CERITA ANAK MENANTU

CERITA ANAK MENANTU

book_age16+
55
FOLLOW
1K
READ
others
drama
sweet
serious
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Aira adalah gadis belia yang memutuskan untuk menikah dengan laki-laki yang baru ia kenal karena suatu alasan, hidup nya mulai berubah setelah ia menikah. bahkan ia masih seperti mimpi dalam menjalani kesehariannya. namun ia tegar dan bersabar dalam menghadapi nya hingga ia berhasil beradaptasi dengan situasi yang tadinya ia anggap sangat tidak mungkin untuk membuat nya bertahan.

chap-preview
Free preview
cerita anak menantu part 1
BIOGRAFI HIDUP "Ra ibu tau kalian pengantin baru, tapi lain kali kamu jangan telat bangun sampai sesiang ini ya. Jadi Istri itu harus pandai mengurus rumah. Bukan hanya pandai bersolek". Aku terpaku di depan kamar mandi, dengan handuk yang masih ku pakai mengerikan rambutku, padahal saat itu aku sedang haid . Sudah genap satu bulan ini aku tinggal di rumah mertua. Ya, memang benar kata orang, jarang ada menantu perempuan yang bisa akur dengan mertua perempuan. Perkenalkan namaku Aira paradisty, 19th. Anak bungsu, perempuan satu-satunya. Aku di besarkan oleh keluarga yang berkecukupan, tidak pernah pegang sapu apa lagi bergulat di dapur. Menikah adalah schedule yang hampir tidak pernah ku tulis dalam buku agenda kehidupanku, apa lagi jika harus menikah di usiaku yang masih sangat muda. Tapi tidak ada yang bisa memprediksi takdir manusia bahkan Satu detik setelah ini, jodoh salah satunya. Itu yang sedang terjadi kepada ku, dan inilah kisah hidupku. ### "Saya terima nikah dan kawinnya Aira paradisty binti Muhammad alwi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu buah cincin emas seberat 2,5gr dibayar tunai " Penghulu dan para saksi berseru sah, dari saat itu aku resmi menjadi seorang istri . Dia adalah laki-laki yang belum lama aku kenal, umurnya 9th lebih tua dariku. Jika kalian tanya apa alasan ku menikahinya, jawabanku adalah "dia nadzar ku", Fandi S Saputra. Saat usiaku 16th aku pernah jatuh cinta pada laki-laki beda agama, Agustian Sambara. Kami menjalin hubungan cukup lama, tapi orang tua kami saling menentang. Benar-benar tidak ada celah kesempatan dari orang tuaku untuk menjalin hubungan lebih serius, 2 tahun kami backstreet akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi hubungan itu . "Pah, cinta ga segampang itu, dulu aku sama Tian juga ga langsung cinta-cintaan pah, kalau aja ada laki-laki yang bisa bikin aku jatuh cinta sama dia aku mau menikahinya". Itu adalah kata-kata terakhirku sebelum menutup pintu kamar . Malam itu tian datang kerumah ku, membawa soto kikil kesukaan ayahku, tapi diusir sebelum dipersilahkan masuk kerumah . Usahanya selalu gagal, tidak ada nilai plus dari Tian di mata ayahku. berbeda dengan Mas Fandi. Agama! Salah satu alasan ayahku yakin dengan nya, bukan dari kalangan terpandang, saat menikahiku, Fandi bahkan belum memiliki pekerjaan yang tetap. Tapi karena karakternya yang bersahaja dan taat beragama membuat Fandi memang terlihat pantas menjadi imam dan calon ayah yang baik. Mantu yang sempurna mungkin bagi ayahku. karena ayah selalu bilang, aku harus berada disisi orang yang tepat. Setelah kami menikah, aku langsung tinggal dengan suamiku di rumah mertua. Karena kami belum memiliki rumah, dan kebetulan ibunya Mas Fandi tinggal seorang diri. Ayah mertuaku sudah meninggal 2tahun yang lalu, dan saudara Mas Fandi yang lain tinggal di luar kota. Rumah ibu cukup besar dengan beberapa kamar kosong, kami juga belum memiliki penghasilan yang cukup untuk menyewa rumah sendiri . Tertekan. Ya benar, aku tertekan dengan keadaan itu. Ditambah lagi saudara suamiku semuanya laki-laki, enam bersaudara hanya satu yang belum menikah. Well jadi kalian tau kan aku pun juga harus beradaptasi dengan ipar-ipar nya suamiku. Beginilah kehidupan ku setelah menikah . Hampir setiap hari mata ini sembam karena air mata. Bukan menyesal, tapi lebih sangat menyayangkan kenapa dulu ibuku terlalu memanjakanku sehingga membedakan ketumbar dengan lada saja aku tidak bisa. "Ra, ini nanti ikan nya kamu bersihkan ya, nanti sore mas Aris mau datang, ibu harus kerumah Bu Intan ambil pesanan bolu kukus kesukaan Nita jangan lupa, pastikan kamu masak nasinya cukup" ibu menaruh beberapa belanjaan di meja dapur . Ya, Mas Aris adalah Kaka kedua suamiku, dan Nita adalah nama anak pertamanya. pagi itu aku gak tau apa yang harus aku lakukan dengan ikan yang ada di depan mataku. Ingin menangis, akhinya sebisa mungkin aku coba melakukannya. Aku memakai slayer untuk menutup hidung ku, karena bau amis yang membuatku ingin muntah. "Ya ampun Aira, ini kenapa daging ikannya hancur semua, sisiknya belum kamu ilangin ya?" Mertua ku membolak balikan ikan yang sudah selesai ku bersihkan. "Maaf mah, Aira gak tau gimana cara bersihkan ikan" aku menunduk ketakutan. "Haduh Aira, Kamu ini bisanya apa selain menghabiskan uang suamimu dan menyusahkan mama?" seperti ada yang menancap tajam di jantungku. Mertuaku memang sering berkata pedas kepadaku karena aku tidak pintar menjadi isteri tapi kali ini menurutku ucapannya sangat keterlaluan. Bahkan Ia tau aku di nikahi hanya dengan mahar yang sederhana, pernikahan yang sederhana dan belum memiliki apa-apa. Tapi kenapa seolah-olah aku mengambil semua yang anaknya punya. "Ra, kenapa matamu sembab begitu ?" Mas Fandi mendekatiku setelah masuk ke kamar. Diluar sudah ramai, mas Aris, mbak dela dan dua anaknya sudah datang tadi sore, tapi aku masih tetap di dalam kamar setelah selesai membantu ibu mertuaku memasak . "Gak papa mas, aku pusing sakit kepala" jawabku sambil menahan air mata. Aku tidak berani cerita selama ini dengan apa yang terjadi kepadaku karena aku takut Mas Fandi tersinggung, biar bagaimanapun itu ibunya. "Dela, coba kamu tadi yang bantu ibu masak pasti ga acak-acakan begini, liat Aira membersihkan dan motong ikan aja ga bisa" terdengar mertuaku sedang membicarakan ku dari balik pintu kamar ku. Ramai sekali suara tertawa di ruang makan, aku menarik langkah lagi dan tidak jadi membuka pintu. "Lihat itu ada kakaknya datang, malah mendekam dikamar, menantu macam apa seperti itu, kamu gimana sih Fan bisa menikah dengan bocah kaya gitu ?" masih terus ku dengar percakapan ibu dengan Fandi dan yang lain. Sakit bukan main rasa nya hatiku. Mengucur deras air mataku tidak bisa ku bendung, ku remas-remas ujung bajuku karena kesal dan marah hanya saja aku tidak bisa mengungkapkannya. Tidak lama dari itu Mas Fandi masuk kedalam kamar, melihat ku yang kusut dengan pipi yang basah dia duduk di sampingku. "Kamu kenapa? diluar lagi kumpul kenapa kamu malah dikamar?" tampak biasa saja wajah nya seperti yang terjadi di meja makan tadi bukan hal yang berlebihan. "Aku tadi mau keluar, tapi gak jadi. setelah mendengar mereka ngomongin aku mas" aku masih sesenggukan. "Seharusnya, kalau kamu gak mau di omongin ya keluar donk sayang Jangan berdiam di kamar, karena itu kurang sopan" entah mengapa ucapan Mas Fandi kali ini justru makin membuat ku ingin menangis lebih kencang. Aku tau aku bukan menantu idaman, bukan wanita yang bisa menjadi isteri yang sempurna tapi dari pagi aku udah berusaha membantu ibu sebisa mungkin. Aku tidak tau kalau ternyata usahaku belum juga dipandang cukup . Malam ini mas Aris dan keluarganya bermalam dirumah ibu, aku merasa semakin terhimpit. Aku yakin pasti akan lebih banyak ku dengar bahasa-bahasa perbandingan yang keluar dari mulut ibu. "Mah, mau ke toko? " tanyaku yang baru keluar kamar hendak mengambil wudhu. Aku melihat ibu mertuaku sudah siap, ku kira hari ini tokonya tutup karena ada Mas Aris, tapi ternyata tidak. "Biar Aira antar ya Mah, Aira solat dulu" ibu mertuaku tidak menjawab tapi aku melihat nya menunggu ku di kursi makan. Aku bergegas memakai jaket setelah solat. Ku lihat pintu kamar Mas Aris masih tertutup, lampu teras pun masih menyala karena sakelar nya ada di kamar Mas Aris. Aku berfikir, sudah dua hari Mbak Dela nginap di rumah ibu, dua hari ini juga dia bangun kesiangan. Tapi tidak juga ibu memarahinya. Pulang dari mengantar ibu ke toko aku meletakan belanjaanku di meja dapur. aku berbelanja sedikit tadi untuk memasak sarapan. "Gak usah masak Ra, nanti aku belikan soto aja buat makan " kata Mbak Dela yang baru keluar dari kamar mandi. Ku lihat ke arah jam menunjukan jam 7 lebih, dan dia baru bangun. Aku merasa memang ada diskriminasi dirumah ini. "Oh iya mbak" jawabku dan memasukan belanjaanku ke kulkas. Aku lihat Mbak Dela keluar bersama anaknya yang kecil. Aku juga melihat Nita masih tidur di ruang tv . Mbak Dela menyalakan motor dan pergi membeli soto. Aku melihat Mbak Dela meninggalkan cucian di mesin cuci, dan putaran nya sudah berhenti, baru saja hendak ku buang airnya tiba-tiba ada yang menyerobot tanganku. "Eh gausah ini masih mau ku giling lagi " kata Mbak Dela yang masih membawa plastik berisi soto panas dan kunci motor di tangan yang lain. Tanpa berkata apapun aku keluar dari kamar mandi menuju ke kamar, aku membaca novel kesukaanku sampai jam makan siang tiba, aku dengar ada suara ibu sudah pulang dari toko, biasanya ibu pulang pukul 4 sore tapi hari ini baru jam setengah satu sudah sampai rumah. Ternyata Mas Aris menjemput ibu tadi. Katanya hari ini hanya memberikan barang pesanan pelanggan saja gak buka toko. Aku keluar kamar dan melihat ibu membawa banyak sekali jajanan untuk Nita dan Bayu. "Loh Mama sudah pulang" tanyaku basa basi. "Iya sudah, kamu sudah nyuci Ra?" tanya ibu mertuaku. "Sudah Mah, sudah saya jemur tadi" tiba-tiba Mbak Dela menjawab . "Kamu ini gimana, masa kamu enak-enakan dikamar dan kakak mu yang mencuci baju, harusnya kamu lebih bisa menghargai tamu dong Ra" Ibu menyalahkan ku di depan Mbak Dela dan Mas Aris sembari menyuapi Bayu anak mas Aris yang paling kecil. Aku merasa, tadi sudah ingin ku bantu tapi Mbak Dela sendiri yang melarang ku, tapi kenapa disaat Ibu menyalahkan ku Mbak Dela tampak diam saja dan seperti aku tidak melakukan apapun. "Ra kamu beli soto? kan ibu sudah bilang soto diluar itu micinnya banyak" Ibu membuka tudung saji di meja makan. "Bukan Mah, tadi Mbak Dela yang beli" jawab ku. "Tadi kan kamu katanya belanja, harusnya langsung kamu masak jangan ditinggal yang lain kelamaan, jadi Nita dan Bayu keburu lapar" tidak habis fikir dengan jawaban ibu yang ini, aku masih di salahkan . Semua yang ku kerjakan salah, dan semua yang dikerjakan Mbak Dela benar meskipun itu salah. Dan Mbak Dela tidak pernah sekalipun menjelaskan kepada Ibu, hanya diam saja. . Terlihat pintu kamar Mas Aris terbuka, ku lihat dari ruang tv mbak dela sedang telpon seseorang, tampak terbahak dan sesekali seperti serius membicarakan sesuatu. "Oh iya lia, nanti aku telpon lagi ya" Mbak Dela menutup pembicaraan di telpon sambil berjalan ke luar kamar Ia mengambil satu toples kue dan air minum lalu masuk kedalam kamar lagi, kali ini dia tidak lupa menutup pintu. aku kembali kekamar dan ketiduran sampai jam setengah 5 sore. Aku mendengar suara agak ramai di luar, Saat aku membuka pintu, aku lihat ibu basah kuyup baru pulang. Ditangannya terisi penuh baju yang baru di ambil dari jemuran. Matanya seperti marah melirik ke arahku. Aku hanya menunduk terpaku di depan pintu kamarku, aku yakin pasti ibu marah sekali denganku karena ketiduran sampai lupa mengangkat jemuran. "Kamu tau, Dela sudah susah payah mencuci semua pakaian dirumah ini. Dan gara-gara kamu tidur sampai ga tau kalau diluar hujan. Semuanya jadi basah lagi" ibu masih menatapku makin marah. Aku tidak berani berkata apa-apa. aku lihat di pipi mbak dela ada garis bekas bantal, tampak nya dia juga ketiduran. Tapi tidak sedikitpun dia di salahkan, air mata ku menetes menatap ke arah mbak Dela, tampak Nita dan Bayu masih asyik di depan tv tanpa menghiraukan nenek nya sedang kesusahan . Nita sudah kelas 5 SD cukup besar untuk tau pekerjaan rumah apa lagi dia anak pertama dan perempuan. kenapa dia tidak membangunkan ku atau ibunya saat turun hujan. Malah asyik menonton tv . "Assalamu'alaikum" terdengar suara orang mengetuk pintu dari luar. Aku hendak berjalan ke arah pintu untuk membukakan, tiba-tiba Mbak Dela berjalan cepat ke arah ku. "Biar aku aja" katanya terburu-buru " Wa'alaikum salam Lia" ucap mbak dela girang saat membuka pintu. Aku melihat dari ujung ruang tamu ternyata Mas Dawud dan Mbak Lia datang, perut nya tampak membuncit . karena memang mbak Lia sedang hamil 4 bulan. Aku berjalan ke arah mereka dan menyalaminya. "Hai mba, jam berapa dari rumah?" tanyaku membuka percakapan. "Jam 2 siang, mana mama?" kami semua berjalan masuk. Ku lihat ibu masih menggunakan mukena berjalan menghampiri kami, tampak bahagia dari raut wajahnya menyambut Mas Dawud dan Mbak Lia. "Assalamu'alaikum, wah rame banget nih kelihatannya" kata Mas Fandi sambil melepas sepatu Baru saja aku menutup pintu ternyata Mas Fandi pulang, aku segera membuatkannya kopi panas dan teh hangat untuk yang lainnya . "Ya ampun, dingin loh ini kok gak ngabarin kalo mau kesini" kata ibu sambil mengusap perut Mbak Lia. "Tadi aku udh telpon Mbak Dela Bu " ku dengar dari dapur Mbak Lia menjawab . Ternyata Mbak Lia yang menelepon Mbak Dela siang tadi. Tenyata mereka begitu dekat, percakapannya tampak hangat sepanjang malam sebelum kami semua pergi tidur. Pagi harinya seperti biasa aku bangun paling awal, langsung mengambil wudhu dan sholat subuh lalu pergi mengantarkan ibu ke toko, dan pulang pukul setengah 7. Ku lihat pintu kamar Mas Aris dan Mas Dawud masih tertutup. Ku lihat gelaran kasur busa didepan tv masih berhamburan lengkap dengan Nita di atasnya. Setelah menyiapkan bekal sarapan dan kopi untuk Mas Fandi aku lanjut beres-beres. Aku singkirkan pelan-pelan barang yang berserakan, lalu ku sapu semuanya, ku cuci gelas dan piring kotor sisa semalam . Aku ku keluar rumah untuk menyapu halaman dan menjemur kembali pakaian yang kemarin basah terguyur hujan. Semua pekerjaanku ku anggap selesai karena tidak ada lagi yang bisa aku kerjakan. Aku pergi sebentar ke supermarket untuk membeli sampo. Saat pulang ke rumah, aku melihat Mbak Dela dan Mbak Lia sedang asyik mengobrol di dapur sambil mengoleskan selai di atas roti tawar. Aku mendengar samar dari kejauhan mereka Sedang membicarakan ku. Belum sampai di dapur aku kembali lagi, tampak mereka seperti gelagapan saat tau aku sudah ada dirumah. Aku merasa keberadaan ku di rumah ini sangat tidak di inginkan. Ibu mertuaku baik pada menantu yang lain, tapi tidak denganku . Istri dari iparku pun begitu, seperti ada yang mereka rahasiakan dariku. Dan tidak ramah saat berbicara denganku. Aku selalu bertanya apa dan di mana letak kesalahan ku . "Assalamu'alaikum" ibu pulang dan masuk lewat pintu belakang. Ternyata ibu membawa satu ekor menthok yang hendak di potong. "Wud, Dawud...Lia, mana mas mu ? ini suruh potong mentoknya. Nanti kita masak rica-rica" Ibu memanggil-manggil sambil menaruh belanjaan di atas meja dapur. Kami para menantu mulai mengupas bawang memotong sayur dan menyiapkan bumbu. "Kamu cuti berapa lama Lia?" tanya Mbak Dela pada Mbak Lia. "1minggu mbak" jawabnya. "Enak ya Lia, kerjaan mu mapan lumayan lagi gajinya " kata ibu dari kursi makan sambil menyiapkan bumbu untuk rica-rica. " Oh, iya Bu kalau saya memang dari dulu cita-citanya habis sekolah mau kerja dulu untuk menyenangkan orang tua. Gak keburu-buru nikah" Mbak Lia melirik ke arahku yang belum selesai mengupas bawang. Aku tau ucapannya ditujukan untuk aku. sakit hati, jelas. Tapi menurutku jodoh adalah takdir yang tidak bisa dirubah waktu kedatangannya, sama dengan Ajal. "Ya bagus begitu Lia, Karena wanita memang harus matang" sahut ibu. Terlihat Mbak Dela diam saja, aku tau dia hanya seorang ibu rumah tangga biasa, menikah di usia 20tahun. Kurang lebih denganku, tapi dia pandai mengerjakan pekerjaan rumah. Karena yang ku dengar dia memang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Adegan di dapur siang itu seperti berlangsung lama sekali, ingin sekali aku pergi dari mereka dan berhenti mendengarkan sindiran-sindiran nya. Tapi apa boleh buat aku harus tetap disini. Setelah masakan matang, ibu menyuruh kami semua untuk makan. Ibu mengambil nasi yang pertama di lanjutkan Mas Aris dan Mas Dawud. "Mbak Lia dan Mbak Dela gak makan?" tanyaku yang sudah membawa piring. "Nanti aja Ra, masih kenyang" jawaban Mbak Dela yang sama juga dari Mbak Lia. Aku mengambil nasi dan rica-rica menthok yang bau nya sedari tadi sudah menggodaku. Bodoh amat dengan mereka yang katanya belum lapar, padahal aku tau dari pagi mereka cuma makan roti. Saat aku sedang makan, tiba-tiba Mas Fandi pulang, "Assalamu'alaikum" . "Wa'alaikum salam, loh kok udah pulang mas?" Aku meletakan piring makan ku dan menggambil jaket nya. "Iya hari ini pekerjaan nya selesai cepet mangkanya bos bolehkan aku pulang" jawabnya sambil membuka kursi meja makan. "Aku ambilkan makan ya mas" tanyaku . "Oke oke!" sahutnya. Mas Fandi kerja serabutan sejak awal kami menikah, kadang jadi supir freelance, kadang juga ikut kerja di bengkel temennya. Karena memang ijazah nya hanya lulusan SMK jurusan otomotif. Kami menyelesaikan makan dan kembali ke kamar masing-masing. Aku senang sekali saat Mas Fandi pulang cepat, meskipun aku dan dia tidak di awali dengan pacaran dan baru mencoba saling mencintai. Karena hanya dia yang aku percaya dan tidak mungkin menyakiti hatiku di rumah ini. "Mas, aku mau tanya. sebelum ada aku dirumah ini, siapa yang antar mama ke toko biasanya? tanyaku penasaran. karena tadi pagi aku mendengar sekilas percakapan Mbak Dela dan Mbak Lia di dapur saat mereka membicarakan ku. aku mendengar mereka mengatakan bahwa aku cari muka didepan ibu. " Dulu sih Tomi, sebelum dia kerja di Bekasi" kata Mas Fandi. Tomi adalah anak terakhir ibu, adek mas Fandi yang paling kecil. " Setelah Tomi ke Bekasi mas?" Tanyaku masih penasaran. Karena aku ingat Mas Fandi pernah cerita dulu setelah menikah Mas Aris, Mas Dawud dan isterinya juga sempat tinggal satu rumah dengan ibu sebelum mereka pindah keluar kota dan punya rumah sendiri. "Gak ada, mama biasanya naik ojek atau naik angkot" Mas Fandi menjawab santai. Itu artinya memang tidak pernah ada yang mengantar ibu sebelum aku. Bahkan ketika Mbak Lia dan Mbak Dela masih satu rumah dengan Ibu. Selama ini aku bangun pagi karena aku solat subuh. Dan setiap itu juga aku melihat ibu sudah siap berangkat ke toko. Aku mengantarnya karena tidak tega, bukan karena sengaja bermaksud mencari muka . Tapi mereka mengira aku mengerjakan semua itu untuk mencari muka di depan ibu. "Memangnya kenapa? " Mas Fandi menyadarkan aku yang sedang serius berfikir . "Oh gak papa mas aku mau tau aja" jawabku. Dari sejak itu aku tau kalau keberadaan ku tidak disukai karena mereka takut aku mengambil alih perhatian Ibu, padahal sampai sekarang aku pun masih gagal menjadi mantu yang baik menurut Ibu. Beda dengan mereka yang sangat mudah nya mengambil hati Ibu, aku melihat mereka hampir tidak pernah santai ketika ibu sedang dirumah . Ada saja yang mereka kerjakan. Entah apapun itu. Aku yang melihatnya saja sampai lelah, tutur katanya pun di atur sedemikian halus saat berbicara dengan Ibu. Bahkan aku tidak melakukannya saat aku berbicara dengan Orang tua kandungku. Hari-hariku menjadi lebih lama dua kali lipat ketika mereka berada di rumah Ibu. Banyak kata-kata pahit yang harus ku telan selama itu juga .

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
170.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
152.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
213.4K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
294.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.5K
bc

TERNODA

read
192.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook