Bagian Lima

1354 Words
Aku berada di alam yang sudah tidak asing bagiku. Ya, aku pernah ke alam ini sebelumnya walaupun hanya satu kali. Alam yang memiliki dua tempat yang berbeda, satu menunjukan keindahan dan yang satu lagi menunjukan penderitaan. Kali ini aku sangat penasaran dengan tempat yang sangat ditakuti oleh semua umat manusia, Neraka. Aku ingin lihat seperti apa dalamnya, mengapa orang-orang itu takut sekali untuk masuk ke dalamnya. Aku memang tidak bisa masuk ke tempat itu, tapi semakin aku menjalan mendekatinya semakin aku tahu apa saja yang terjadi di sana. “Allahuakbar” “Allahuakbar” “Allahuakbar” “Ampuni kami Ya Allah” Kurang lebih semua orang mengatakan itu. Ketika aku hendak melihatnya, Subhanallah aku melihat banyak sekali umat manusia yang dibakar hidup-hidup, disiksa sesuai dengan amal keburukannya ketika masih hidup di dunia, tidak peduli siapapun orang itu, semuanya diperlakukan secara sama. Aku melihat ada seseorang yang lidahnya ditarik kemudian dipotong dengan besi yang amat panas. Aku melihat seorang wanita yang digantung dengan rambut dan (maaf) payudaranya sendiri. Aku melihat orang yang kelaparan namun hanya bisa memakan sebuah bangkai, Subhanallah, betapa mengerikannya melihat tempat itu, aku menangis, apakah kelak aku akan berada di tempat ini? Aku semakin tidak kuat melihat siksaan yang diberikan Allah kepada manusia yang tidak bertaqwa, untuk itu aku memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Kini aku ingin melihat betapa indahnya surga, aku berjalan menuju ke Surga. Namun entah mengapa walaupun aku sudah berjalan dengan sangat jauh, aku tidak bisa sampai ke sana, seolah-olah Surga menjauhiku. Aku tidak bisa lagi berdiri di depan pintu masuk Surga, bahkan kali ini aku tidak bisa mencium wanginya seperti yang kulakukan dikunjungan pertamaku, kali ini aku tidak dapat melihat Surga. Ya Allah mengapa aku tidak bisa melihat surga? Kalau tadi aku dengan begitu mudah dapat melihat apa yang terjadi di dalam neraka, lantas mengapa saat ini untuk mencium wangi surga saja aku tak mampu? Apakah kelak aku tidak akan berada di Surga-Mu? ****** Aku terbangun dan entah mengapa aku berkeringat, padahal AC di kamarku bersuhu 18 derajat celcius. Aku melihat ke arah jam dinding, waktu menunjukan pukul 02.30 WIB. “Astagfirullahaladzim, aku mimpi buruk” Aku mencoba menenangkan diri, setelah aku merasa diriku sudah sedikit tenang, aku memutuskan untuk pergi kekamar mandi dan mengambil air wudhu. Ya, aku yakin sekali kalau tadi aku mimpi buruk, aku seperti melihat seperti apa keadaan Neraka. Setelah aku mengambil air wudhu aku membuka lemari pakaian, aku mengambil mukena yang sejujurnya jarang sekali aku pakai. Jujur saja aku lalai dalam shalat, jangankan untuk shalat sunnah (tahajud) seperti yang saat ini ingin aku lakukan, untuk shalat fardhu yang hukumnya wajib saja kadang aku tidak melaksanakannya. Aku adalah seorang muslim yang lalai. Astagfirullahaldzim. Kukenakan mukena, sepertinya sudah lama sekali aku tidak mengenakannya. Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku mengenakan mukena ini. Aku menghadap cermin, melihat seperti apa diriku ketika mengenakan mukena, aku terseyum. Aku jarang sekali mengenakan kerudung, aku bersekolah di sekolah umum yang hanya mewajibkan seluruh siswi muslimnya mengenakan kerudung di hari jumat, jadi aku hanya mengenakan kerudung di hari jumat, aku mengenakan kerudung semata-mata hanya karena peraturan sekolah. Tidak ingin lama-lama membuang waktu aku segera melaksanakan shalat tahajud, aku melaksanakannya dengan sangat khusyu bahkan ketika selesai shalat aku berdoa kepada Allah hingga tak terasa ditengah-tengah doa aku menitikan air mata, aku teringat siksaan yang Allah berikan kepada manusia yang tidak bertaqwa kepada-Nya, Astagfirullahaldzim, jika aku terus-menerus seperti ini tidak menutup kemungkinan aku akan menjadi salah satunya. Aku memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang sudah aku perbuat selama ini. Aku memohon ampun kepada Allah karena tak bertaqwa kepada-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah karena tidak melaksanakan perintah-Nya serta tidak menjauhi larangan-Nya. Kemudian aku berdzikir, memohon ampun dan menyebut namanya. “Laailahaillah” “Subhanallah” “Allahuakbar” “Astagfirullahaldzim” Aku terus menerus berdzikir menyebut namanya, rasanya sudah lama sekali aku tidak menggunakan mulut ini untuk berdzikir. Aku hanya menggunakan mulut ini untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, untuk hal-hal yang berbau duniawi. Maafkan aku ya Allah karena tidak menggunakan anggota tubuhku dengan sebaik-baiknya. Aku turun kelantai satu dimana sudah ada papa dan mama yang sedang menunggu di meja makan, mereka menungguku agar kami bisa sarapan bersama. “Selamat pagi sayang” sapa papa hangat. “Selamat pagi papa, selamat pagi juga mama!” “Pagi my dear” Aku meminum segelas s**u vanilla kemudian mengambil selembar roti tawar lalu mengoleskannya dengan selai srikaya. “Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak?” Aku mengingat-ngingat apakah tidurku semalam nyenyak setelah mendapatkan mimpi buruk yang begitu mengerikan, tapi kurasa belum waktunya untuk aku bercerita kepada mereka tentang mimpiku semalam, jadi ku jawab, “Nyenyak ma” “Syukur lah kalau begitu” “Oh iya ma, kalau dipikir-pikir berarti sudah lama sekali ya aku tidak masuk sekolah. Lalu gimana dengan sekolahku ma?” “Oh untuk urusan sekolah papa dan mama memberitahukan kepada pihak sekolah kalau kamu menjadi korban kebakaran di bioskop ketika malam tahun baru dan kami memberitahu kepada mereka bahwa kamu sedang mengalami koma, jadi mama setiap seminggu sekali memperbaharui surat sakit kamu dari rumah sakit untuk diberikan kepada pihak sekolah, jadi dengan begitu absensimu tidak tercoreng dan mereka akan memahami keadaanmu. Pak kepala sekolah bilang kapanpun kamu sembuh pihak sekolah akan dengan senang hati menerima kembali kehadiranmu” “Wah berarti aku udah ketinggalan banyak pelajaran dong ma” “Iya sayang, tapi gak usah khawatir kalau nanti kamu sudah benar-benar sembuh total dan siap untuk masuk sekolah, mama akan memanggilkan guru private untukmu” “Ok, aku nurut aja deh.” Aku dan mama mengantar papa yang hendak berangkat kerja sampai depan pintu gerbang. Setelah mobil papa melaju meninggalkan pekarangan rumah, mama mengajakku keliling komplek menikmati udara pagi. Aku memang sudah lama sekali tidak berolahraga, ya minimal jalan-jalan sehat lah. Dalam perjalanan kami bertemu dengan Kakek Rosid ia adalah seorang kakek yang rumahnya tidak jauh dari rumahku, bisa dibilang beliau adalah tetangga baik kami. Kakek Rosid memiliki 2 anak laki-laki yang sudah berkeluarga. Saat ini ia tinggal bersama anak bungsunya yang bernama Om Ryan. Om Ryan memiliki istri beranama tante Rose –begitu aku memanggilnya- mereka dikarunia soeorang anak perempuan yang bernama Raisya, umurnya 5 tahun dan aku cukup akrab dengannya. Mengenai anak sulung Kakek Rosid aku pernah bertanya kepada papa mereka ada dimana, papa bilang anak sulungnya Kakek Rosid tinggal di Kairo bersama istri dan anak laki-lakinya, namanya Om Rendy, 10 tahun yang lalu Om Rendy ditugaskan di Kairo, beliau adalah seorang dosen besar disana, jadi om Rendy dan keluarga kecilnya harus menetap di sana, hanya sesekali mereka pulang ke Indonesia. Aku takjub mendengar cerita papa saat itu, bagaimana tidak, menjadi seorang dosen di Kairo merupakan kebanggaan terbesar. “Hallo Rania cucu kakek yang paling cantik setelah Raisya” begitulah biasanya Kakek Rosid menyapaku, dulu sebelum Raisya lahir ia akan menyapaku seperti ini, “Hallo Rania cucu kakek yang paling cantik” tapi kalau sekarang sapaan itu terdengar oleh Raisya, dijamin Raisya pasti akan ngambek sama kakeknya. “Hallo Kakek Rosid” aku membalas sapaannya. “Kakek senang sekali ketika mendengar kabar dari mamamu kalau kamu itu sudah terbangun dari koma, tapi mohon maaf sekali ketika kamu sadar beberapa hari yang lalu kakek tidak sempat membesukmu di rumah sakit karena kondisi kakek yang juga sedang tidak sehat” “Iya kakek tidak apa-apa, yang penting kan aku sekarang sudah sehat dan sudah pulang kerumah” “Ya, ya bagus lah kalau begitu kakek ikut senang mendengarnya” “Iya pak tidak apa-apa, lagi pula ketika Rania koma selama 40 hari kan bapak rutin mengunjungi Rania seminggu dua kali di rumah sakit, malah saya dan suami yang minta maaf karena belum sempat menjenguk bapak ketika bapak sakit kemarin” “Bagaimanapun juga Rania itu sudah saya anggap seperti cucu saya sendiri, kita kan sudah bertetangga kurang lebih 6 tahun. Lho ndak apa-apa toh nak, lagian saya ini cuma sakit biasa namanya juga faktor umur, kesehatan Rania menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan saat ini” MashaaAllah, kini aku semakin sadar banyak sekali orang-orang yang menyayangiku. Betapa beruntungnya aku, banyak sekali nikmat yang Allah berikan untukku, tapi apa yang sudah aku lakukan kepada Allah sebagai bentuk rasa syukur? Tidak ada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD