• Cara Pandang
Pesta yang diadakan untuk merayakan kesembuhan Ye Shao menjadi titik balik bagi dirinya. Kini pandangan orang telah berbalik seratus delapan puluh derajat terhadap Ye Shao.
Kedua Pamannya pun begitu, bukan kebencian mereka yang hilang, tapi kewaspadaan mereka yang tiba-tiba ada.
Pagi itu di kediaman Ye Shuan Bai, dia bersama adik dan juga putra mereka sedang merundingkan apa yang terjadi semalam ketika pesta.
“Adik Qi, hanya dalam waktu beberapa tahun lagi, Ye Shuan Dahai, Ye Feng Hao dan Ye Shao akan menjadi pria dewasa. Pemilihan patriark keluarga Ye sudah sangat dekat, dan pesta semalam membuatku tidak nyaman. Keadaan sudah berubah,” ucap Ye Shuan Bai.
“Kakak Bai, aku mengerti apa yang kau bicarakan. Setelah Kakak Long, mungkin yang terpilih berikutnya adalah Ye Shao. Ayah bahkan berpaling dan mulai berpihak pada anak itu,” sahut Ye Feng Qi.
“Seperti kau tidak tau orang tua itu saja, dia pasti akan lebih berpihak pada kubu yang paling menguntungkan untuk dirinya. Ayah kita adalah orang yang rakus akan pengaruh dan juga kehormatan. Ye Shao... Dia berhasil merangkul Kakek Meng, orang yang sangat berpengaruh dan di hormati.”
“Ayah tidak akan pernah melirik kedua putra kita, itulah sebabnya kita harus bekerjasama. Setidaknya sampai kita berhasil menyingkirkan Ye Shao. Setelah itu, kita akan biarkan Ye Shuan Dahai dan Ye Feng Hao berkompetisi,” imbuh Ye Shuan Bai.
“Paman Bai, aku tidak akan kalah dari Kak Dahai,” celetup Ye Feng Hao.
“Adik Qi, kau harus bekerja keras untuk itu, setahun lagi aku akan lulus dari kampusku di Amerika, dan aku yakin mendapatkan gelar sarjana di tambah gelar kehormatan dari kampusku, aku akan mendapatkan pekerjaan yang bagus, dan mungkin aku akan menjadi pengusaha yang lebih hebat dari Paman Tianlong,” sahut Ye Shuan Dahai.
“Aku juga akan lulus setelah dua tahun, tak peduli jika aku telat memulai, tapi aku yakin bisa menyalipmu,” kata Ye Feng Hao.
“Anak-anak sudah siap berkompetisi, kita berdua akan mendukung mereka. Jika salah satu dari mereka yang terpilih sebagai Patriark, ku harap tidak akan ada dendam di antara kita,” dengan mengangkat secangkir teh Ye Feng Qi mengatakannya.
“Cheers!!!”
Kedua Paman Ye Shao sepakat untuk berkomplot, hanya saja... Dalam diri mereka, mereka saling mengacungkan pedang di punggung rekan mereka. Ye Shuan Bai dan Ye Feng Qi, mereka tidak saling percaya.
****
Ye Shao duduk dengan tenang di atas kasurnya pagi itu. Dia mengingat Meng Gu Cao, dia merasa kalau Kakek Meng itu tidak sederhana.
“Kepercayaan Kakek Meng itu bukan tak berdasar dan tak beralasan. Pak Tua itu... Dia mampu melihat aura yang ku pancarkan, hanya peseni bela diri yang mampu melihat aura peseni bela diri lainnya. Itulah sebabnya ia bersikeras percaya padaku di saat semua orang meragukanku.”
“Dan untuk membuat dia yakin, pak tua itu mengatur skenario agar aku menyembuhkan penyakitnya, dia ingin mengetes apakah aku mempunyai tenaga dalam juga sepertinya.”
“Tapi bukan berarti Kakek Meng tidak tulus, di bandingkan dengan Kakek ku sendiri, aku lebih menyukai Kakek Meng, dia orang yang lurus dan bisa di percaya, tidak seperti Penatua yang plin plan itu.”
“Aku ingin pergi ke gudang harta dan mencari gulungan seni beladiri yang dapat membantuku menjadi seorang praktisi, Huang Pu Yun Shao mempunyai banyak sekali gulungan itu di gudang harta. Mari cari dan lihat apa yang akan kita dapatkan.”
Ye Shao memejamkan matanya, mencoba masuk kembali ke alam bawah sadarnya yang ia sebut sebagai Gudang Harta. Kemampuannya untuk masuk sudah terasah, karena dia bukan sekali atau dua kali masuk ke tempat itu.
Di setiap percobaan Ye Shao semakin baik dalam melakukannya, kini hanya butuh waktu sebentar untuk mengakses Gudang Harta.
“Keluarga Kakek Meng adalah Keluarga Ahli Bela Diri, agar tidak mempermalukan diriku disana, setidaknya aku harus belajar seni yang mampu membuatku unggul jika ada sesuatu yang tidak ku inginkan nanti.”
“Meskipun Huang Pu Yun Shao mewariskan kekuatannya padaku, tapi aku yang tidak tau apapun mengenai seni bertarung, tetap saja harus belajar. Aku akan menghafal setiap gulungan satu demi satu, tapi untuk saat ini, kurasa ini sudah cukup,” kata Ye Shao sambil meraih sebuah gulungan seni bela diri.
“Seni bertarung Klan Feng Huang, kedengarannya sangat hebat.”
Ye Shao menarik tali yang menyegel gulungan itu dan membukanya. Dia melihat sesuatu yang menarik dari gulungan itu, gambar gerakan yang menempel di gulungan kayu itu tiba-tiba keluar dan mulai bergerak.
“Apa ini? Apa begini cara kerja gulungan kuno? Terlihat seperti sebuah Hologram, tapi lebih keren. Apa aku harus memperaktekkan gerakan itu? Sip! Aku akan melakukannya.”
Kemudian Ye Shao melihat gerakan yang di tampilkan oleh Gulungan Klan Feng Hao itu, dan perlahan dia mulai mencobanya.
Salah, dia tetap mencoba. Lagi dan lagi sampai gerakannya benar-benar halus seperti apa yang telah di perlihatkan. Kalimat yang menjelaskan tentang teknik itu masuk secara langsung ke kepalanya tanpa perlu di baca.
Ye Shao tidak peduli membutuhkan berapa lama untuk dia belajar, tapi dia tau... Perbedaan waktu di Gudang Harta dan di bumi sangat jelas, sehari di Gudang Harta sama saja dengan sejam waktu di bumi.
Saat dia berlatih di Gudang Harta, sebenarnya dia terlihat seperti bertapa di dunia nyata. Diam tak bergerak sedikitpun kecuali bernafas, jika ada orang yang menyadarkannya, maka Ye Shao akan di tarik keluar dari alam bawah sadarnya itu dengan paksa.
Itu sebabnya sangat di butuhkan ketenangan saat dia melakukan ini.
“Berhasil! Seni Bertarung Klan Feng Hao telah aku kuasai, sekarang aku resmi menjadi seorang praktisi, tidak hanya menguasai tenaga dalam, tapi aku juga mempunyai seni bertarung sekarang.”
“Saatnya pergi ke rumah Kakek Meng! Tapi sebelum itu aku harus mandi. Berlatih di gudang harta, tapi aku berkeringat di dunia nyata.”
****
Meng Gu Cao sedang sangat bersemangat, akhirnya dia kembali mampu menggerakkan badannya. Walaupun sudah termakan usia, tapi tenaganya sama sekali tidak berkurang, dia masih seorang ahli.
Semua murid perguruannya terpukau dengan cara kakek tua itu mempraktekkan ilmunya, padahal selama ini mereka hanya mampu mendengarkan penjelasan dari Kakek Meng, melihat sendiri apa yang dia jelaskan, rasanya berbeda sekali.
“Guru sangat hebat, bahkan meskipun gerakan kita sama dengan yang di ajarkan guru, rasanya ada hal yang membuat itu berbeda.”
“Itulah yang membedakan kita dengan seorang ahli.”
Xiao Di datang menghampiri Meng Gu Cao.
“Ketua, ada telepon untuk anda.”
“Siapa?”
“Tuan Muda Ye Shao.”
Kakek Meng langsung berhenti dan bergegas ke ruangannya untuk mengangkat telepon itu sendiri.
“Guru? Apa guru mengambil teleponnya sendiri? Siapa orang yang menelpon? Apakah dia orang yang sangat penting sampai guru harus turun dari arena?”
“Kalau bukan itu, apalagi? Pasti dia orang yang sangat penting hingga Guru sendiri menghormatinya.”
“Kalian tidak penasaran siapa orang itu?” ujar Xiao Di.
“Kakak Di, memangnya kakak tau siapa orang yang menelpon itu?”
“Tentu saja aku tau, dia adalah orang yang telah membuat Ketua Meng dapat mempraktekkan kembali bela dirinya. Sosok yang sangat di hormati oleh Ketua sendiri, bahkan Ketua membungkuk memberi hormat tiga kali pada orang itu, aku melihatnya sendiri Ketua melakukannya,” jawab Xiao Di.
“Wah!! Hebat! Kalau begitu dia pasti seorang seni0r, bahkan Guru begitu menghormatinya, dia pasti orang yang lebih hebat dari Guru di generasinya.”
“Aku penasaran seperti apa Pak Tua itu.”
“Hahaha... Jangan memanggilnya pak tua, anak-anak!”
“Kenapa? Apa Seni0r itu seorang yang pemarah? Apa dia akan murka jika kita memanggilnya pak tua?”
“Hmm... Kalian harus memastikannya sendiri!”
“Kalau begitu aku pergi dulu, Ketua pasti akan memanggilku, dia akan memintaku menjemput orang yang menelponnya. Sebaiknya kalian bersiap untuk menyambutnya,” imbuh Xiao Di.
****
Sesuai dengan apa yang telah di perkirakan oleh Xiao Di, Meng Gu Cao meminta dia menjemput Ye Shao. Ye Shao hanya ingin menanyakan alamat dan pergi kesana sendiri, tapi karena dia adalah tamu kehormatan bagi Meng Gu Cao, maka dia di berikan perlakuan khusus.
“Terimakasih, Paman. Anda sampai repot menjemput saya begini,” ucap Ye Shao.
“Haha... Tuan Muda Ye, ini adalah pekerjaan saya. Jadi tidak perlu untuk berterimakasih segala. Dan ya... Kalau bisa anda tidak perlu terlalu sopan pada saya. Anda adalah tamu kehormatan Ketua, memperlakukan saya dengan sopan... Itu terlalu...”
“Paman? Anda lebih tua di banding saya, bagaimanapun saya harus hormat. Karena seperti itulah yang seharusnya, memperlakukan anda dengan tidak hormat hanya karena saya tamu langsung Kakek Meng? Bagaimana bisa saya begitu arogan?” sela Ye Shao.
Xiao Di melihat Ye Shao dari kaca mobilnya, dia kaget karena saat Xiao Di melirik pada Ye Shao, ternyata Ye Shao bicara sambil melihat pada Xiao Di.
“Tuan Muda Ye ini begitu rendah hati, Orang-orang selalu menghinanya dan memandang dia sebelah mata, tapi Tuan Muda Ye, dia tidak pernah melihat orang dengan menganggap remeh orang lain,” kata Xiao Di dalam hati.
“Berbeda dengan tamu atau kenalan Ketua yang lainnya, hanya karena mereka dekat dengan Ketua, mereka bertindak sesuka hati menyuruh kami, seakan-akan kami adalah k4cung mereka,” imbuh Xiao Di dalam hati.
“Maafkan saya Tuan Muda Ye,” kata Xiao Di.
“Paman? Apa anda tidak nyaman dengan cara saya memperlakukan Paman? Bagaimana kalau kita saling berkenalan dan berteman, dengan begitu saya mungkin tidak akan canggung untuk bersikap non-formal pada Paman.”
“Eh? Anda Yakin?”
“Ya! Bagaimana kalau Paman mulai memanggil saya adik Ye, atau Ye Shao juga tidak masalah.”
“Ba-baiklah, Tu-... Ye Shao.”
“Terdengar lebih baik, bisa aku tau nama Paman?”
“Namaku Hao Di, aku adalah pengawal pribadi Ketua Meng Gu Cao.”
“Salam kenal Paman Di, aku adalah Ye Shao... Seorang murid SMA biasa.”
Hari itu Hao Di paham alasan Ketuanya memberikan hormat pada Ye Shao, dia adalah tipekal orang yang tidak meremehkan orang lain, bahkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya adalah bagaimana cara Ye Shao menghargai orang lain tak peduli apa status mereka.
Dengan begitu hanya ini kalimat yang terucap dalam diri Hao Di.
“Seorang Tuan Muda yang tidak sombong...”
“Hari ini aku mengantarkan dia, mengobrol dengannya dan ntah bagaimana, kami sekarang berteman.”
****