Ayunda berlari kecil menggapai gawai yang ada di atas meja ruang tengah. Tubuhnya hanya tertutup dengan lilitan handuk yang tak lebar dan panjang. Rambutnya juga masih basah dan belum sempat di keringkan dengan handuk kecil yang biasa untuk menutup rambutnya setelah keramas.
"Iya Mas ..." jawab Ayunda yang kini duduk di sofa sambil memegang lilitan handuknya agar tidak terlepas.
"Aku tunggu di Restaurant biasa," titah Edwin dari sambungan telepon di seberang sana.
"Hu um ... Aku baru selesai mandi," jelas Ayu dengan nada manja seolah ingin menggoda suaminya.
"Benarkah? Boleh kulihat?"
Ayu melihat ke arah kiri dan kanan lalu bangkit berdiri. Ayu takut ada orang lain yang melihatnya.
Panggilan suara itu pun berubah menjadi panggilan video yang menampakkan seluruh wajah mereka. Ayu tertegun melihat suaminya yang tidak berada di ruangan kerja kantornya.
"Kamu dimana Mas? Kok santai? Katanya tadi sibuk?" tanya Ayu penaaran.
"Iya habis meeting, Sayang," jawab Edwin begitu santai.
"Terus habis ini mau kemana?" tanya Ayu lagi.
"Mau ke kantor. Masih ada urusan terus nanti sekitar jam lima langsung ke Restauran favorit kita. Gimana?" tanya Edwin pada Ayu.
"Iya. Aku mau siap -siap dulu," ucap Ayu pada suaminya.
"Katanya mau nunjukkin? Mas kangen lho," ucap Edwin tak kalah manja pada istrinya.
"Hmmm ... Ini lihatlah," titah Ayu yang sudah membuka lilitan handuknya dan mmeperlihatkan seluruh tubuhnya yang indah di depan suaminya.
"Wow ... Kamu itu paling pintar bikin Mas berdebar tak karuan," puji Edwin pada Ayu.
"Harus dong. Ya udah, aku mau siap -siap dulu ya, Mas," ucap Ayu pada Edwin.
Edwin hanya mengangguk dan melambaikan tangannya.
Ayu segera mematikan ponselnya dan mengambil pakaian lalu merias diri agar nampak cantik di depan suaminya nanti.
Hari ini sebenarnya tidak ada yang spesial dan bukan hari istimewa mereka. Entah kenapa, Edwin, suaminya kini lebih terlihat perhatian dan peka. Walaupun Edwin sangat sibuk sekali.
Edwin adalah lelaki pekerja keras yang tak kenal lelah atau pun pasrah pada keadaan. kehidupan masa lalunya yang miskin dan kekurangan membuat Edwin terus berusaha untuk meraih kesuksesan bersama Ayunda, istri tercintanya.
Sore ini, Aliando atau yang akrab di panggil Al, supir pribadi Edwin sudah berada di depan rumah untuk menjemput nyonya besar.
"Sudah siap Nona Ayu?" sapa Al dengan sangat ramah.
"Kenapa sih selalu panggil Nona. Aku tidak smeuda itu," jelas Ayu tak suka. Usia Ayu sudah masuk di angka tiga puluhan. Hanya saja, sampai saat ini, Ayu belum juga diberi keturunan.
Al hanya tersenyum manis tanpa menjawab apapun. Al membukakan pintu belakang mobil itu dan membiarkan Nona besarnya masuk lalu menutup rapat pintu mobil itu.
Ayu memang selalu terlihat cantik dan mempesona. Tubuhnya langsing dan terawat serta kulitnya putih dan sanagt mulus.
Mobil itu sudah berjalan menuju restauran favorit Ayu dan Edwi semasa mereka pacaran dulu. Banak kenangan indah yang terukir di tempat itu dan patut untuk di kenang setiap momentnya.
"Bapak hari ini kemana saja?" tanya Ayu denagn suara lembut sambil menatap ke arah depan untuk melihat jalanan yang macet dan langit yang mulai terlihat mendung pertanda akan turun hujan.
"Di Kantor saja Nona. Siang tadi ada rapat sampai sore dan saya di suruh jemput Nona di rumah. Bapak ikut ke Kantor sama klien sepertinya," jelas Al dengan jujur.
"Memang Bapak sibuk banget ya?" tanya Ayu lagi.
"Sepertinya begitu," jawab Al dengan suara lembut dan sopan.
Mobil mewah milik Ayu sudah berada di parkiran restauran. Ayu turun dan langsung menuju ke meja yang sudah di pesannya. Meja itu masih kosong padahal Ayu telat datang hampir setengah jam.
"Kok Mas Edwin belum datang?" batin Ayu sambil membuka tasnya dan mengambil ponselnya lalu menelepon Edwin.
Ponselnya berdering namun tidak terangkat. Ayu mencoba menelepon lagi dan kemudian mengirimkan pesan bahwa dirinya sudah berada di tempat yang Edwin janjikan.
Ayu memesan makanan terlebih dahulu sambil menunggu kedatangan Edwin. Ia selalu memesan makanan dan minuman kesukaan mereka berdua.
Ponsel Ayu berdering dan Ayu langsung mengangkat sambungan telepon dari suaminya.
"Ya Mas? Kamu dimana?"
"Apa? Ke luar kota? Dadakan? Kok bisa? Al ada disini lho. Kmau pergi dengan siapa?"
"Kamu selalu begini Mas!"
"Aku benci kamu!"
Ayu tak kuasa menahan rasa kesal dan kecewanya. Pesanan makanan dan minuman juga sudah datang. Tidak mungkin di tinggalakn begitu saja. Mubazir.
Ayu memanggil Al yang duduk di kursi tunggu sambil menatap langit gelap yang mulai menurunkan hujan dan angin yang berhembus sangat dingin sekali.
"Al ..." panggil Ayu lembut.
Al pun menoleh ke arah istri majikannya dan menatap sendu ke arah Ayu yang terlihat sayu dan lemas. Kedua mata Ayu memerah dan basah.
"Ya Nona?" jawab Al lalu berdiri dan berjalan cepat menghampiri Ayu.
Padahal hati Al juga sedang remuk Pikirannya juga kacau karena di khianati oleh kekasih yang sudah di pacarinya selama lima tahun. Mereka berjanji akan menikah tahun depan tapi semua renana dan harapan itu musnah bagai di terpa angin dan menghilang begitu saja.
"Temani saya makan. Mau? Bapak gak bisa datang," jelas Ayu begitu sendu dan menahan isak tangisnya.
Al merasa kasihan dan iba pada Ayu. Tapi, Al tidak bisa berbuat apa -apa selain mengiyakan permintaan Ayu.