AYA VS GALA (5)

1301 Words
Gala masuk ke ruangannya dengan perasaan tidak menentu. Semalaman ia sulit tidur dan bayangan Kirani Gayatri terus mengganggu pikirannya. Egonya seperti tersentuh! Ia tidak menyukai kala perempuan melawannya. Apa yang Kirani lakukan hanya membuatnya terus merasa kesal. Saking kesalnya, ia menggenggam pensil dengan keras hingga membuatnya patah. Sekretaris pribadinya yang bernama Raditya masuk ke dalam ruangan, "Bapak, mengingatkan kalau ada rapat pukul sepuluh." "Iya," Gala memberengut. Suasana hatinya tidak enak. Gala memutar kursinya dan menatap tembok di balik tempat duduknya. Pensil yang patah itu ia lemparkan begitu saja. Ia melihat jam tangannya, masih pukul sembilan. Untuk meredakan rasa tidak enak di hatinya, Gala memilih untuk naik ke rooftop dan menatap langit pagi hari itu. Kenapa rasanya aku belum puas menyakiti perempuan itu?Aku harus membalaskan kekesalanku! Gala kembali masuk ke ruangannya dan memanggil Raditya. "Ya pak," Radit bertanya. "Mengenai perempuan itu, mungkin Om Suta sudah cerita?" Gala menatap Radit. "Yang ma-mana pak?" tanya Radit. "Tidak mungkin Om Suta belum cerita!" Gala mengerutkan keningnya. "Oh Euh, insiden balkon? Mmm.. Sudah," Radit mengiyakan. Suta Kusuma selalu menceritakan apapun yang dialami atasannya agar ia mengerti bersikap. Radit harus mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada COO Grup Birawa tersebut. "Saya mau nomor ponsel perempuan itu," Gala memutar kursinya untuk menyembunyikan senyum penuh makna yang tersungging di wajahnya. Radit mengangguk, "Baik pak." "Oh ya, satu lagi, cari tahu, apa dia sudah menikah atau belum?" Gala bicara sambil membelakangi Radit. "Iya pak," Radit pun bergegas keluar. Gala menyeringai penuh arti. *** Aya mulai bersiap untuk membuka butik miliknya. Meski terbilang baru berjalan setahun ke belakang, butiknya ini telah menjadi trending di Bandung. Ia mendesain sendiri semua busana yang ia jual. Bahkan, menerima custom design untuk pakaian pesta ataupun acara khusus. Ada tiga orang staf yang membantu setiap harinya. Marini bertugas untuk melayani para pelanggan butiknya, Kania yang bertugas sebagai manajer butik sekaligus mengurus keuangan, serta Hesti yang mengelola setiap pengiriman dan penjualan online. Jadi Aya bisa fokus membuat desain baru dan mengelola sendiri media sosialnya. Bisnis butiknya ini terbilang berkembang pesat karena memiliki banyak pengikut di media sosial. Hesti semakin sibuk saja mengelola paket paket pengiriman online sehari hari. Tentu saja Marini dan Kania pun sering membantunya. Hubungan kerja mereka memang tidak terlalu kaku. Aya merasa senang karena Bandung membuatnya betah dan jadi titik awal untuk merintis usahanya. Semua upayanya ini perlahan membuahkan hasil. Bahkan, ia sudah beberapa kali mendapatkan undangan untuk mengikuti pameran pameran. Namun, sampai saat ini, ia masih menunggu event yang tepat. Ia mulai duduk di meja kerjanya. Ada satu ruangan tersendiri di lantai satu yang merupakan ruang kerjanya, untuk menggambar dan mendesain. Setelahnya, ia akan mengunjungi tim produksi yang akan menjahit dan memproduksi hasil karyanya. Semua ia lakukan sendiri. Pagi itu, Aya mendapatkan beberapa inspirasi yang membuatnya berkonsentrasi penuh di meja gambarnya. Tanpa ia sadari, ada pesan masuk ke ponselnya. Manggala : Jangan lupakan kata kataku kemarin! Jangan berani macam macam di belakangku! (MAB) *** Setelah menunggu lebih dari setengah jam tidak juga ada balasan dari Kirani. Manggala meremas ponselnya dengan kuat. Bahkan perempuan ini mengabaikan pesanku! Pagi itu, ia tak bisa berkonsentrasi pada rapat sama sekali! Para peserta rapat yang merupakan para direksi dari Grup Birawa terlihat memahami sikap atasannya. Manggala Amarta Birawa terbilang memiliki kemampuan dan insting bisnis yang luar biasa. Ia juga cerdas dan bisa diandalkan. Hanya saja, sekalinya mood terganggu, suasana hatinya akan berubah tidak menentu. Dan, Manggala Amarta Birawa tidak pernah bisa menutupi peraaannya. Setelah selesai rapat, Gala bergegas menuju ruangannya dan menguncinya. Ia tidak ingin diganggu. Bahkan Radit heran sendiri dengan sikap atasannya itu. "Ada apa dengan si pak bos?" Ia mengerutkan keningnya dan bicara pada dirinya sendiri. Beberapa staf menghampirinya, "Bapak Gala uring uringan lagi? Kenapa sih? Kali ini sepertinya lebih parah." "Aku juga tidak tahu," Radit menggelengkan kepalanya. Ia duduk di mejanya dan membiarkan atasannya itu sendirian. Radit fokus pada pekerjaannya dan menyortir surat surat masuk serta beberapa dokumen penting yang harus di tanda tangani Manggala. Namun, tiba tiba saja, sesosok perempuan berdiri di hadapannya, "Saya mau ketemu Gala." Radit menengadahkan kepalanya. Di hadapannya, ada Nirmala Harja, perempuan yang akan menjadi calon istri atasannya. "Sebentar bu. Tadi bapak bilang tidak ingin diganggu," Radit bicara apa adanya. "Tapi saya calon istrinya," Nirmala menatap tajam pada Radit. Radit tak ada pilihan lain. Ia pun mengetuk pintu ruangan Manggala. "Saya tidak mau diganggu!" terdengar teriakan dari dalam ruangan. Nirmala mendengarnya dan langsung membalas ucapannya, "Ini aku. Buka pintunya!" "Pergi! Jangan ganggu aku," Manggala kembali menjawab dari dalam ruangan. "Aku tidak akan pergi sampai kamu membuka pintu ini!" Nirmala bersikukuh. Setelah menunggu beberapa saat, pintu pun terbuka. Nirmala masuk dan menutup pintunya, "Kenapa kamu seperti itu?" Ia memperhatikan kalau Manggala berbaring di atas sofa ruangannya dan mengabaikan kehadiran dan ucapannya. "Gala, jawab aku!" Nirmala mendekat dan duduk di sampingnya. "Aku sedang tidak mood! Untuk apa juga kamu ke sini?" Gala menggeser posisi tubuhnya agar tidur menyamping dan membelakangi Nirmala. Nirmala menggoyang tubuhnya, "Bangun. Papa mengajakmu ke rumah hari ini." "Tidak. Aku tidak bisa dan tidak mau," Gala dengan seenaknya menjawab. "Apa! Jangan seperti itu!" Nirmala kembali menggoyangkan tubuhnya. "Jangan ganggu aku," Gala bergerak cepat menahan tangan Nirmala. Keduanya saling bertatapan. Nirmala langsung gugup. Ia yang memang menyukai Gala, merasakan kalau jantungnya berdebar kencang. Lelaki di hadapannya ini begitu gagah dan memesona. Tapi, Gala, di matanya hanya ada ekspresi kesal dan entah apa lagi. Nirmala menarik tangannya, "Ya sudah kalau kamu tidak bisa hari ini. Tapi luangkan di lain waktu." "Bagaimana nanti!" Manggala menggumam. Nirmala mendekat dan mencium pipi Manggala, "Aku pergi." "Pergi saja," Manggala menggumam sambil memejamkan matanya. Nirmala kembali membungkuk dan mengecup bibirnya. Gala hanya diam menerima kecupannya. "Jangan marah marah terus," Nirmala pun berdiri dan pergi dari ruangan calon suaminya itu. Gala tidak menjawab sepatah katapun. Entah kenapa, saat Nirmala mengecupnya, bayangan Kirani yang menangis di tempat tidur itu tiba tiba menyeruak masuk dalam ingatannya. Dadanya berdesir tidak enak. Ia telentang di sofa dan membuka matanya. Ada apa ini?Perasaan aneh ini terus datang dan pergi! *** "Aku sedang menyiapkan koleksi terbaruku," Aya membawa gambar gambar yang ia buat dan memperlihatkannya pada Kania. "Bagaimana menurutmu?" "Keren! Ini bagus!" Kania memujinya. "Jadi ingin lihat hasil akhir nanti saat sudah jadi baju." Aya tersenyum, "Koleksi terbaruku yang terinspirasi dari awan dan udara. Semua bahan yang akan aku pilih adalah bahan bahan ringan yang jatuh pas di tubuh. Warna warna kalem juga akan mendominasi koleksi kali ini." Hesti dan Marini ikut melihat gambar tersebut dan memujinya, "Ini kayanya best collections so far." "Thank you," Aya tersenyum. Ia kembali ke ruang kerjanya dan duduk sesaat di sofa. Aya mengambil ponselnya dan melihat kalau ada beberapa pesan masuk. Matanya membaca dengan kesal pesan masuk dari lelaki bernama Manggala. "Ih! Kenapa sih dia tidak membiarkanku sendiri? Darimana juga dia tahu nomor ponselku?" Aya menghela nafas. "Ah, bahkan dia tahu alamat rumahku ini," Aya bicara sendiri. "Aku balas atau tidak ya? Lelaki ini mengesalkan juga," Aya berpikir. Setelah berpikir beberapa saat, Aya memutuskan untuk membalasnya. Aya : Jangan menggangguku lagi! Tidak perlu berulangkali memperingatkanku. Aku tidak melakukan apapun karena aku tidak ingin membuang buang waktuku. Bukan karena takut dengan ucapanmu! *** Gala mendengar ada pesan masuk ke ponselnya. Ia dengan cepat berguling dari sofa hendak mengambil ponselnya. Sampai sampai tubuhnya terjatuh tapi dengan sigap ia langsung berdiri. Setengah berlari ia mengambil ponsel yang ada di meja kerjanya. Gala membuka dan membacanya. Ia tersenyum lebar. Kirani membalas pesanku! Gala terus menerus tersenyum. Tak mempedulikan isi pesan yang dikirimkan. Entah kenapa mengetahui Kirani membalas pesannya, sudah cukup membuat hatinya langsung berbunga bunga. Meski isi pesan itu ungkapan kemarahan, tapi Gala tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya adalah kalau Kirani membalas pesannya! Hal sederhana yang membuatnya merasa senang. Seketika, ada debar aneh yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Gala duduk di meja kerjanya dan membaca pesan Kirani berulang kali. Senyum terus mengembang dan suasana hatinya langsung membaik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD