Aku mengangguk lemah mendengar pertanyaan Kinan. Aku kembali menutup pintu kabin dan mendengar cerita Kinan selanjutnya. Kuserongkan tubuhku demi menghadap gadis itu dan mendengarkan apa saja yang dia alami selama ini. Selama aku tak bersama mereka, tak bersama Sri dan gadis kuat ini. “Apa … kalian tinggal di sana?” Kinan mengangguk lemah. Dadaku terasa makin sesak. Itu jelas bukan rumah. Tempat itu adalah lokalisasi legal di kawasan itu. Lantas, apa yang dipikirkan Sri ketika mengajak anak seusia Kinan tinggal di sana? Aku tak bisa membayangkan bagaimana susahnya gadis itu. Bagaimana tidurnya tiap malam yang selalu terganggu atau hari-harinya yang penuh dengan cibiran dan ejekan. Penyesalanku menyeruak dalam d**a. Seribu andai yang kupikirkan sama sekali tak mengubah apa pun yang suda