“Kantin yuk Ran.” ajak Rama
“Emangnya udah bel istirahat?” tanyaku.
“Haduh Rania mulai deh budeknya.” celoteh Syifa
“Yeee gue kan ga denger.”
“Yaudah yok.”
“HEM RANIA DOANG NI YANG DIAJAK?”
“Yaelah lo baperan banget, biasanya juga langsung ikut tanpa diajak.”
“Yaudah mulai sekarang gue gak bakalan ikut kalau ga diajak.”
“Ulululu syifa sayang, ambekan banget kayak anak perawan deh kamu.” Rama mencubit pipi Syifa.
“Yehhh, maksud lo apa Ramaaaaaa????” sebelum Syifa mengeluarkan jurus cubitan seribunya, Rama sudah lari kocar-kacir meninggalkan kelas terlebih dahulu.
Di kantin sudah ada Rama yang sedang makan siomay, Rama itu sangat suka Siomay dan saking seringnya Rama memesan siomay aku sampai hafal apa saja yang akan ia katakan kepada penjual siomay ‘pak, siomaynya satu porsi ya. Jangan pakai pare sama tahu putih, oh ya tambahin telur rebusnya satu, jangan pake saos, bumbu kacangnya dikit aja, kecapnya yang banyak, pakai perasan jeruk nipis. Oke?’ itulah yang biasa Rama pesan.
Beberapa saat kemudian bel berbunyi, menandakan bahwa jam istirahat sudah berakhir.
Setelah ini adalah pelajaran Bu Titi, guru agama Islam kami. Sekolah memberikan kebebasan saat pelajaran agama Islam seperti ini, maksudnya kebebasan adalah bagi orang-orang yang beragama non-muslim diperbolehkan untuk meninggalkan ruang kelas, tentunya setelah di absen. Dan biasanya Bimo akan meninggalkan kelas saat pelajaran agama Islam karena Bimo merupakan salah satu penganut Kristiani. Tapi hari ini aku tidak melihatnya keluar kelas, Bimo tetap di kursinya
“Syif, kok Bimo ga keluar kelas?”
“Mana gue tau, paling dia mau tidur di kelas, lagian gak mungkin kan dia ngedengerin penjelasan Bu Titi.”
“Hemm mungkin.” aku masih melihat ke arah Bimo, tapi sampai bu Titi menjelaskan dia tidak tertidur sama sekali, sebaliknya kulihat dia malah memperhatikan penjelasan yang Bu Titi berikan.
“Ya anak-anak, materi hari ini adalah pentingnya menutup aurat bagi setiap perempuan Muslimah, Allah memerintahkan kewajiban menutup aurat bagi setiap perempuan muslimah, seperti yang terkandung didalam Q.S Al-Ahzab 33:59. Bisa kalian buka Al-Qurannya sekarangya.
Semua murid membuka Al-Quran sesuai dengan perintah Bu Titi, jika dalam pelajaran bahasa Inggris kami diwajibkan membawa kamus bahasa Inggris dan apabila tidak membawanya akan diberi hukuman menghafal 100 kosa kata bahasa Inggris oleh Miss Jenny, Bu Tuti pun hampir memiliki peraturan yang sama, setiap pelajaran agama Islam berlangsung, semua siswi yang beragama Islam harus mengenakan kerudung, satu lagi peraturan yang dibuat oleh Bu Titi, setiap pelajaran agama Islam semua murid diwajibkan membawa kitab suci Al-Quran, apabila tidak membawanya kami akan diberi hukuman menghafal minimal 5 surat pendek.
“Ada yang bisa membacakan surah Al-Ahzab ayat 59?”
Tiba-tiba saja tanganku mengacung.
“Ya Rania., silahkan.”
Aku menarik nafas dalam-dalam, menarik nafas sebanyak 3x agar tidak salah melantunkan ayat suci Al-Quran.
“Audzubilla himinasyaitonirrajiim, Bismillahirrahmanirrahim. Ya ayyuhan nabiyyu kul li azwajika wa banatika wa nisail mu’minina yudnina alayhinna min jalabibihinn (jalabibihinna), zalika adna an yu’rafna fa la yu’zayn(yu’zayna) wa kanallahu gafuran rahima(rahiman)” aku manarik nafas kembali.
“Yang artinya: aku berlindung kepada Allah dari syaithan yang terklutuk. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (keseluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Q.S Al-Ahzab 33:59.”
Aku lega karena bisa melantunkan ayat Al-quran dengan baik dan benar. Mengapa aku bisa berpikir begitu? Ya, karena biasanya jika salah satu murid sedang melantunkan ayat suci Al-Quran dan ada pelafalan yang tidak benar maka Bu Titi akan langsung memperbaiki agar kami yang mendengarkan tidak keliru dengan bacaan yang salah. Tapi selama aku membaca surah Al-Ahzab tadi, tak ada satupun pelafalanku yang diperbaiki oleh Bu Titi, memang selama 5 hari masa pemulihanku di rumah sakit aku selalu mendengarkan mama dan papa mengaji di kamar rumah sakit dan aku terus menerus mengasah kemampuanku membaca Al-Quran.
“MashaaAllah Rania, bacaanmu semakin lama semakin bagus, terus berlatih ya nak.”
Aku senang mendengar perkataan Bu Titi, “Terima kasih, Bu.”
Bu tuti kembali menjelaskan tentang kewajiban perempuan muslimah untuk menutup aurat ketika berada di luar rumah.
“Kayanya bener deh, semenjak lo koma, kayanya lo kemasukan jin Muslim Ran.” bisik Syifa.
“Jin Muslim apaan sih?” tanyaku tak mengerti.
“Ya ini, buktinya lo sekarang berubah 70 persen menjadi lebih religius.”
“Oh ya? Kalau gitu gue bakal kejar yang 30% nya deh, biar gue jadi 100 persen lebih religius.” ledekku.
“Haduhhh, bakalan bertemen sama ustdzah nih gue.”
Aku hanya tertawa mendengar perkataan Syifa.
“Ya anak-anak sekarang kita akan membahas salah satu pendapat para ahli tentang dalil tersebut. Pandangan Abu Hayyan pada saat menafsirkan surah Al-Ahzab ayat 59. Abu Hayyan dalam AL-Bahrul Muhith-nya menuturkan :”Firman-Nya: agar mereka mengulurkan atas diri mereka (keseluruh tubuh mereka) jilbab mereka artinya agar mereka dikenal selalu menutupi aurat mereka sehingga mereka tampil dengan ketertutupan aurat, kesucian dan keterpeliharaan diri mereka sehingga tidak ada satupun para pelaku maksiat yang berhasrat kepada mereka....”
Aku sangat memperhatikan penjelasan Bu Tuti karena jujur aku sangat tertarik dengan materi ini.
“....lain halnya dengan wanita yang selalu bersolek dan mempertontonkan keindahannya, karena wanita semacam ini umumnya selalu menjadi obyek hasrat laki-laki...”
Astagfirullahaladzim.
Selama ini aku pernah menjadi objek hasrat orang lain karena selalu bersolek dan mempertontonkan keindahanku.
Astagfirullahaldzim, maafkan aku yaAllah.
Aku terus beristigfar dalam hati.