"Ada apa?" Nara bertanya begitu Moa berhenti secara tiba-tiba. Pria itu tiba-tiba berputar balik dan membawa Nara pergi ke arah lain.
"Ada apa?" Nara kembali bertanya.
"Seseorang memasuki hutan." Moa menjawab.
"Ma-manusia?"
Moa mengangguk. Ia dan Nara berlari menuju sebuah pohon besar. Moa tiba-tiba melepas mantelnya dan memakaikannya pada Nara.
"Kau diam di sini dan jangan berani kabur," titahnya, lebih terdengar seperti ancaman.
Setelah itu, dengan cepat Moa pergi dari sana dan menghilang dari pandangan Nara. Gadis itu semakin menyudutkan tubuhnya ke pohon. Kalau pun dia nekat pergi, bau dari mantel itu akan tetap bisa tercium oleh Moa dan makhluk itu akan dengan cepat menemukannya.
"Kali ini siapa lagi yang datang?" gumam Nara. "Apakah kakek kembali ke sini?"
Sementara itu Moa pergi mencari sosok yang menginjakkan kaki ke dalam hutannya.
"Ini tidak hanya seperti langkah manusia, namun juga--" Moa kembali berhenti. Ia berbalik, mencium bau di sekitarnya. "Ini bau anjing."
Tubuhnya secara refleks berbalik dan ia menangkap sebuah anak panah yang mengarah padanya. Di depan sana, ia melihat seseorang yang datang. Dengan satu tangan, Moa langsung mematahkan anak panah itu menjadi dua bagian. Itu hanya anak panah biasa. Sekalipun anak panah milik Nara, Yooshin tak akan bisa menggunakannya.
"Ada perlu apa lagi kau datang ke sini?" tanya Moa.
Yooshin perlahan mengeluarkan satu anak panah lain. "Kau masih bertanya apa tujuanku ke sini?" ujarnya. Bersamaan dengan itu, seekor anjing berlari ke arah Moa dan menggigit ujung pakaian yang ia kenakan.
Moa dengan cepat menyingkirkan anjing itu dan melemparkannya ke arah lain, lalu ia dengan gesit bergeser ke arah lain begitu anak panah yang ditembakkan Yooshin melesat padanya, lalu benda itu menancap di salah satu pohon.
"Aku akan pergi dengan cara baik-baik jika kau memberikan Nara padaku," ujar Yooshin penuh penekanan.
Salah satu sudut bibir Moa naik. "Kau masih saja bersikeras membawanya. Kau tidak tahu kalau aku sudah menantikan hal ini sejak lama?" Ia maju.
Yooshin mengerutkan dahi, namun ia tak mudah lengah. Ditarik keluar lagi anak panah lain dari balik punggungnya.
"Bagaimana, ya, aku mengatakannya. Gadis yang bernama Nara itu menyerahkan dirinya sendiri padaku. Kau tahu apa maksudnya? Kami sudah melakukan perjanjian."
"A-apa?"
"Memangnya kau pikir aku ketidakhadranku di desamu itu tanpa alasan? Cih!"
"Kau--" Yooshin mengeraskan rahangnya dan ia dengan cepat menarik tali busur itu kuat. Namun dalam satu kedipan, tubuh Moa sudah berada di belakangnya.
"Aku ingin sekali membunuhmu sejak lama, tapi kau masih beruntung. Karena gadis itu ingin agar aku tak membunuhmu," bisik Moa tepat di telinganya.
Yooshin membulatkan kedua matanya. Ia segera berbalik namun Moa dengan cepat segera menghilang dan pindah ke tempat lain.
"Dan hal itu juga akan berlaku padamu. Jika kau menurut, maka gadis itu akan baik-baik saja. Jadi kusarankan sebaiknya kau menyerah saja," ujar Moa.
"Aku tidak akan pernah kembali ke desa sebelum berhasil membawa kembali Nara!"
Moa tiba-tiba tertawa. "Kau tidak akan pernah berhasil selama aku masih hidup."
"Lalu kenapa kau tidak juga membunuh Nara?! Sebenarnya apa maumu?"
Kedua iris biru milik Moa menatap lurus ke arah Yooshin. Di saat itulah Yooshin melepaskan anak panah di tangannya, dan lagi Moa bisa menghindar. Makhluk itu baru saja hendak menyerang Yooshin namun diurungkan saat samar-samar ia mendengar teriakan di kejauhan. Ia lantas menatap Yooshin tajam. "Sial."
Moa berlari dari sana dan Yooshin tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia berlari mengerjar Moa meskipun tertinggal jauh. Meskipun tanpa anjing pelacak, ia akan menemukan Nara. Dalam diam pria itu menyeringai menyadari usahanya sedikit membuahkan hasil.
Moa tiba di tempat Nara dan ia melihat gadis itu diserang oleh seekor anjing seperti milik Yooshin tadi. Gadis itu terlihat seperti ditarik pergi, namun Nara berpegangan pada mantel yang ada di tubuhnya.
"Sudah kuduga kalau dia merencanakan ini!" Moa menggeram, ia dengan cepat maju dan menyingirkan anjing itu.
Nara yang masih ketakutan langsung dibawa pergi dari sana. Gadis itu lalu menatap Moa.
"Siapa yang datang?" gadis itu kembali bertanya. Meskipun samar, ia bisa melihat raut cemas tergambar di wajah tegas milik Moa. Dan untuk pertama kalinya ia melihat ekspresi itu. Jika Moa sampai cemas, artinya orang yang datang kali ini cukup mengancam.
'Apa mungkin itu Yooshin?' batin Nara, Ia lalu menoleh ke belakang, namun tak melihat keberadaan Yooshin. Jika itu adalah anak buah dari kakeknya, maka Moa akan langsung menghabisinya di saat itu juga. Namun kali ini Moa terlihat agak gelisah. Makhluk itu terlihat sedikit menahan keinginan membunuhnya. Dan Nara tahu betul, ia hanya menyuruh Moa agar tidak membunuh orang-orang terdekatnya. Kakeknya, Tuan Hwang, dan juga Seungmo. Karena selain itu Moa juga tak diizinkan kembali ke desa untuk menjatuhkan korban lebih banyak, walau kemarin makhluk itu sempat ingkar.
Namun entah mengapa, Nara tak bisa pergi dari sana. Ia merasa seperti ada sesuatu yang menahannya namun ia tak tahu itu apa.
"Kita mau ke mana?" tanya Nara. Hari semakin sore, dan akan semakin gawat jika malam sudah tiba.
"Jangan banyak bicara dan ikuti saja!" tegas Moa.
Langkah keduanya berhenti. Masih dengan menggenggam tangan Nara, Moa menatap ke sekitar untuk mencari tempat persembunyian. Ia tak mungkin kembali ke istananya dengan keadaan yang sekarang, karena Yooshin pasti mengikutinya di belakang dan pria itu akan menemukan istananya. Seluk-beluk Hutan Moa hanya Moa yang tahu. Hutan itu luas, dan Moa berencana pergi semakin dalam.
Semakin dalam, suasana hutan semakin mencekam. Tanpa sadar, Nara mempercepat laju kakinya dan bahkan ia menggenggam kuat tangan Moa. Gadis itu sadar kalau saat ini mereka semakin bergerak masuk ke dalam hutan.
"Bu-bukankah ini terlalu jauh?" Nara menelan ludah. Ia dan Moa berhenti tepat matahari sudah tenggelam.
Jauh di belakang, Yooshin tertinggal cukup jauh. Ia hanya bisa mengandalkan insting dan juga tanda pada rumput yang terlihat diinjak oleh seseorang. Jika saja para anjingnya tidak mati, mungkin ia bisa dengan lebih mudah menemukan Moa.
"Aku harus menemukan Nara dan membawanya pergi, apapun yang terjadi." Yooshin kembali melanjutkan pencariannya.
Sementara itu Moa mencari tempat untuk Nara sembunyi.
"Berjanjilah padaku kalau kau tidak akan membunuhnya." Nara mencengkeram lengan Moa tanpa sadar.
Moa meliriknya selama beberapa saat, lalu ia mengeluarkan pedangnya dan langsung ia tancapkan ke permukaan tanah. Seketika, api berwarna biru mengelilingi mereka.
Di saat yang bersamaan, Yooshin muncul dan pria itu melihat Nara ada di sana, di dalam kungkungan kobaran api.
"Na-Nara ... " Langkah Yooshin memelan.
Sang pemilik nama menatap ke arah sosok yang memanggil namanya. Kedua matanya mendadak berkaca-kaca. "Yooshin ... "
"Kau akan langsung hangus terbakar jika berani melewati api ini," ujar Moa saat Nara berniat pergi. Gadis itu langsung terdiam di tempatnya.
Moa menatap pria di depan sana, lalu ia melangkah melewati api itu, meninggalka Nara sendirian di sana.