BAB 3 | Penawaran dan Kesepakatan

1989 Words
*** Mobil Brianna memasuki basement. Setelah disana, Brianna mematikan mesin mobil, ia melepas seatbelt dan meraih handbag-nya di atas jok di sampingnya. Brianna keluar dari mobil lalu menutup pintu dan mengunci otomatis. Sebelum lanjut melangkah, Brianna memperhatikan layar ponsel. Ia memeriksa kembali sebuah pesan yang dikirimkan oleh Lucas beberapa saat lalu. Pria itu mengirimkan lokasi apartemennya kepada Brianna, sekaligus dimana letak unit apartemennya berada. Brianna lanjut melangkah menuju lift yang akan membawanya naik ke lantai yang dituju. Ia masuk ke dalam lift dan kembali menekan sebuah tombol disana. Pintu lift itu kembali tertutup rapat dan mulai bergerak naik dengan gerakan halus. Brianna berdiri dengan perasaan berdebar. Ia memperhatikan pantulan dirinya lewat dinding kaca disana. Sejenak, Brianna menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ting! Lift berbunyi menandakan Brianna sudah sampai di lantai yang dituju. Setelah pintu terbuka, Brianna pun bergegas keluar dan langsung membawa langkah menuju unit apartemen Lucas. Semakin Brianna mendekat, debaran didada semakin terasa kencang. Brianna gugup. Bertemu kembali dengan Lucas bukanlah hal yang mudah bagi Brianna. Apalagi kali ini tujuannya adalah meminta bantuan lelaki itu. Ya Tuhan, bisa dibayangkan bagaimana sulitnya menjadi seorang Brianna. Andai saja Tuhan memberinya cara yang lain, mungkin itu akan jauh lebih baik. Namun sayangnya, takdir seolah memaksanya untuk kembali berurusan dengan lelaki itu. Brianna sudah berdiri didepan sebuah pintu. Ia membawa sebelah tangan, lalu menekan bel. Setelah itu, Brianna kembali menunggu sang pemilik hunian ini membuka pintu untuknya. Ceklek! Brianna tersentak kaget saat pintu didepannya tiba-tiba di buka lebar. Brianna langsung membawa pandangan menuju sosok yang kini berdiri menjulang di depannya. Brianna menelah ludah susah paya ketika melihat Lucas topless. Lelaki itu hanya mengenakan celana panjang dan menampilkan d**a bidang yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus yang tumbuh disana. "Silakan masuk." Lucas memerintah dengan nada terdengar dingin sambil mengenakan kaos oblong di tubuh atletisnya. Brianna mengangguk pelan. Saat kakinya hendak melangkah, tiba-tiba suara seorang wanita dari arah belakang Lucas kembali membuatnya berdiri mematung. "Honey, aku kembali dulu!" seru wanita itu berdiri disamping Lucas. Wanita itu melirik sebentar pada Brianna yang sedang menatap datar padanya. Kemudian wanita itu berjinjit, menekan pelan bahu kekar Lucas dan mengecup mesra rahang tegas dan berbulu lelaki itu. "Thanks untuk morning s*x-nya. Next time, aku harap kita bisa mengulanginya lagi. Sentuhanmu sungguh memabukan, Tuan Blaxton." Wanita itu melanjutkan. Deg! Tubuh Brianna semakin menegang kaku ditambah degup jantung yang menggila. Tubuhnya seketika lemas saat mendengar ucapan wanita itu barusan. Hatinya seolah tercubit, Brianna seakan tidak rela. Brianna melarikan pandangan pada Lucas, melihat lelaki itu tampak biasa saja. Jika diingat kembali, barusan Lucas membuka pintu dengan penampilannya yang topless, semakin membuat Brianna yakin kalau lelaki itu benar-benar melewatkan pagi yang panas bersama wanita di sampingnya. 'Ya Tuhan, kenapa rasanya seperti ini?' Monolog Brianna dalam hati. Buru-buru Brianna meraih kesadarannya, menenangkan perasaannya yang terasa gunda. Ada perasaan tidak rela terbesit dalam hatinya ketika melihat sendiri kalau ternyata Lucas menghabiskan waktu dengan wanita lain. Sementara Lucas menatap wanita itu biasa saja. Tidak banyak perubahan yang terjadi di wajahnya. Ia juga tidak menggubris apa yang barusan dikatakan oleh wanita itu dan membiarkannya pergi begitu saja. "Kau tetap mau berdiri disana?" tanya Lucas pada Brianna. Brianna pun masuk setelah wanita tadi pergi. Ia memperhatikan Lucas dalam diam. Jadi inilah alasan lelaki ini malas keluar, pikirnya. "Apa sekarang hobimu sudah berganti? Kau hobi berdiri ditempat?" tanya Lucas. Lagi-lagi Brianna tersentak dan kembali melangkah mengekori lelaki itu. Lucas berhenti di ruang tengah dan mempersilakan Brianna duduk disofa. Perempuan itu lekas mendaratkan bokongnya sembari memperhatikan Lucas berjalan menuju sebuah lemari pendingin disana. Lelaki itu mengambil satu botol Vodka di dalam sana dan kembali menghampiri Brianna. Perempuan itu menatap dengan kening berkerut. "Kau minum minuman seperti itu di pagi hari?" Akhirnya Brianna menyuarakan apa yang bersarang di kepalanya. Lucas tetap menuangkan cairan itu ke dalam gelas bertangkai panjang di atas meja. Ia meletakkan kembali botol itu di sana dan meraih gelas membawa menuju bibir. Lucas meneguk cairan itu hingga tandas. Rasa panas yang menyiksa tenggorokannya tak membuat Lucas mengubah ekspresi sedikitpun. Ia menyimpan kembali gelas itu di atas meja dan beralih meraih cerutu dan pemantiknya. Lucas menyelipkan cerutu itu di antara kedua bibir dan membakar ujungnya. Lucas menghisap dan menghembuskan ke udara sambil memandang Brianna di sana. "Aku yakin tujuanmu kemari bukan untuk memperhatikanku. Langsung saja katakan apa keperluanmu menemuiku," ucap Lucas tanpa perasaan. Brianna sontak tertegun. Perempuan itu kembali merasakan kegelisahan dalam hatinya. "Aku bukan tipe orang yang terbiasa membuang-buang waktu, apalagi hanya untuk menunggumu membuka suara, rasanya itu sangat memuakkan. Tujuanmu kemari bukan untuk duduk manis di sofa ku, bukan?" Semakin lama, kalimat yang dilontarkan oleh Lucas semakin terdengar pedas dan menyakitkan. Berulang kali Brianna menyabarkan hati, walau rasanya ia ingin sekali memaki-maki lelaki ini. Lucas benar-benar bermulut pedas, bahkan di pandangannya lelaki ini tidak memiliki hati dan perasaan. Tapi kembali mengingat, Brianna tidak boleh meluapkan kekesalannya sebab tujuannya kemari adalah untuk memohon bantuan Lucas. "Iya, tujuanku kemari adalah ... Aku ingin membahas seolah pertemuan kita tempo lalu," ucap Brianna. Ia menelan ludah sambil memandang Lucas disana. Lelaki itu menghisap cerutu-nya begitu nikmat. Lucas diam, ia tahu Brianna belum selesai. "Maksudku, ini soalan permasalahan yang terjadi di perusahaan keluargaku. Aku ... Tidak tahu harus minta bantuan siapa lagi. Makanya aku kemari. Tolong bantu aku, Lucas. Tolong selamatkan perusahaan keluargaku." Akhirnya permohonan itupun keluar dari bibir Brianna. "Sudah?" tanya Lucas sambil mematikan cerutunya di dalam asbak. Brianna diam. "Kalau aku tidak salah ingat, tempo hari kau menolakku bahkan sebelum aku menawarkan bantuan apapun kepadamu. Benar begitu? Atau aku salah ingat?" tanya Lucas. Demi Tuhan, ingin rasa Brianna menenggelamkan dirinya ke dasar bumi. Kali ini Lucas benar-benar mempermalukan dirinya, menginjak-injak harga dirinya. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh Brianna selain menerima dan berusaha menulikan pendengarannya dari kalimat-kalimat menusuk lelaki ini. Ia sadar kalau saat ini Lucas sedang mencemooh dirinya. Tapi biarlah, Brianna melakukan semua ini untuk keluarganya. "Untuk masalah tempo hari, aku benar-benar minta maaf," jawab Brianna. "Minta maaf atas keangkuhanmu?" Lucas mengangkat sebelah alis kemudian mengedikkan bahu. "Aku benar-benar membutuhkan bantuanmu, Lucas. Aku mohon bantu aku." Brianna kembali mengiba. Sejenak, Lucas menghela nafas pendek. "Jika yang aku lihat perusahaan keluargamu memang mengalami masalah yang sangat serius. Dan yang aku dengar, tak ada satupun dari keluargamu yang sanggup menyuntikkan dana untuk Alexander's Corp. Benar?" Brianna mengangguk lemah. "Kasihan sekali," gumam Lucas, ia kembali melanjutkan. "Itu artinya dana yang dibutuhkan oleh Alexander's Corp benar-benar sangat besar. Jadi tidak heran mereka tidak bisa membantumu. Well, aku pun belum tentu bisa membantumu, Anna. Bukan aku tidak sanggup, hanya saja aku enggan membuang-buang waktu." Deg! Seketika Briana gelagapan, ia panik takut kalau Lucas benar-benar akan mengabaikan permohonannya. "Lucas, aku benar-benar minta tolong. Demi Tuhan, aku sangat membutuhkannya. Tolong kali ini bantu aku. Aku tidak tahu harus kemana lagi. Tolong selamatkan perusahaan keluargaku, Luc. Atau kasih aku pinjaman dan aku bersedia menggantikannya berapapun. Bahkan dengan nominal persen bunga yang sangat besar sekalipun, aku siap, asalkan beri aku pinjaman. Aku mohon Lucas." "Jadi kau menawarkan nominal persen bunga pinjaman yang besar padaku?" tanya Lucas. "Jika itu yang kamu inginkan, aku akan memberikannya. Aku yakin setelah kondisi perusahaanku pulih, aku pasti bisa menggantinya. Aku akan mengembalikan dana yang kamu keluarkan, berikut dengan bunganya," jawab Brianna. "Perusahaanmu adalah perusahaan yang besar, dan aku pun bisa menebak berapa nominal dana yang dibutuhkan. Well, untuk dana sebesar itu, aku bisa mengeluarkannya dengan mudah, bahkan kalau aku mau hari ini pun aku mampu mengeluarkannya untukmu. Tapi sayangnya Anna, aku tidak berniat membantumu. Sorry," ujar Lucas dengan tega. "Kenapa kamu jadi tega begini Lucas. Sebenarnya apa salahku sampai kau tega menghukumku? Bahkan sampai aku memohon seperti ini," ucap Brianna terdengar lirih. Lucas: "Aku minta maaf, Anna. Tolong maafkan aku." Brianna: "Semuanya sudah terjadi, Lucas. Kamu sudah terlanjur melukai perasaanku. Kamu hampir melecehkanku." Lucas: "Aku minta maaf." Brianna: "Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat. Berhenti ganggu aku dan mengusik hidupku. Aku ingin hidup tenang bersama pria yang aku cintai. Iya, aku mencinta Arnes. Dia tidak pernah memperlakukanku dengan rendah seperti apa yang barusan kamu lakukan padaku." Lucas: "Baiklah, aku tidak akan mengganggumu. Dan aku harap, kau tidak akan lupa dengan kalimat yang barusan kau ucapkan, Anna. Brianna: "Kenapa—," Lucas: "Aku yakin, kelak suatu hari nanti, kau akan mencariku, Anna. Dan ketika hari itu tiba, maka aku akan menunjukan padamu bagaimana aku yang tidak akan mau peduli denganmu. Dan satu lagi … Selamat berbahagia dengan kekasihmu, semoga dia bisa membantu setiap kesulitan yang kau hadapi." Brianna kembali menelan ludah dengan kasar ketika mengingat kejadian beberapa tahun silam antara dirinya dengan Lucas. "Jangan salah paham, aku tidak sedang menghukummu. Sama sekali bukan seperti itu, Anna. Ini tentang bisnis, tidak ada hubungannya dengan masalah pribadi kita. Bisnis adalah bisnis, Permasalahan kita, itu urusan lain. Jadi, jangan sekali-kali kau mencampuradukkan permasalahan tersebut, karena itu adalah dua hal yang berbeda, Brianna," ucap Lucas. Briana menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia berusaha menetralkan perasaannya yang semakin gelisah. Brianna takut gagal mendapatkan bantuan dari Lucas, Brianna tidak memiliki keberanian untuk kembali pulang ke mansionnya, bukan karena takut dimarahi, tapi dia takut menyampaikan kegagalannya pada sang Grandpa. Brianna tidak ingin pria senja itu kembali drop dan masuk rumah sakit. Tidak. Brianna tidak ingin hal itu sampai terjadi. "Kalau begitu, aku siap melakukan apapun untukmu asalkan bantu aku. Bahkan penawaran bunga pinjaman yang barusan aku katakan, aku bersedia memberikannya padamu lebih banyak, Lucas." Brianna kembali mencoba. "Kau bersedia melakukan apapun?" tanya Lucas. Brianna mengangguk, ia sedikit lega karena sepertinya Lucas mau berubah pikiran. Lucas bangkit dari duduknya dan melangkah menuju Brianna. Gadis itu menengadahkan wajah dan menatap gugup pada Lucas ketika lelaki itu membungkukan tubuh dan meraih dagu runcingnya menggunakan sebelah tangan. "Aku tidak tertarik dengan nominal persen bunga pinjaman yang kau tawarkan. Tapi, justru aku lebih tertarik dengan tubuhmu. Menikahlah denganku dan jadilah istriku sebagai imbalan atas bantuan yang aku berikan padamu!" Deg! Kalimat itu bagaikan petir yang menyambar pendengarannya. Kedua telinga Brianna sontak berdengung, sedangkan Lucas kembali menegakkan tubuh dan menghempaskan bokongnya disamping Brianna. "A-Apa maksudmu? Apa ini artinya kamu mau membeli tubuhku, Lucas?" tanya Brianna terdengar lirih dan bergetar. "Kalau kau beranggapan seperti itu, mungkin saja benar," jawab Lucas. Brianna menggelengkan kepala, sedangkan cairan bening di kedua matanya sudah menetes di pipi. "Apa aku serendah itu di matamu?" "Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu. Aku menyayangimu. Tapi itu dulu. Sekarang … biasa saja. Aku memberi penawaran karena aku kasihan kasihan padamu. Tidak lebih!" tegas Lucas. "Tapi apa yang barusan kamu tawarkan padaku, itu sama saja dengan kamu merendahkanku, Lucas." "Ini tentang bisnis dan tentunya dalam dunia bisnis semua orang pasti menginginkan keuntungan, termasuk aku. Dan keuntungan yang aku inginkan di sini bukan tentang uang, tapi tentangmu. Kembalilah padaku, maka kau akan mendapatkan berapapun nominal yang kau inginkan," ujar Lucas. "Jadi itu artinya kau menjadikanku sebagai pelacurmu?" "Istilah itu kurang pantas untukmu. Atau kau mau menganggap dirimu seperti itu? Well, kalau menurutmu seperti itu lebih baik, bukan masalah bagiku. Dan kalau dipikir-pikir lagi, tidak begitu buruk. Anggap saja, kau adalah p*****r berkedok istri sah!" Deg! 'Harga diri tidak penting lagi bagiku. Iya, semenjak kamu memperlakukanku dengan rendah di masa lalu, aku rasa sejak saat itu aku memang sudah tidak ada harganya dimata mu, Lucas.' Monolog Brianna dalam hati. "Aku tidak memaksamu untuk menerima tawaranku barusan. Tapi kalau sekiranya kau menolak, maka segeralah tinggalkan tempat ini. Aku tidak suka membuang-buang waktu untuk tujuan yang tidak jelas," ucap Lucas. Lelaki itu hendak bangkit dari sisi Brianna, namun dengan gerakan cepat Brianna mencengkram lengan kekarnya. "Aku bersedia, Lucas. Aku menerima tawaranmu, asalkan bantu perusahaanku." "Seriously?" Lucas mengangkat sebelah alis. "I-Iya. Bahkan aku tidak pernah seserius ini dalam hidupku," jawab Brianna. "Good girl! Aku menyukai wanita cerdas seperti ini." Lucas membelai garis wajah Brianna dengan ujung jari telunjuknya. "Tapi, kau tidak bisa mendapatkannya semudah itu, Anna. Semua ini butuh proses. Aku akan menyiapkan surat perjanjian untukmu. Apakah kau bersedia untuk menandatanganinya?" "Aku bersedia," jawab Brianna dan Lucas pun menyunggingkan senyum licik di wajahnya. Entah surat perjanjian macam apa yang akan dipersiapkan untuk gadis itu. Sungguh Brianna yang malang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD