Pergi Tanpa Laura

1279 Words
Selamat membaca! Di sebuah balkon yang tepat menghadap ke sisi di mana matahari tengah bersiap untuk membenamkan dirinya, Alan masih terlihat berada di sana memikirkan langkah yang harus diambilnya untuk bisa segera pergi ke London. Kali ini Alan sudah tak bisa lagi menuruti keinginan Laura yang sejak awal kehidupannya kembali di tubuh Andrew selalu menunda keberangkatannya, sekalipun ia telah menyelamatkan wanita itu dari penculikan. "Aku tidak bisa menunggu lagi. Laura bisa mengatakan hal itu dengan yakin karena dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang aku hadapi ini," ucap Alan yang sudah diliputi rasa kesal sambil sesekali memukul sebuah besi yang menjadi tumpuan kedua tangannya saat ini. Tak ingin membuang waktunya, Alan terus berpikir keras. Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah ide untuk bisa tetap pergi ke London tanpa bantuan Laura. "Callum." Alan pun tersenyum singkat sebelum melangkah pergi meninggalkan balkon menuju kamarnya. Dengan langkah panjang, Alan terus menyusuri lorong hingga tiba di dalam kamarnya. Tanpa membuang waktu, pria itu pun langsung mengemas pakaian dalam tas ranselnya. Ya, Alan ingin meminta bantuan pada Callum agar ia bisa segera pergi ke London tanpa harus menunggu Laura, yaitu dengan mempertemukannya pada sosok ibu kandungnya. Alan sangat berharap wanita itu dapat membiayai keberangkatannya. "Aku tidak mungkin keluar dari rumah melewati pintu depan karena Laura pasti akan melarang aku pergi." Alan memutuskan sambil mempercepat gerakannya dalam mengemas semua pakaian dari almari. Setelah selesai berkemas, Alan kembali melangkah keluar dari kamar dengan mengenakan tas ransel pada pundaknya. Namun bersamaan dengan itu, Emily pun keluar dari kamar tamu yang tepat berada di seberang kamar Alan. "Tuan, Anda mau ke mana?" tanya Emily ketika melihat Alan tampak terburu-buru melangkah. Membuat pria itu pun seketika menghentikan langkah kakinya. "Tolong jangan beritahu Laura karena saya ingin pergi dari rumah secara diam-diam!" jawab Alan kembali melangkah tanpa menunggu tanggapan Emily yang kini hanya menatap kepergiannya dengan raut heran. "Perasaan tadi mereka mesra-mesra saja, terus kenapa dia malah pergi. Apa mungkin mereka sedang bertengkar ya? Atau bisa saja Tuan Andrew cemburu karena Nona Laura memiliki seorang bodyguard yang tampan," batin Emily merasa heran. Kembali pada Alan yang kini sudah berada di balkon, pria itu langsung mengamati sekitarnya untuk menemukan cara agar ia bisa turun ke bawah tanpa harus melewati anak tangga. "Balkon ini sangat tinggi." Alan akhirnya menemukan pijakan pada dinding yang terdapat sebuah tiang beberapa langkah dari balkon. "Tiang itu bisa membantuku untuk turun ke bawah," imbuhnya sambil melangkahi pagar balkon dan mulai merambat pada dinding dengan bertumpu di sebuah pijakan yang membentang sepanjang dinding bangunan. Hanya butuh waktu beberapa detik, Alan dapat melewatinya. Kini pria itu hanya tinggal menggapai tiang yang sejak tadi terus dipandanginya. Sebuah tiang yang ternyata berjarak sekitar tiga langkah dari tempatnya berada saat ini. Namun sayangnya, tak ada lagi pijakan yang dapat ia jadikan tumpuan. Itu artinya, Alan harus melompat untuk menggapai tiang tersebut. "Semoga saja aku berhasil." Alan mulai menajamkan sorot matanya, lalu bersiap melompat. Setelah mengembuskan napasnya sebanyak dua kali, pria itu pun langsung melompat dengan menghentakkan kedua kakinya pada tumpuan dinding agar lompatannya dapat menggapai tiang yang ditujunya. Alan akhirnya berhasil sampai ke bawah dengan meluncur cepat pada tiang. "Maafkan aku, Laura. Aku tidak bisa terus menurutimu. Sekarang aku sudah tidak punya banyak waktu dan harus segera pergi ke London. Misi ini tidaklah mudah seperti yang kamu bayangkan. Apalagi saat ini, aku sedang berhadapan dengan orang-orang yang punya kedudukan dalam pemerintahan. Makanya, aku tidak yakin jika aku bisa menuntaskan misi ini hanya dalam waktu 14 hari saja," ucap Alan mulai melangkah menuju gerbang rumah. Setibanya di pelataran depan, Alan mulai melihat Thomas sedang membersihkan salah satu mobil dari beberapa mobil yang terparkir rapi di sana. Koleksi mobil milik Jeff yang nilainya bisa mencapai puluhan miliar. "Tidak mungkin jika aku jalan kaki ke asrama Callum. Sebaiknya aku minta tolong Thomas untuk mengantarku," batin Alan mulai mempercepat langkah kakinya menghampiri pria paruh baya yang sempat mengantarnya pulang ke asrama. *** Beberapa menit kemudian, Laura yang baru saja selesai diperkenalkan dengan bodyguad yang akan mulai menjaganya, kini tampak melangkah menuju lantai 2. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk menghampiri Alan yang sempat ditinggalkannya sendiri di balkon. "Semoga Alan mau mengerti bahwa ujian semester itu juga penting bagi Andrew. Kalau Alan tidak mengikutinya, maka nantinya Andrew akan mengulang lagi saat dia kembali pada tubuhnya," ucap Laura terus mempercepat langkahnya menaiki anak tangga. Setibanya di balkon, Laura tak mendapati sosok pria yang dicarinya berada di sana. "Di mana, Alan? Apa dia sudah kembali ke kamarnya?" Tanpa menunggu lama, Laura kembali melangkah menuju kamar Alan. Namun baru beberapa langkah, Laura berpapasan dengan Emily yang baru saja dari arah kamar yang akan ditujunya. "Emily, apa kamu melihat Alan?" tanya Laura tanpa sengaja salah menyebut nama. "Maaf, Nona. Alan itu siapa ya?" Bukannya menjawab Emily yang tampak kebingungan malah balik bertanya pada Laura yang seketika langsung meralat ucapannya. "Maksudnya, Andrew." Laura tersenyum canggung karena ia salah bicara. "Nona, apa pria yang di bawah itu namanya Alan? Pantas saja Tuan Andrew kelihatan marah sama Nona. Padahal Nona baru sekali bertemu dengan pria itu, tapi Nona sudah lupa nama Tuan Andrew dan hanya ingat nama pria itu," ledek Emily seolah lupa bahwa ia tidak seharusnya berkata demikian terhadap majikannya. Melihat ekspresi wajah Laura yang masam tanpa senyuman dan hanya bersedekap, Emily yang sempat terkekeh pun seketika diam seribu bahasa. "Maafkan saya, Nona. Saya tadi sempat bertemu dengan Tuan Andrew, dia bawa ransel dan kelihatan buru-buru sekali saat keluar dari kamar." "Jangan-jangan Alan mau kabur! Tapi mana mungkin dia pergi dari rumah ini tanpa melewati ruang tamu," batin Laura seketika merasa cemas memikirkan Alan. Namun, ia masih ragu jika hal itu terjadi karena sejak tadi Laura tidak mendapati Alan melewatinya selama ia berada di ruang tamu. "Yang benar kamu kalau bicara, Em? Sejak tadi saya di ruang tamu, tapi saya tidak melihat Andrew keluar dari rumah." "Tapi tadi sih Tuan Andrew bilang saya jangan bilang-bilang sama Nona. Saya juga kurang tahu kalau ternyata dia tidak jadi pergi," jawab Emily semakin membuat Laura berpikir keras. "Ya sudah kalau begitu. Lanjutkan pekerjaanmu!" Laura seketika memutar tubuhnya dan mulai melangkah menuju anak tangga. Sampai akhirnya, wanita itu mendengar suara klakson yang biasanya terdengar di saat ada sebuah mobil yang hendak keluar dari gerbang rumahnya. "Jangan-jangan benar Alan pergi!" Laura yang tak dapat menutupi rasa cemasnya, kini mulai berlari cepat menuruni anak tangga. Membuat bodyguadnya pun merasa heran akan sikap Laura yang terlihat sangat panik. "Ada apa, Nona?" tanya sang bodyguard sambil beranjak dari posisi duduknya dan langsung mengikuti Laura yang terus berlari menuju pintu rumah. Sementara itu, Jeff yang mendengar suara putrinya berteriak memanggil nama Andrew pun dengan cepat berlari setelah kembali dari toilet. "Ada apa, Laura?" Pertanyaan itu langsung terlontar dari mulut Jeff, saat mendapati putrinya tengah bersimpuh lemah sambil menangis di teras rumah dengan pandangan mata yang terus melihat ke arah gerbang yang kini mulai kembali ditutup oleh sang penjaga. "Kenapa kamu pergi, Alan? Sekarang bagaimana ini? Pasti Alan ingin pergi ke London tanpa aku, tapi bagaimana cara dia mendapatkan uang untuk membeli tiket penerbangannya," gumam Laura masih terus memutar otak hingga nama Callum langsung terbesit dalam pikirannya. "Pasti dia akan pergi ke tempat Callum." Laura pun mulai bangkit. Mengabaikan pertanyaan Jeff yang kembali berteriak memanggil namanya. "Laura, kamu mau ke mana?" tanya Jeff yang hendak melarang Laura untuk pergi. "Sudah tidak apa-apa, Tuan. Jangan larang dia pergi! Sekarang biar aku saja yang mengikutinya." "Baiklah, tolong jaga Laura, Fabio!" pinta Jeff dengan senyum yang mengembang. Tanpa berlama-lama, Fabio mulai menyusul Laura yang terus berlari menuju mobilnya. Merasa tertinggal jauh, pria itu pun sengaja menambah kecepatan larinya agar dapat mengejar langkah Laura. "Apa sebegitu cintanya kamu terhadap Andrew, Laura? Apa mungkin aku tidak punya harapan untuk dapat meluluhkan hatimu?" tanya Fabio penuh dilema. Bersambung ✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD