Hari Sebelum Pertemuan

1562 Words
• Hari sebelum Pertemuan Sepulang sekolah kelompok Meng Hao berkumpul di Base Camp mereka, biasanya keadaan di sana begitu ramai, tapi hari ini mereka sangat tenang. “Aku mengerti kecemasan kalian, Ye Shao bilang... Selama kita tidak memberitahu masalah tadi pada siapapun, dia tidak akan mengganggu kita,” kata Meng Hao yang mencoba memecah keheningan itu. “Tentu saja, kalau memang itu yang di inginkan oleh Ye Shao, maka kita harus melakukannya.” “Dan... Berhenti untuk mengganggunya.” “Setuju!” serempak Kelompok Meng Hao mengatakannya dengan kompak. Suasana kembali hening, kelompok anak b3randalan itu meringkuk dan memeluk kaki mereka yang di tekuk. Tak lama setelah itu sebuah telepon masuk kembali memecah keheningan itu. Saat Meng Hao melihat HPnya yang berdering, nama Seni0r Wu Zhong tertera di layarnya. Meng Hao berdiri dan mengangkatnya sambil mengacungkan satu jarinya di bibir meminta kawan-kawannya untuk diam. “Ya ampun, apa dia mengira kami akan berisik? Padahal Ye Shao sudah membungkam kami, kami tidak lagi punya sesuatu yang ingin dikatakan. Yang tersisa hanya rasa takut,” pikir Gao Ma. “Meng Hao, bagaimana kabarmu?” ujar Wu Zhong lewat telepon. “Ahaha... Ba-baik, Seni0r,” jawab Meng Hao. “Hei... Ada apa ini? Kenapa kau terdengar kehilangan semangat seperti itu, kau tidak seperti biasanya Meng Hao. Apa ayahmu tidak memberikan uang jajan lagi? Tenang saja, kau bisa memintanya padaku,” kata Wu Zhong. “Tidak, Seni0r. Ini bukan tentang uang, aku baik-baik saja... Hanya saja hari ini aku sedang apes, itu saja.” “Haha... Apes?! Aku turut sedih, tapi aku menelponmu bukan untuk menanyakan hal itu. Aku ingin bertanya soal Xia Ning Chan padamu, bagaiamana dia sekarang?” “Nona Xia, dia masih sama seperti kemarin, dia menawan seperti biasanya. Banyak yang menembaknya, tapi tak satupun pernyataan cinta itu menarik perhatian Nona Xia. Dia masih gadis yang sulit di dapatkan.” “Hahaha... Benar, aku juga tidak bisa di letakkan di matanya sama sekali, dia seolah tidak pernah melihatku. Baru kali ini aku di tolak oleh seorang gadis, dan baru kali ini aku sangat tertarik pada seorang gadis.” “Jika Senior Wu gigih mengejarnya, mungkin hati Nona Xia akan luluh. Bagaimanapun juga laki-laki yang sempurna untuk Nona hanya Seni0r Wu. Kalian sama-sama berasal dari keluarga terpandang, kalian pintar dan kalian sama-sama rupawan. Kalian serasi sekali.” “Haha... Senang mendengarnya, Meng Hao, jika kau berencana kuliah setelah lulus, aku akan membantumu mendapatkan tempat di kampusku, kita akan bersama lagi. Dan jika kau punya masalah dengan uang, kau bisa membicarakan itu dengan Seni0rmu ini.” “Aku sudah sering memuji Seni0r Wu Zhong dengan kalimat terakhir yang ku ucapkan, aku bahkan sampai menghafalnya, dan Seni0r akan menjawab hal yang sama puluhan kali. Dia itu orang yang telinganya mudah merah saat di sanjung, dan orang yang mudah mendongakkan kepalanya saat dj puji. Tipekal orang bod0h,” kata Meng Hao dalam hati. “Oh iya! Ku dengar Petualang Avos sudah kembali dari pertapaannya, hehe... Apa dia baik-baik saja? Atau dia kembali dengan kursi roda... Ah... Anak yang malang,” ujar Wu Zhong. Wu Zhong yang menyinggung soal Ye Shao, membuat Meng Hao terkejut dan kembali berkeringat, dia tidak berani memberikan komentar dari pertanyaan Seni0rnya itu. “Aku ingin menemuinya, aku begitu penasaran pada Tuan Muda Keluarga Ye itu sekarang, kau mau ikut?” Bulu kuduk Meng Hao berdiri mendengar ajakan Seni0rnya untuk menemui Ye Shao, dia begitu ketakutan. “Maaf Seni0r Wu, aku harus belajar. Aku tidak bisa menemanimu,” jawab Meng Hao. “Kau mau belajar? Seperti bukan dirimu saja.” “Hehe... Ujian nasional sudah dekat, kelulusanku tinggal menghitung hari. Kalau aku ingin masuk ke kampus Seni0r setidaknya aku harus lulus kualifikasi, setidaknya aku tidak ingin nama Seni0r Wu tercoreng karena memiliki juni0r bod0h sepertiku,” ucap Meng Hao memberikan alasan pada Wu Zhong agar dia berhenti mengajaknya. “Aku sangat suka dengan Juni0r yang menghormati Seni0rnya, kau harus masuk ke kampusku, Meng Hao. Kalau begitu sampai ketemu!” kata Wu Zhong kemudian menutup teleponnya. “Meng Hao benar-benar Juni0r yang sangat tau cara memperlakukanku, anak itu tidak pernah berubah. Mungkin aku harus memberikannya beberapa hadiah nanti,” kata Wu Zhong. Sementara Wu Zhong merasa senang oleh Juni0rnya itu, Meng Hao malah merasa sebal pada Seni0rnya. “Kau pikir kenapa aku apes hari ini? Apa kau tau penyebabnya? Penyebabnya adalah orang yang saat ini sangat ingin kau temui. Seni0r Wu, sebaiknya kau tidak memperlakukan dia seperti orang sinting lagi. Semoga kau tidak berlebihan.” **** Saat Ye Shao pulang dan sampai di depan rumahnya, dia melihat ibunya di temani oleh pelayan setianya Nona Gong, mereka berdua terlihat panik, pintu rusak yang sengaja di letakkan oleh Ye Shao tergeletak di lantai. “Ah... Mungkin ibu tidak sengaja mendorongnya,” pikir Ye Shao. “Ibu, Nona Gong... Kalian mampir,” sapa Ye Shao. “Xiao Ye, kau harus lihat ini, pintu rumah telah di bobol, sepertinya kau kerampokan.” Kemudian Ye Rou memeluk Ye Shao. “Syukurlah kau tidak apa-apa, kelompok perampok yang biasa membobol pintu seberutal ini biasanya adalah kelompok berbahaya, mereka tidak akan segan berbuat sadis pada korbannya.” “Ibu tenanglah, tidak ada perampok di rumah ini,” kata Ye Shao berusaha keluar dari dekapan ibunya. “Lalu bagaimana kau menjelaskan pintu yang di bobol itu?” “Sebenarnya saat kita pulang dari rumah sakit, baik Pak Tua ataupun ibu tidak menyerahkan kunci rumah padaku,” jawab Ye Shao. “Kau benar, ibu tadinya ke rumah sakit untuk mengambil kunci. Saat tiba pintu rumah sudah rusak, bahkan sebelum memasukkan kuncinya pintunya sudah roboh. Ibu pikir kau sedang di rampok dan sedang berada dalam bahaya, makanya ibu sangat panik.” “Karena tidak ada kuncinya, aku mencoba mendorong pintunya beberapa kali, dan akhirnya pintunya rusak. Aku tidak mungkin tidur di luar kan? Hpku juga hilang setelah kecelakaan, aku tidak bisa menelpon Pak Tua ataupun ibu.” “Kau benar, aku tidak tega membiarkan anakku yang sakit tidur di luar dan menghirup angin malam yang mungkin akan memperburuk keadaannya.” Ye Shao mengangguk dan tersenyum kecil. “Seragam? Tas? Sepatu? Kau baru saja pergi ke sekolah?!!” “Ibu... Tolong kecilkan suaramu, kau tidak perlu seterkejut itu, kan?” Nona Gong memperhatikan Ye Shao, dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari Tuan Mudanya itu, selain Nyonya Ye, Nona Gong adalah orang yang paling mengenal Ye Shao, sebab dia yang mengasuh Tuan Mudanya itu sejak kecil. “Seragam sekolah yang normal? Kemana jaket hitam dan aksesoris yang selalu di pakainya? Bahkan Tuan Muda tidak memakai anting-anting, dia tidak melilitkan perban di tangannya dan tidak memakai sarung tangan juga. Eh? Apa dia masih Tuan Muda yang sama?” pikir Nona Gong. “Dia juga bicara secara normal? Kemana cara bicara over imaginatifnya pergi?” imbuh Nona Gong yang kemudian menyentuh kening Ye Shao. “Nona Gong, ada apa?” “Tuan Muda... Apa warna celana dalam kesukaanku?” tanya Nona Gong. Ye Shao terkejut, dia tersipu kemudian menjawabnya dengan malu-malu dan juga suara yang hanya terdengar berbisik. “Hitam,” ucap Ye Shao. “Benar, dia benar-benar Tuan Muda. Tapi dia banyak sekali berubah, apa karena kecelakaan itu?” pikir Nona Gong. “Nona Gong, kenapa kau menanyakan hal memalukan seperti itu,” ucap Ye Shao yang merasa risih. “Hanya memastikan apakah Tuan Muda sehat atau tidak.” “Justru kau yang tidak sehat karena menanyakan hal memalukan itu.” “Ibu, Nona Gong... Kalian tidak perlu cemas, aku sudah baik-baik saja. Bahkan aku mampu pergi ke sekolah seperti biasanya. Jika aku sakit aku pasti akan memanggil kalian untuk merawatku, tapi saat ini aku benar-benar baik,” kata Ye Shao. “Jika keluarga tau ibu sering menjengukku padahal aku sedang sehat, Penatua akan menilai buruk sikap keluarga Ye kita. Seorang Tuan Muda dari Keluarga Ye di wajibkan hidup terpisah dari orang tuanya ketika mereka menginjak usia 15 tahun. Kami di tuntut untuk mampu hidup mandiri, tanpa bantuan orang tua kami. Untuk menilai apakah kami layak, menjadi generasi penerus Keluarga Ye.” “Aku adalah salah satu kandidat penerus keluarga, apalagi ayahku Ye Tianlong merupakan pemimpin di generasinya. Aku tidak boleh mencoreng wajahnya, Penatua tidak boleh tau aku sering mendapat perlakuan baik dari orang tuaku. Kumohon ibu untuk bisa mengerti. Aku tidak ingin memberikan masalah baik untuk ibu, atau si pak tua itu,” kata Ye Shao. Kedua wanita yang sedang berdiri di depan Ye Shao itu menatapnya dengan wajah yang seperti sedang kecewa. Kemudian kedua wanita itu menangis dan memeluk satu sama lain. “Xiao Ye kita sudah dewasa, Adik Gong.” “Huaa.... Kakak Rou harus bahagia melihat Tuan Muda tumbuh sampai sejauh ini, dia sudah bisa memikirkan masa depan dirinya dan keluarganya.” “Ibu, Nona Gong... Jangan memulai drama disini. Kalian sebaiknya lekas pulang, aku tidak ingin salah satu orang dari Penatua melihat kita seperti ini.” “Baiklah, ibu dan Nona Gongmu akan pulang. Ibu sudah melihat tekad itu dari matamu, dan ibu sangat bangga. Akhirnya putra ibu tumbuh menjadi seorang pria dewasa. Percayalah, bagaimanapun putra ibu... Ibu akan selalu bangga terhadapmu,” ucap Ye Rou sambil mengelus pipi Ye Shao. Ye Shao tersenyum karena perasaan hangat yang di berikan oleh ibunya itu. “Iya, ayahmu tengah sibuk untuk mengadakan pesta perjamuan karena kesembuhanmu. Pestanya mungkin akan di adakan tiga hari lagi. Pastikan kau bisa hadir...” “Karena di pesta kali ini... Putra ibu, Ye Shao.” “Adalah Bintangnya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD