“Astaga.. mimpi apa aku hingga di pertemukan dengan jenis mahluk seperti ini” keluh Raefal menghela nafasnya dengan berat. Keluhan Raefal berbanding balik dengan tindakannya yang hati-hati bergerak dan memangku Arabelle tanpa berniat untuk mengganggu tidurnya.
Raefal membawa Arabelle pergi ke kamar tempat biasa dia berisitirahat dan membaringkan tubuh gadis itu di atas ranjanganya.
Arabelle bergerak kecil merasakan perasaan nyaman, sementara Raefal membungkuk di hadapannya dan melepaskan kedua sepatunya.
“Dia seperti babi” keluh Raefal lagi yang tidak habis fikir. Seorang anak bangsawan keturunan kerajaan yang di didik tatakrama sejak kecil hingga dewasa untuk menjalankan tugas dan kewajibannya agar menjadi contoh semua orang bagaimana caranya menjadi wanita anggun, cantik dan cerdas agar bisa menyetarakan derajat dan nilai tersendiri seorang wanita di samping pria.
Dan inilah Arabelle, gadis yang menyandang status puteri generasi ke Sembilan. Gadis ini tidak ada bedanya dengan anak salah didikan, dia selalu berteriak dan memaki tanpa memikirkan dimana sedang berada, dia tidak pintar, otaknya tidak cepat tanggap dengan apapun yang terjadi di sekitarnya, dia tidak anggun meski berpakaian mewah berkelas, untung Tuhan menyelamatnya dengan memberi wajah cantik dan latar belakang keluarga yang kuat.
Raefal duduk di pinggiran ranjang dan menatap Arabelle dalam diam, memperhatikan betapa damai dan cantiknya gadis itu saat tertidur, namun saat terbangun gadis itu berubah menjadi cukup berbahaya.
Raefal tidak habis fikir dengan keputusan ibunya yang memilih Arabelle sebagai calon menantunya hanya karena ayah Arabelle sahabat semasa mudanya. Sudah jelas Arabelle tidak masuk tipe Raefal, kenapa perjodohan itu harus terus berjalan.
Getaran handpone di saku jass Raefal memecahkan lamunan kecilnya, pria itu mengeluarkan handponenya dan menatap kosong nama seseorang di layar handpone. Raefal menangkatnya setelah cukup lama mendiamkannya. “Hay kak.”
“Sekarang aku di Neydish, aku ingin kita makan malam bersama.”
Raefal terdiam dan tampak tidak berminat, pria itu melirik kearah Arabelle yang masih terlelap tidur. “Sepertinya aku tidak bisa.”
“Ayolah, kita sudah berpisah begitu lama. Tidakkah kau merindukanku. Aku ingin bertemu dengan calon isterimu juga.”
“Baiklah.” Raefal menutup sambungan teleponnya dengan cepat, pria itu kembali menekan nomer lain untuk menghubungi seseorang. “Belio, aku ingin koleksi pakaian terbaikmu malam ini” pandangan Raefal melihat tubuh Arabelle secara menyeluruh. “Tinggi seratus enam lima, ukuran L, dia suka sepatu sederhana dengan heels tidak lebih dari delapan centi.” Kata Raefal dengan tegas. “Aku tunggu jam tujuh di gedung utama.”
Raefal tidak bisa menjauh dari kakaknya meski kakaknya sendiri tahu alasan dia menjauh. Dalam beberapa kesempatan mungkin Raefal akan kalah dan tetap bertemu dengan Delbert.
Sesaat Raefal membuang nafasnya dengan kasar, tangannya bergerak cepat mengatur alarm di handpone. Raefal melepaskan sepatunya dan naik ke ranjang membaringkan tubuhnya dan tertidur di samping Arabelle.
***
Suara alarm membangunkan Raefal dengan cepat, langit malam semakin gelap. Lampu gedung-gedung menyala menghiasi jendela. Raefal menarik nafasnya dalam-dalam merasakan sesak pelukan Arabelle yang membelitnya, gadis itu sangat terlelap hingga tidak menyadari tindakannya sendiri.
“Ara bangunlah” Raefal sedikit bergerak menyamping dan menyentuh wajah Arabelle. “Kulitnya lembut sekali” gumam Raefal kembali menyentuh pipi Arabelle. Tiba-tiba Raefal menggenggam kedua pipi Arabelle dan mencengkramnya.
Wajah Raefal memerah, wajah Arabelle sangat kecil, gadis itu memiliki aura cantik dan menggemaskan dalam waktu yang bersamaan. Namun aura kearoganan lebih mendominasinya ketika terbangun.
“Ara bangun!” Suara Raefal meninggi. “Ara bangun!”
Arabelle mengeliat dengan malas dan perlahan terbangun, gadis itu menepis keras tangan Raefal yang masih menyentuhnya. “Jam berapa sekarang?.”
“Bangunlah dan mandi, temani aku makan malam.”
Arabelle langsung duduk dan memandang ke sekitar, “Tidak, aku mau pulang.”
“Akan memberimu nilai A untuk satu minggu magangmu, kau bisa datang terlambat selama kau mau, jika kau mau menemaniku pergi makan malam.” Tahan Raefal dengan penawaran kesepakatan yang bisa menguntungkan Arabelle juga dirinya.
Seketika Arabelle menengok, gadis itu langsung tersenyum lebar. “Dimana kamar mandinya?” Arabelle langsung berlari mencari kamar mandi dan hendak mandi. Penawaran Raefal cukup menggiurkannya, Arabelle tidak mungkin melepaskan kesepakatan bagus itu hanya karena tidak mau makan malam dengan Raefal.
“Dia memang mudah di bujuk” dengus Raefal melihat pintu kamar mandi sudah tertutup dengan cepat.
***
Suara drum terdengar keras menghentak dalam ruangan berdinding kaca. Mante berhenti bermain begitu melihat kedatangan Halu, dia adalah kakak Mante. “Kenapa?” Tanya Mante dingin.
“Malam ini ada petemuan penting petinggi Adney dan Doane. Ayah ingin aku mengambil dokumen yang dibawa seorang jaksa untuk Doane.”
Mante memukul drum dengan keras dan berhenti lagi dengan memainkan stick drum itu di tangannya, pandangan bola matanya yang biru dan tajam itu melihat keberadaan Halu Ardolph, Mante tahu kemana arah tujuan kakaknya yang sebenarnya. “Aku tidak ingin ikut campur.”
“Mereka mengenaliku, tapi mereka tidak mengenalimu” sela Halu dengan cepat. Halu melangkah pelan hingga berdiri sangat dengan Mante, “Doane terlibat kasus pencabulan anak di bawah umur, sulit untuknya mengambil simpati masyarakat untuk pencalonannya sebagai wali kota. Dia merancang kekacauan di Emilia Island dengan menggerakan anaknya untuk mengalihkan perhatian public. Aku tidak bisa langsung bertindak setelah keluar dari penjara, semua orang memperhatikanku, ini bukan untuk pencalonan ayah saja. Namun keadilan anak-anak.”
Mante terdiam beberapa saat, tidak berapa lama pria itu berdiri dan berkata, “Baiklah.” Mante melangkah pergi dan kembali berhenti di ambang pintu, “Apa yang di butuhkan?.”
“Pengalihan rumah perlindungan anak, mereka memanipulasinya menjadi tempat bordil untuk melepaskan diri dari tuntutan hukum, korban yang melapor sedang koma sehingga penyelidikan di hentikan.”
“Aku mengerti” Mante pergi dengan langkah lebarnya, ekspresi dingin yang terpasang di wajah tampannya tampak menakutkan. Tangan Mante mendorong pintu kamar di depannya, pria itu memasuki walk in closet seraya melepaskan pakaiannya, di ambilnya setelan jass biru dan memakainya.
Ketika Jach datang, Mante sudah siap dan berdiri di depan cermin tengah memakai jam tangannya, pria itu sudah sangat rapi dan siap pergi.
“Kau benar-benar akan terlibat?” Tanya Jach yang bersandar pada daun pintu.
“Mereka tahu kelemahanku, karena itu memberi tugas ini.”
Jach terkekeh geli mendengarnya. Ekspresi dingin dengan tatapan tajam mematikan Mante tidak jarang malah membuat banyak wanita kagum dan tergila-gila padanya, namun karena sikapnya yang tidak suka bergabung dan bermain dengan wanita layaknya anak laki-laki yang tengah masa pubertas, melewati masa-masa hormon mengamuk haus akan seks dan ketertarikan dengan lawan jenis.
Mante tidak melakukannya, Mante tidak seperti kebanyakan pria lainnya. Mudah baginya mendapatkan seorang wanita dengan modal wajah tampan, kekayaan yang melimpah dan kekuasaan yang luar biasa.
Mante lebih memilih menghindar hingga dia tidak tahu bagaimana cara mendekati wanita. Karena sikapnya itu, Mante pada akhirnya selalu di curigai sebagai pria suka sesame jenis.
“Untuk apa, adanya kesetaraan gendre jika wanita tidak bisa melindungi dirinya sendiri” gumam Jach dengan kekehan gelinya.
Tangan Mante bergerak kecil dan berakhir di saku celananya, pria itu memandang Jach seperti benda aneh yang tidak di akal. “Kesetaraan di adakan untuk wanita agar mereka bisa menyeruakan pendapat dan kelebihannya, mereka memiliki hak yang sama menikmati kehidupan. Namun pada dasarnya pria adalah tulang punggung yang menjadi tiang tersusunnya tulang rusuk, wanita sebagai tulang rusuk tidak bisa menjadi punggung, jika memaksakan, mereka akan patah.”
“Sabda yang bagus” Jack bertepuk tangan dan membungkuk memberi hormat.
Mante berdecih geli, pria itu melangkah lebar melewati Jach yang cepat-cepat mengkuti langkahnya.Mereka berjalan beriringan keluar dari kediaman keluarga Aldorph dengan beberapa patah percakapan untuk menyusun rencana.
***
“Aku tidak mau memakai pencuci muka wajahmu” Arabelle berlari keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menjutai sampai mata kakinya, “Kenapa kau membuka pakaianmu?. Apa yang kau lakukan?!.” Teriak Arabelle yang bertelanjang d**a duduk di sisi ranjang.
“Aku mau mandi”
“Pencuci mukaku, aku tidak mau memakai punyamu.” Pelotot Arabelle dengan geraman.
“Duduk dan diamlah, seseorang akan datang kesini membawa semua keperluanmu” Raefal melengos pergi ke kamar mandi meninggalkan Arabelle yang langsung duduk di ranjang memainkan handponennya.
“Harusnya aku ikut berlibur menikmati musim panas” gerutunya sebal melihat pesan dari Nerissa dan Endrea yang mengatakan akan pergi pergi berlibur. Arabelle tidak bisa pergi melakukannya karena ini pekerjaan pertamanya yang sangat penting.
Suara ketukan di luar terdengar, Arabelle segera turun dari ranjang dan berlari keluar melewati ruangan kerja Raefal dan membukakan pintu utamanya.
Seorang pria berpakaian seksi ketat menonjolkan p******a buatannya yang baru selesai melakuakn operasi di padukan dengan rok ketat yang menonjolkan bokongnya layaknya Kim Kardashian. Bulu mata palsunya yang panjang itu berkibar-kibar, pria itu tersenyum sensual dengan wajah yang bermake up cantik.
“Nona Muda!!” Jeritnya meleking dengan tangan memanggul rak pakaian, sementara tangan satunya lagi menjijing alat make up.
“Belio!” Teriak Arabelle tidak kalah antusias, Arabelle langsung melompat memeluknya hingga pria itu mundur selangkah dan bertahan kuat dengan heelsnya, panggulan dan dan jinjingannya terjatuh ke lantai untuk membalas pelukan Arabelle.
“Nona Muda. Kau wanitanya, astaga!”
“Belio sayangg apa kabar” pelukan Arabelle mengerat tidak sengaja menarik wig Belio hingga terlepas dan menampilkan kepala aslinya yang botak.
“Nona, wig ku”
“Maaf Belio” Arabelle tercekikik geli membantu memasangkan wignya kembali.
Belio adalah asistent kepercayaan Alexa Housten, seorang desainer dan model terkenal yang sangat berpengaruh sejak sepuluh terakhir ini. Tidak banyak yang tahu jika Alexa Housten adalah ibu dari Kenan dan Nerissa. Karena itu kenapa Arabelle bisa sedekat itu dengan Belio.
Selain mengenalinya sudah lama, Arabelle juga sering memakai pakaian rancangan Alexa Housten.
Pandangan Arabelle terjatuh kebelahan d**a Belio yang terlihat menggoda, “Ada apa dengan dadamu, apa kau benar-benar sudah operasi?” bisiknya penasaran.
Belio menggerakan dadanya hingga tampak bergoyang, pria itu tercekik geli sekaligus senang. “Bagaimana?, apakah cocok?.”
Kedua tangan Arabelle langsung mendarat di kedua d**a Belio dan meremasnya, gadis itu tertawa nyaring. “Sangat empuk dan seperti lemak. Aku suka.”
“Nona!” Belio tersipu malu, pria setengah matang itu langsung membungkuk memanggul rak pakaiannya lagi dan menjinjing alat-alat make up. “Ayo kita mulai merias.”
***
“Disini tempatnya?” Arabelle melihat sebuah restorant mewah yang bersebelahan dengan sebuah hotel. Raefal turun dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Arabelle, dengan anggun Arabelle keluar dan menerima ulurann tangannya.
“Kau ingat kata-kataku kan” bisik Raefal setelah melemparkan kunci mobilnya pada petugas valet.
“Aku mengerti, seperti ini kan” Arabelle langsung memeluk pinggangnya dengan tawa lebar sedikit memaksakan. Raefal terkekeh geli memeluk pinggang Arabelle dan membawanya masuk.
Banyak perjanjian dan kesepakatan yang mereka lakukan sepanjang perjalanan. Termasuk sikap Arabelle, Raefal ingin Arabelle bersikap mesra dan manja kepadanya sepanjang acara makan malam.
Beberapa orang pegawai restorant membungkuk memberi hormat dengan senyuman lebarnya melihat Raefal dan Arabelle berjalan melewati beberapa kursi dan ruangan. Pelukan Raefal semakin erat di pinggang Arabelle ketika melihat ruangan yang akan dimasukinya sudah berada di depan mata.
Dalam satu dorongan halus Raefal mendorong daun pinntu di depannya, semua orang yang berbicara dan duduk berkumpul di meja langsung menatap kearah mereka.
“Maaf, kami terlambat” Raefal tersenyum lebar membawa Arabelle yang melihat satu persatu orang.
Greta tersenyum lebar langsung berdiri merentangkan tangannya lebar-lebar “Tidak apa-apa. Ara sayang, kau sangat cantik sekali malam ini.” Puji Greta memeluk Arabelle dengan erat.
“Terimakasih Nyonya, Anda juga sangat cantik” balas Arabelle kikuk.
“Ara sayang, ini Delbert kakak Rae. Dan ini Elisa isterinya” Greta memperkenalkan, Arabelle membungkuk memberi hormat masih dengan senyuman canggungnya. “Ayo duduklah.” Kata Greta lagi tanpa mempedulikan keberadaan Raefal yang tengah cemberut kesal di belakangnnya.
“Bu, Ara aku yang mengurus. Ibu duduk saja” cemberut Raefal menarik kursi untuk Arabelle.
Arabelle tidak terlalu banyak bicara begitu merasa tatapan tajam wanita cantik di depannya, Arabelle bisa merasakan aura kebencian yang di berikan wanita itu kepadanya. Kepala Arabelle terangkat dengan angkuh, bibirnya menyunggingkan senyuman lebar. Arabelle sudah terbiasa menghadapi ancaman, tidak ada rasa takut untuk hal kecil seperti itu.
“Aku merasa kita seperti pernah bertemu” Delbert menopang dagunya dan memandangi Arabelle mengingat-ngingat sesuatu. “Sekarang aku ingat. Kita pernah bertemu di pestival kebudayaan Korea.”
Arabelle menggaruk pipinya dan berfikir keras, terlalu banyak Negara yang dia kunjungi dalam setiap tahun, dan sangat banyak orang-orang penting di setiap Negara yang dia temui.
“Maaf, aku tidak ingat.”
Delbert tertawa geli dengan sebuah anggukan. “Aku mengerti, santai saja.”
“Bagiamana magang pertamamu sayang?, apakah berat, jika ada sesuatu yang tidak di mengerti jangan sungkan meminta bantuan Rae. Di masa depan kalian akan hidup bersama, jadi kalian harus bekerja sama.” Nasihat Greta penuh tekanan, namun pandangannya melihat ekspresi muram Elisa yang sejak awal hanya diam.
“Aku memperlakukan Ara dengan baik. Jangan khawatir” jawab Raefal dengan cepat.
Tidak berapa lama pintu terbuka, beberapa waiters datang mendorong menu makanan yang di pilih dan menghidangkannya di meja.
“Berapa usiamu Arabelle?” Elisa mulai membuka suaranya, wanita cantik itu sangat anggun dan mempesona di setiap gerakan yang dia buat.
Arabelle menghela nafasnya dengan berat, “Sembilan belas.”
“Kau sangat muda” senyum Elisa meremehkan.
Bibir Arabelle sedikit menekuk tidak suka, gadis itu mengusap perutnya yang masih terasa engap setelah dua jam yang lalu makan sangat banyak.
Melihat wajah murung Arabelle membuat Raefal sedikit penasaran, “Kau kenapa?” bisiknya di telinga Arabelle. Arabelle langsung menggerakan kepalanya dan menatap Raefal dengan dekat hingga bibir sedikit bersentuhan.
“Aku kenyang” rengek Arabelle dengan bisikan dan mata berkaca-kaca.
Wajah Raefal tersipu dengan cepat, sikap spontan Arabelle kembali mengguncang hatinya. Kepala Raefal sedikit mundur, “Kau tidak perlu makan.”
Pupil mata Arabelle melebar, matanya semakin berkaca-kaca, “Kau juga harus janji jangan makan. Jika kau makan aku juga ingin ikutan makan, perutku penuh. Bagaimana jika meledak.”
Tangan Raefal terkepal kuat di bawah meja, ucapan polos Arabelle semakin melemahkannya, dalam gerakan cepat Raefal menggigit daun telinga Arabelle hingga gadis itu terpekik kaget.
“b******k, apa yang kau lakukan!” Geram Arabelle marah, gadis itu mendorong d**a Raefal untuk menjauh. “Dasar kanibal.”
“Rae” Elisa mendorong piringnya di depan Rae, wanita itu tersenyum cantik tanpa mempedulikan ke tidak nyamanan suaminya dan pelototan benci Greta. Elisa tidak tahan melihat kedekatan Raefal dan Arabelle yang sangat mengganggu pandangannya. “Ini, aku potongkan hati angksa kesukaanmu.”
“Tidak, terimakasih. Aku sudah tidak makan hati angsa lagi” tolak Raefal dengan cepat hingga membuat Elisa terpaksa mengambil kembali piringnya dengan senyuman memaksakan.
“Oh, maaf aku tidak tahu. Dulu kita memakannya setiap akhir pekan” kata Elisa lagi terdengar sengaja memanas-manasi Arabelle yang sibuk melihat piring makanan di depannya. “Ara, kenapa tidak di makan?. Apa kau tidak terbiasa memakan makanan mewah?.”
Greta membuang mukanya semakin kesal, garpu dan pisau di tangannya langsun terjatuh di atas piring. Greta sangat malu dengan ucapan lancang Elisa.
“Elisa, jaga ucapanmu” bisik Delbert mengingatkan. Namun Elisa tampaknya tidak mengindahkan ucapan suaminya.
“Kenapa?, aku hanya ingin memperhatikan kekasih adik iparku” bela Elisa dengan senyuman memaksakan, perhatiannya tertuju lagi pada Arabelle yang masih diam dan tidak menunjukan sikap terpengaruh sedikitpun dengan ucapannya. “Makanan ini favorit keluarga kita setiap kali makan malam, kami memesan makanan terbaik disini.”
Arabelle tersenyum lebar sedikit geli. “Benarkah?.”
“Benar. Restorant ini hanya untuk kelas bangsawan. Jika kau tidak terbiasa dengan makanan mewah, makanlah perlahan, nanti aku akan membungkuskannya untuk keluargamu dirumah untuk mencicipinya. Lihat ini, ini dari telur ikan sturgeon dan jamur white truffle. Makanan di depanmu daging sapi kobe. Makanlah selagi ada kesempatan mencicipinya.”
Arabelle langsung menguap malas, “Tidak terimakasih. Semua makanan ini, aku bosan menyantapnya setiap hari di kerajaan. Dulu, saat kakek ke empat meminpin perang dan mengalahkan Neolpeo, kerajaan merayakannya dengan semua menu makanan ini. Lima belas tahun yang lalu Neolpeo bergabung dengan Neydish. Untuk menghormatinya, Yang Mulia Ratu memutuskan semua makanan ini bukan lagi makanan perayaan, namun makanan kesejahteraan rakyat, dimana orang biasa bisa mencicipinya. Ini bukan makanan mewah, ini makanan biasa. Dan Nona Elisa, di dunia ini tidak ada makanan mewah maupun biasa, karena yang menilainya bukan uang di keluarkan, tetapi kepuasan lidah.”
Elisa terdiam membeku dengan wajah pias pucat pasi, Greta dan Delbert hanya tertunduk malu mendengar ucapan Arabelle. Diam-diam Raefal tersenyum puas melihat bagaimana malunya Elisa sekarang.
“Jika kau suka semua makanan ini, aku akan menggratiskannya sebagai pertemanan. Tenang saja, semua restorant Geldiot Giedon yang tersebar di seluruh penjuru negeri ini milik keluargaku.” Tambah Arabelle lagi dengan dagu terangkat angkuh. Arabelle langsung beranjak dari duduknya menikmati ekspresi malu Elisa yang berani berniat mempermalukannya. “Saya permisi ke toilet.”
***