Kevin dan Shella

1020 Words
"Kevin." Cowok itu mengulurkan tangannya. "Shella." Dengan ragu cewek bertubuh ramping itu mengambil uluran tangan di depannya. Diam-diam Shella memperhatikan cowok bertinggi 182 cm ini dari atas sampai bawah. Cowok berambut cepak berkulit putih ini sesekali melempar senyum kepadanya. Bersikap ramah dan cepat akrab dengan ibunya. "Dulu pas Tante sama Shella ke rumah, kamu masih kecil. Sering main sama Shella. Inget nggak?" cerita mamanya Shella menggebu-gebu. Membuat Shella di sampingnya menahan malu. Beberapa kali ia menyolek lengan sang mama. "Terus kalian juga pernah mandi bareng pas kita berenang bareng dulu. Waktu itu kalian masih TK." Demi Tuhan, Shella ingin tenggelam saja. Bagaimana bisa mamanya menceritakan hal memalukan itu. "Sebenernya sih, enggak inget banget Tante. Tapi, inget dikit." Kevin mengisyaratkan bentuk sedikit menggunakan jari telunjuk dan jempolnya. "Shella rambutnya pendek kalau nggak salah dulu?" Amel—mamanya Shella—mengangguk antusias. "Bener, ih, itu mah masih inget." "Padahal Kevin biasanya pelupa loh, Jeng." Sandra—mamanya Kevin—menyahuti ucapan Amel. Amel jelas merespon ucapan Sandra dengan perkataan menggoda Kevin dan Shella. "Wah, emang gitu yang membekas di hati biasanya diinget terus." "Ma." Shella tidak tahan untuk menyebut satu kata itu. Namun, tampaknya Amel tidak menggubris rengekan dari anaknya. Kalau saja Shella tidak mengetahui bagaimana Kevin saat ini, mungkin saja ia akan merasa senang atau ikut tersipu malu. Nyatanya, Shella malah mendengkus kesal. Dasar Buaya! *** "Kita pernah ketemu lagi?" tanya Kevin saat mereka berdua sudah berada di mobil. Shella membuang pandangannya ke luar jendela. Masih kesal karena paksaan sang mama yang menyebabkan dia harus duduk bersampingan dengan cowok itu sekarang. "Pernah waktu umur lima tahun," sindir Shella. Kevin menyengir. Tak merasa keberatan dengan jawaban sinis cewek di sampingnya. Ia menyalakan mobil dan melajukannya. "Waktu umur lima tahun itu gue ngelakuin kesalahankah? Keliatan muka dendamnya soalnya." Shella mendengkus. "Siapa sih yang nggak kenal lo. Sefakultas tau semua." Kevin mengangguk paham. Dia baru ingat kalau Shella ini satu kampus dengannya. "Apa yang lo tau tentang gue?" Kevin melirik ke sampingnya. Cewek di sampingnya sama sekali tidak melihatnya. Shella mengambil ponsel di tasnya. Meng-scroll sosial media dan berinteraksi dengan followersnya di sana. "Nggak banyak, cuma tau kalau lo gampang gonta-ganti cewek." Kevin sontak tergelak. "Terus apa lagi?" "Gue nggak suka tipe cowok gitu. Ilfil aja." Shella membuka aplikasi kamera dan melakukan beberapa pose. "Kalau gue bilang enggak. Lo nggak akan percaya, kan?" Shella mendengkus. Ia tersenyum miring lalu menatap cowok di sebelahnya. "Temen gue korbannya. Nggak mungkin gue nggak percaya." Kening Kevin mengerut. "Oh iya? Siapa?" Shella yang tengah tersenyum ke arah kamera lantas merubah ekspresi wajahnya. "Cewek yang lo tinggal tiba-tiba pas lagi dating." Jawaban Shella benar-benar tidak membantunya. Pasalnya, Kevin sering melakukan itu kepada pacarnya yang hendak ia putusi. Ia akan membuat si cewek yang kesal dan memutusinya. "Nama?" tanya Kevin pelan. Shella tertawa garing. "Ha ha. Saking banyaknya cewek yang lo perlakukan seperti itu?" Cewek itu menggelengkan kepala tidak percaya. Ia tambah yakin akan memasukkan nama Kevin dalam list orang yang tidak akan ia sukai. Mobil Kevin sudah sampai di depan rumah Shella. Shella membuka sabuk pengaman. "Gue harap ini pertemuan terakhir kita." "Gue nggak bisa janji kalau pertemuan selanjutnya udah direncanain mama kita." Rahang Shella mengeras. Secepatnya ia harus mencegah mamanya untuk tidak mempertemukan lagi dia dengan lelaki buaya ini. *** "Ma, aku ada tugas kuliah." Shella protes keras. Ia dipaksa untuk menemui acara ulang tahun sepupu Kevin. "Tapi kamu diundang Shella." "Mama nggak tau kalau Kevin udah punya pacar?" Amel menengok cepat. "Kevin udah punya pacar? Tapi dia ngakunya belum, bilangnya lagi deket sama perempuan tapi baru perkenalan aja dia nggak ada niat mau nerusin." Shella menjentikkan jarinya. "Nah, itu." Ia mengekori Amel yang tengah mondar-mandir di toko pakaian. "Gimana kalau dia ngelakuin hal yang sama ke Shella?" "Maksudnya perkenalan? Loh, nggak apa-apa dong. Sebelum menjalin hubungan emang perlu perkenalan. Makanya itu Mama suruh kamu ke acara sepupunya Kevin." Mata Amel terpaku pada dress merah marun. "Coba ini, Shel," titahnya. "Ma, ngapain Shella harus pake dress baru. Astaga." "Shella bisa nggak sih, sekali aja ikutin perintah Mama tanpa ngebantah?" Amel menyodorkan dress itu paksa. "Pakai. Mama mau liat." Ekspresi keras Amel membuat Shella tidak bisa berkutik dan pada akhirnya mengikuti juga apa yang diperintah wanita itu. "Udah cocok. Sekarang cari sepatunya," seru Amel sambil berlari menuju kasir. Shella di tempatnya sudah menggeram tertahan. Mamanya memang keras kepala. Kalau begini juga, maka ia yang harus menjaga jarak dengan lelaki itu. *** "Malam, Tante." Kevin mencium tangan Amel sambil memberikan kantung berisi kue. "Tadi lewat toko kue kesukaan Tante. Jadi, sekalian aku beliin." Shella di tempatnya melipat kedua tangan. Memutar matanya kesal saat mamanya mengusap lengan Kevin dan tersenyum ramah. "Makasih, loh, Vin. Kamu pengertian banget sama Tante, apalagi sama pacar, ya." Iya, pengertian banget sama cewek sampai dicap sebagai playboy kampus. Rasanya Shella ingin berteriak seperti itu di depan wajah mamanya. Sayangnya, itu tidak mungkin bisa-bisa namanya dicoret di kartu keluarga. "Oh, iya. Shella udah siap, nih." Amel menarik lengan Shella untuk mendekatinya. "Jagain anak tante ya, Kevin." Kevin mengangguk pasti. "Siap, Tante. Aku pastiin nggak akan ada lecet sedikit pun." Suara decakan lolos dari mulut Shella. Sudah muak melihat akting hebat lelaki berjas hitam itu. Sebuah cubitan kecil menyerang pinggangnya. "Ak!" ringis Shella. "Sakit, Ma," gerutu Shella kepada mamanya. "Jangan bersikap nggak sopan gitu," bisik Amel tajam di telinga Shella. Kevin tersenyum tipis sambil mengusap lehernya. Suasana yang benar-benar tidak enak. "Kalau gitu kita berangkat sekarang aja, Tan." Kevin berusaha menghentikan perdebatan kecil antara Amel dan Shella. "Bener!" Amel mendorong tubuh ramping Shella ke depan. "Selamat bersenang-senang kalian. Shella suka ngerepotin, Vin, Tante minta maaf dari sekarang aja, deh." Kevin terkekeh. "Nggak kok, Tante. Aku malah seneng kalau yang ngerepotin perempuan cantik seperti Shella." Mata Shella sukses membulat. Jangan salahkan dirinya kalau isi perutnya tiba-tiba keluar. Karena kalimat itu benar-benar bikin mual. Usai mencium tangan Amel dan berpamitan Kevin dan Shella jalan bersisian menuju mobil Kevin. "Gue nggak nyangka kalau sikap nggak suka lo bisa ditunjukin secara terang-terangan ke nyokap lo." Shella menarik satu sudut bibirnya. Tangannya terlipat di depan d**a. "Gue bukan aktor hebat kayak lo. Jadi mohon maaf nggak ada yang namanya akting dalam hidup gue."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD