tubuh Arabelle. Setiap pagi Vivi selalu membangunkan Arabelle agar gadis itu tidak terlambat bangun. “Vivi!” erang Arabelle seraya mengeliat, matanya sangat berat bersama desakan lambungnya yang terasa sedikit mual karena semalam cukup mabuk berat. Gonggongan Vivi semakin keras, kakinya menekan-nekan perut Arabelle agar gadis itu segera bangun. Dengan malas Arabelle bangun, dan duduk sambil menguap. Arabelle terdiam cukup lama untuk mengumpulkan  semua kesadarannya, “Tunggu” tiba-tiba Arabelle mengingat sesuatu. Gadis itu menganga melihat jam di atas nakas yang menunjukan pukul delapan lebih. “Aku terlambat!” Teriaknya histeris, Arabelle langsung melompat turun dari ranjangnya dan berlari dengan cepat ke kamar mandi. *** “Dia sudah datang?” Raefal berbicara dengan ketua bagian desain melalui telepon. “Belum Tuan.” Raefal melihat arah jarum jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul delapan lebih, sebagai seorang pria yang selalu menghormati waktu, Raefal bisa menghitung jika Arabelle sudah terlambat selama dua puluh tujuh menit. Raefal sudah bisa menduga jika ini akan terjadi karena semalam dia memergoki Arabelle tengah berpesta dan bergelayut manja pada seorang laki-laki. “Suruh dia datang ke ruanganku setelah datang.” “Baik Tuan.” Raefal membuang nafasnya dengan gusar, kedatangan Arabelle untuk magang di perusahaannya nampaknya akan merepotkan Raefal. “Aku harus merubahnya” geram Raefal dengan kesal. Tangan Raefal bergerak cepat meraih mouse di depannya, dia memeriksa bagian ccttv pintu utama perusahaannya. Raefal akan melihat, kapan Arabelle akan datang. ***   Kaki Arabelle bergerak cepat hingga beberapa kali terantuk oleh sepatunya sendiri, Arabelle berlari mencari ruangannya tempat bekerja. Nafas Arabelle berubah cepat, tubuhnya berubah tegak dengan kepala terangkat begitu melihat pintu ruangan tempat bekerjanya. Dengan percaya diri Arabelle mendorong handle pintu, “Selamat pagi” sapanya terdengar ada nada sombong disana, semua orang yang bekerja menatapnya dengan sinis dan diam tanpa menjawab. “Aku Arabelle, hari ini hari pertamaku magang disini” cengirnya tidak mempedulikan tatapan sinis semua orang yang langsung menunjukan rasa tidak sukanya. “Arabelle” seorang pria keluar dari ruangnya, “Aku ketua bagian desain, namaku Simon. Meja kerjamu itu, sekarang pergi temui pimpinan, dia menunggu.” Arabelle terdiam beberapa saat masih dengan cengirannya, gadis itu bergerak kecil tidak mengerti. “Pimpinan, siapa?” Tanyanya tidak mengerti. “Arabelle” Simon kehilangan kata-katanya untuk sesaat, orang-orang yang sedang bekerja diam-diam memperhatikan. “Bagaimana bisa kau tidak tahu pimpinan perusahaan ini!” Teriak Simon kesal. “Kenapa kau membentakku!” Arabelle balas berteriak tidak terima, Simon dan semua orang melongo dengan keberanian Arabelle yang balas berteriak kepada Simon, padahal baru beberapa menit saja Arabelle baru masuk bekerja. “Aku hanya bertanya.” Sambung Arabelle mulai tertunduk dan mengecilkan suaranya. “Dia di lantai dua belas, temui Tuan Raefal. SEKARANG!” Teriak Simon berteriak lebih keras di ujung kalimatnya. Arabelle hanya bisa mendengus kesal dan menghentakkan kakinya ke lantai, gadis itu langsung berbalik dan keluar ruangannya dengan perasaan kesal. Ekspekstasi Arabelle sebelumnya adalah dia berharap memiliki teman baru di tempat dia bekerja, namun belum setengah jam saja dia mulai bekerja, ketua bagian desain sudah menunjukan taringnya dan menunjukan bendera permusuhan kepada Arabelle. Jari Arabelle menekan tombol dua belas dengan perasaan kesal, tangan Arabelle mengepal kuat menahan amarahnya. Kaki Arabelle bergerak cepat begitu lift tebuka, gadis itu berjalan cepat melewati beberapa petugas kebersihan yang membersihkan kaca di luar gedung. Arabelle menarik nafas dalam-dalam sebelum dia mengetuk pintu besar menjulang tinggi di depannya. “Dimana boss b******k kalian?” geram Arabelle pada dua orang penjaga yang berdiri di sisi kiri kanan pintu. “Masuklah, kau di tunggu” jawab dingin salah satu pengawal. Arabelle langsung berdecih tidak suka, dengan kasar Arabelle mendorong daun pintu dan masuk. “Kenapa kau memanggilku?” Tanya Arabelle begitu melihat Raefal yang tengah duduk dan berkutat dengan komputernya. Kepala Raefal sedikit terangkat dan menatap tajam ketidak sopanan Arabelle yang kini berdiri di hadapannya, “Kenapa memanggilku?” tanya Arabelle sekali lagi. “Kau terlambat tiga puluh satu menit” Raefal mulai membuat perhitungan. “Aku tahu kau sudah terbiasa di perlakukan istimewa karena keluargamu. Tapi kau harus ingat, ini wilayahku, aturanku, ini hari pertama kau bekerja dan kau sudah terlambat. Tingkahmu tidak sebesar ucapanmu Arabelle, semakin kau menunjukan kekuasaanmu disini, semua orang akan membencimu.” Bibir Arabelle menekan seketika dengan kepala tertunduk, “Ya maaf” bisiknya menyesal. “Maaf katamu?” Raefal langsung berdiri mengitari mejanya dan berdiri di hadapan Arabelle. “Kau tahu hari ini hari pertamamu bekerja Arabelle, tapi kau tidak mencoba membuang sedikit saja kebiasaan burukmu berpesta dan mabuk.” “Kau tahu dari mana?.” “Apa itu penting?. Pergi bekerja, menurut kepada atasanmu, dan tunjukan kemampanmu.” “Ngomong-ngomong, aku tidak suka ketua Simon. Aku tidak suka di teriaki aku, dia membentakku di depan umum. Itu sangat tidak adil. ” Adu Arabelle dengan tegas. “Lalu?.” Mata Arabelle berkaca-kaca, “Aku lapar, apa aku boleh sarapan dulu?. Aku tidak bisa berkonstrrasi jika lapar.” Rahang Raefal menegang seketika, tiba-tiba perasaan marahnya bercampur menjadi satu dengan kegemasan melihat bagaimana Arabelle yang menggebu-gebu mengadukan nasibnya, tiba-tiba berubah seketika karena rasa lapar. Dalam satu tarikan nafas panjang akhirnya Raefal mengambil keputusan menengambil gagang telepon dan meminta chef yang bekerja memasak di kantin perusahaan membawakan makanan. “Kau tunggu sebentar, seseorang akan datang membawa makanan.” “Hore” tangan Arabelle bertepuk cepat, matanya mengedar mencari tempat duduk, tanpa di persilahkan Arabelle duduk di sofa dengan anggun. “Apa pesta semalam sangat begitu menyenangkan sampai-sampai kau kesiangan dan tidak memiliki waktu untuk sarapan?” Tanya Raefal dengan nada sinisnya. Tidak ada jawaban apapun dari Arabelle, gadis itu hanya menggaruk pipinya yang tidak gatal dan berfikir mengingat sesuatu. Perkataan Raefal membuat Arabelle baru menyadari jika semalam dia pulang dengan Mante. “Kau anak seorang wali kota, keluargamu sangat di hormat, dan kita di jodohkan. Jaga sikapmu Arabelle, aku tidak ingin kau terkena scandal apapun karena sikap bodohmu.” “Kenapa kau terus mengomeliku?. Semalam aku hanya minum bersama teman-temanku, kau sangat pengatur dan kuno.” Bela Arrabelle tidak suka. “Pengatur katamu?” Raefal mendekat dan duduk di seberang Arabelle, “Akan aku tunjukan pengatur yang sebenarnya.” “Kau sangat menyebalkan!” Arabelle langsung beranjak “Simpan makanannya, nanti siang aku makan.” Ucapnya lagi dengan ketus, Arabelle langsung pergi meninggalkan Raefal. *** Semua orang tampak sibuk dengan pekerjaan mereka, suara keyboard terdengar di beberapa arah, orang-orang berdiskusi meminta pendapat, sebagian lagi menerima telepon membicarakan rancangan perhiasan yang di pesan. Arabelle mencoret-coretkan balpoin di atas kertas, dia bingung harus melakukan apa karena Simon tidak memberikan perintah apapun. Kepala Arabelle sedikit terangkat mengintip di  balik bilik dan menatap tajam Simon yang tengah berbicara dengan salah satu karyawanya, Arabelle mulai kesal dengan sikap pria itu yang bersikap tidak professional. Dengan penuh keberanian Arabelle bangkit dan berdiri di hadapan Simon, tidak ada yang Arabelle takutkan, dia di didik untuk menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. “Ketua, berikan aku perintah.” “Buatkan aku kopi.” Perintahnya dengan enteng. Tangan Arabelle terkepal kuat, dia merasa terhina dengan perintah Simon yang sangat menyeleweng dari tugasnya. “Aku di tugaskan di bagian desain, bukan menjadi tukang kopi.” Simon langsung berdecak pinggang dan menatap tajam Arabelle yang berani menjawab perintahnya, “Lantas kenapa?.” “Kau menyalah gunakan jabatanmu untuk menindasku.” “Menindas?” Simon terkekeh geli melihat bagaimana Arabelle melotot dan mengangkat dagunya, “Aku atasanmu disini, aku yang mengaturmu.” Tekan Simon dengan geraman. “Kau tidak adil. Aku tidak suka pekerjaan seperti ini!.” “Beraninya kau!, memangnya kau siapa hah! Jika tidak suka, kemasi barang-barangmu dan keluar!” Arabelle menarik nafasnya dalam-dalam dan menahan lisannya untuk tidak mengeluarkan makian, gadis itu langsung berbalik dan pergi keluar. Simon menatap semua orang yang diam-diam mendengarkan pertengkaran mereka, “Kembali bekerja!” teriaknya kepada semua orang. Simon memasuki ruangannya dengan gusar, Arabelle akan menjadi salah satu karyawan tersulit yang bisa di andalkan kedepannya. Simon duduk di mejanya dan mengambil dokumen pribadi Arabelle, “Aku tidak akan di hukum kan” gumamnya merasa bersalah. Semalam Simon mendapatkan telepon khusus dari Nicholas Giedon, Simon sangat kaget saat mengetahui jika puteri walikota sekaligus salah satu penerus kerajaan akan bergabung dengan timnya. Simon sempat berfikir jika Nicholas Giedon meminta Simon memperlakukan puterinya dengan istimewa sama seperti para bangsawan dan petinggi biasanya, namun Simon salah. Nicholas meminta Simon memperlakukan Arabelle seperti karyawan biasa, bahkan Nicholas meminta Simon untuk memperlakukan Arabelle untuk sedikit lebih keras. ***   “Si b******k itu, aku harap dia mati serangan jantung, darah tinggi dan stroke beberapa tahun” omel Arabelle terisak menangis sambil mengaduk kopi di cangkir. “Dia fikir dia siapa, bersikap tidak adil padaku.” Arabelle mengusap air matanya lagi dan segera keluar dari tempat pembuatan kopi, gadis itu membawanya masih dengan sisa-sisa segukannya tanpa mempedulikan tatapan heran beberapa orang. Sulit untuk Arabelle menerima teriakan dan bentakan, sepanjang hidupnya semua orang memperlakukannya dengan baik, bahkan Kate dan Mina, juga Sana. Ketiga wanita jahat itu tidak pernah berani mempermalukan Arabelle di hadapan semua orang dengan terang-terangan. Arabelle benar-benar harus menahan dirinya dan menyembunyikan identitasnya meski lambat laun orang-orang akan menyadarinya. Pandangan Arabelle mengedar mencari Simon, gadis itu membuka pintu ruangan Simon dengan dorongn bahunya. “Kopi pesananmu” ucap Arabelle dingin. “Ini, cetak semua dokumen dalam folder nomer dua. Tandai samua perhiasan yang pernah di pesan CK dalam tahun ini.” “Iya” Arabelle mengambil falshdisk yang di berikan Simon, tanpa berkata-kata lagi Arabelle pergi. “Apa dia benar-benar bisa membuat kopi?” alis Simon mengerut heran, ketika dia menggerakan cangkir, air kopi bergerak kecil tampak kental. Simon mengangkat cangkir dan menghirup aroma kopi yang kuat, “Lumayan” gumamnya seraya mengangkat cangkir kopi dan meminumnya. “Uhuk” Simon  terbatuk-batuk menyemburkan kopi layaknya actor laga yang menyemburkan darah dari mulutnya, “Ini… ini.. bubur kopi.” Cengir Simon merasakan pahit sepanjang mulut dan tenggorokannya. Arabelle menarik nafasnya beberapa kali, dia berdiri di depan mesin cetak dan berkutat dengan laptopnya, tangannya di atas meja mengambil lembaran kertas yang keluar. Gadis itu melihat ke sekitar dimana semua orang kini tampak bersikap asing dengan orang-orang di sekitar mereka. Perasaan jenuh mengusai Arabelle, namun nasihat Nicholas dan tekadnya untuk mengusir Kate lebih besar dari perasaan jenuhnya sekarang. Arabelle hanya perlu bersabar lebih lama lagi sampai Nicholas berhasil mengubah semua asset miliknya atas nama Arabelle. Arabelle mengambil tumpukan kertas yang sudah dia susun, dia memeluk dokumen dan laptopnya dan kembali duduk di meja kerjanya. Di ambilnya balpoin dan mulai membaca, sesekali kening Arabelle mengerut menunjukan ke tidak setujuannya dengan apa yang dia baca. “Mutiara South Sea Pearl ini, aku pernah melihatnya” Arabelle menandai kertasnya, “Pola ini sangat pamiliar.” Gumamnya lagi membuka lembaran dokumen selanjutnya. “Arabelle!” Panggil Simon dari ruangannya. “Ada apa lagi dengan orang itu” gumam Arabelle seraya bangkit lagi dan pergi ke ruangan Simon, “Ada apa ketua?.” “Bawa ini, minta tanda tangan Mike Joseplin di kantornya.” “Pekerjaanku yang itu belum selesai.” “Kau lanjutkan nanti, ini alamatnya. Kau harus mendapatkan tanda tangannya hari ini juga.” Perintah Simon dengan tegas, Arabelle hanya diam dan tertunduk menahan amarahnya. “Kau mengerti Arabelle?.” “Iya.” ***   “Kemana dia?” Raefal duduk dengan tegap melihat makanan di depannya. Arabelle belum kunjung datang, ini sudah melewati jam istirahat, matahari sudah mulai kekuningan. Raefal sudah mengganti menu makanannya lagi karena makanan pesanannya sudah benar-benar dingin. Raefal mengambil gagang teleponnya dan menekan nomer, “Simon, dimana Arabelle.” Tanya Raefal tanpa berbasa basi. “Dia pergi ke Gangna untuk meminta tanda tanda tangan Mike Joseplin.” “Oke” Raefal menutup teleponnya dengan cepat. Tangannya mendorong sisi meja hingga kursi yang di dudukinya berputar, Raefal memandangi langit di balik jendela. Ada perasaan khawatir di dalam dirinya mengingat Arabelle sempat mengatakan jika dia belum sarapan. Raefal kembali memutar kursinya dan kembali menelpon seseorang, “Siapkan makanan terbaik kalian, datanglah secepatnya ke ruanganku.” “Kenapa aku peduli padanya?” Raefal mulai termenung dan kebingungan dengan apa yang telah di lakukannya. Raefal bukanlah orang yang mudah tertarik dan peduli dengan urusan orang lain, namun setelah di fikir cukup benar, akhir-akhir ini Raefal selalu ingin tahu kehidupan Arabelle dan apa yang ada dalam fikiran gadis itu. “Aku hanya kasihan” gumam Raefal membenarkan fikirannya yang sedikit kacau. Raefal kembali berkutat dengan komputernya selagi menunggu makanan pesanannya dan kepulangan Arabelle, gadis itu tidak akan mungkin langsung pulang meski karyawan yang lain sudah pulang. Jelas Arabella membutuhkan tanda tangan dan mengisi dokumen penilaian atas pekerjaannya hari ini. Matahari semakin turun, langit mulai menggelap. Makanan pesanan Raefal sudah datang, pekerjaannya sudah selesai, dan Arabelle belum datang menunjukan batang hidungnya. “Apa meminta tanda tangan sangat sulit untuknya.” Raefal mulai tidak tenang karena Arabelle tidak kunjung datang. BRAKK Pintu terbuka dengan keras, kepala Raefal terangkat melihat keberadaaan Arabelle yang terisak di ambang pintu dan berjalan dengan cepat, bersimpuh di depan sofa. Arabelle mengambil sendok dan langsung makan tanpa bicara apapun kepada Raefal untuk basa basi. “Astaga” ada perasaan lega sekaligus kaget melihat bagaimana Arabelle datang hanya untuk memburu makanan. “Apa sangat sulit untukmu meminta tanda tangan?” Tanya Raefal tidak kuasa memendam rasa penasarannya. Arabelle membuka mulutnya semakin lebar dan memasukan makanan lebih banyak, matanya yang bulat itu masih berkaca-kaca dengan pipi yang memiliki bekas air mata. “Kau fikir aku hanya datang dan meminta tanda tangan?. Orang itu terus complain, karena desain rancangan perusahaanmu tidak sesuai dengan pesanan, aku mendesain ulang untuknya agar dia tanda tangan. Perusahaanmu tidak becus membuat perhiasan mewah.” Raefal terdiam sesaat. “Apakah berhasil?.” “Aku keturunan bangsawan, masalah perhiasan sudah menjadi hal biasa untukku, tentu saja aku berhasil. Pokoknya kau mau nilai A untuk hari ini!.” Raefal kembali diam sambil menopang dagunya memperhatikan bagaimana Arabelle masih makan dengan lahap. Hatinya merasa tergelitik antara rasa kesal dan takjub, orang serewel Mike Joseplin bisa Arabelle tangangi di hari pertamanya bekerja. Meski kepulangan Arabelle dengan tangisan dan omelan makian kecilnya. Raefal mulai berfikir jika Arabelle memiliki potensi. “Ini” Arabelle mendorong kertas di hadapan Raefal setelah dia selesai makan. Raefal mengambil kertas itu dan membaca lima poin penting untuk menilai Arabelle. “Tepat waktu?” Raefal membaca poin pertama. Pria itu langsung memberikan nilai c. “Aku mau A” protes Arabelle sambil bersedekap. “Aku akan memberikannya jika kau kesiangan dengan alasan yang dapat aku terima. Tapi kau mengabiskan malammu dengan pria dan mabuk” omelan Raefal membuat Arabelle langsung tertunduk. “Attitude?.” Raefal membaca point kedua, dengan cepat dia memberi nilai c. “Apa?, kenapa c?.” Arabelle semakin  tidak terima. “Kau terlalu banyak maunya, dan kau tidak menghormatiku sebagai atasanmu.” “Hari ini aku hanya  memanggilmu b******k satu kali, aku tidak meneriakimu, aku tidak memukulmu. Aku ti_” “Kau tidak memberi hormat padaku, kau masuk seenaknya ke ruanganku Ara.” Bibir Arabelle menekan seketika, “Ayolah.. setidaknya beri aku nilai B.” “Tidak” tegas Raefal. “Aku mohon” Arabelle langsung membungkuk, tanpa di duga gadis itu merangkak seperti bayi dan memeluk kaki Raefal, “Aku mohon, beri aku nilai bagus. Aku berjanji besok akan lebih sopan padamu.” “Lepaskan Ara” Raefal tidak menyangka, gadis sesombong dan seangkuh Arabelle berani merangkak dan memeluk kakinya. “Enggak, aku tidak akan melepaskannya sebelum kau memberiku nilai bagus.” Teriak Arabelle semakin erat memeluk kaki Raefal. “Oke, apapun yang kau mau” keputusan Raefal berubah dengan cepat hanya dengan melihat mata bulat itu menatapnya seperti anak kucing yang di penuhi ambisi. “Benarkah?.” Raefal memalingkan wajahnya merasakan pipinya sedikit memanas, “Iya.” “Hehe” Arabelle menyerigai puas, gadis itu langsung bangkit dan tanpa permisi duduk di pangkuan Raefal, merebut balpoin di tangannya dan mengisi dokumennya sendiri sesuai dengan yang dia mau. “Ayo tanda tangan.” Tubuh Raefal menegang kaget karena sikap spontan Arabelle yang duduk di pangkuannya, tidak ada tatapan maupun gesture menggoda pada Arabelle, namun Raefal yang merasa tergoda. “Bisakah kau pindah” suara Raefal berubah serak. “Apa?, seperti ini?.” Arabelle semakin duduk mendekat dan bersandar pada d**a Raefal, tubuh kecilnya terlihat seperti anak kecil saat berada di pangkuan Raefal. Kepala Arabelle mendongkak menatap Raefal sangat dekat, “Cepat tand tangan.” Rahang Raefal menegang menahan umpatan kesalnya, tanpa banyak bicara dia mengambil balpoin dari tangan Arabelle dan mentanda tangan, tidak lupa memberinya cap. “Apa kau selalu bersikap seperti ini kepada semua pria, Ara?” Tanya Raefal dengan fikiran yang sedikit terganggu. “Atau kau hanya berpura-pura bersikap polos di depan semua orang.” Tuduh Raefal semakin berfikir negatif, tidak ada jawaban apapun dari Arabelle sebagai pembelaan. Raefal menutup dokumen di depannya, “Apa itu benar?.” Tanya Raefal lagi seraya melihat kearah Arabelle. Arabelle tertidur…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD