Terpaksa Menikah

1513 Words
“Pak Arga, keluar!” Salah satu dari mereka pun mengetuk pintu dengan sedikit emosi. Beberapa warga yang mengintai mereka pun merasakan emosional yang tinggi saat melihat adegan yang tak senonoh—dan tidak pantas seorang dosen dengan mahasiswa lakukan di dalam ruangan berdua apalagi dengan keadaan remang-remang. Tak jauh beda penerangan ruang tamu indekos yang di tempati seorang dosen dengan kamar honeymoon. Mereka pun mengetuk pintu rumah itu dengan keadaan yang naik pitam, penuh dengan rasa amarah, tidak mau lingkungan mereka dikotori oleh seorang tenaga pendidik yang telah memiliki gelar tinggi daripada mereka sendiri. Kemudian warga yang telah usai mengabadikan momen terjelek mereka pun berusaha membantu temannya untuk mengetuk pintu. “Pak Arga! Kalau kalian gak mau keluar, kami dobrak!” Lelaki yang telah mendapat sebutan—dosen killer itu pun mengalihkan pandangan yang tadinya jarak mereka begitu dekat segera bangkit dari sofa. Ia baru sadar melihat beberapa warga dari bayangan sinar. Bahkan, teriakan warga yang sedari tadi tidak ia dengar saat mendekap tubuh Rauna. Kakinya segera melangkah untuk membuka pintu rumahnya. “Ada apa ya, Pak?” tanyanya yang begitu bingung melihat deretan warga dengan wajah seperti hendak menerkam mangsa. Melihat kondisi baju yang dipakai Arga dan keadaan rambut yang sudah berantakan—membuat warga berpikiran macam-macam. Sebab, kemeja dinas setelah kerja dua kancing atasnya sudah ia buka saat hendak mandi tadi sebelum kehadiran Rauna. Namun, Arga lupa setelah ada Rauna dia tidak membenarkan kembali kemejanya. Warga juga melihat keadaan Rauna yang di dalam ruangan itu, ia memakai hijab tidak serapi orang yang berhijab lainnya. Sebab ia hanya memakai pasmina serut tanpa peniti yang seharusnya untuk menutup hijabnya dengan sempurna. “Kalian telah berbuat asusila di indekos ini! Pak Arga kan tahu seorang dosen, kenapa membawa masuk mahasiswinya sampai ditutup segala pintunya?” tanya warga dengan sinis. Entah mengapa mereka menaruh rasa curiga dengan dosen junior ini. “Pak, saya hanya ingin mengecek laporan anak didik saya. Itu saja, tidak lebih,” jawab Arga, membela dirinya. “Ada apa ini? Kenapa ramai sekali di indekos Pak Arga?” Pak RT datang saat dipanggil oleh salah satu warga. Kemudian warga melihatkan ponsel yang ada foto dan video mereka yang diambil sejak tadi. “Astaghfirullah ... Pak Arga? Ini beneran sampean?” tanya Pak RT kaget, yang kebetulan asli warga Yogyakarta seperti dirinya. Pak RT pun memperlihatkan ponsel ke arah wajahnya. “Ini, saya tidak senga—” “Sudah ... mereka dinikahkan saja, Pak RT. Kalau mereka tidak mau, tinggal sebarin ke pihak kampusnya! Pasti malu tuh mereka, biar kita para tetangga nggak kecipratan dosa m***m mereka,” potong warga yang tidak mau mendengar kata toleransi untuk mereka. “Benar, Pak RT. Apalagi, ini malam jumat! Sangat tabu untuk melakukan hal seperti itu!” bentak warga yang rasanya persis seperti melihat gadis perawan desa ketahuan berduaan dengan lelaki dan harus dinikahkan malam itu juga. Pak RT Pun, terpancing omongan mereka. Dan akan, dibawa ke kantor kelurahan untuk disidang oleh beberapa warga. “Tunggu! Ini tidak seperti yang kalian lihat!” celetuk Rauna yang keluar, dengan keadaan hijabnya yang memperlihatkan area leher. “Tuh, Pak RT. Dia aja sampai buka hijab! Berarti benar, mereka sampai neko-neko di dalam!” tampik warga tadi. Mereka bertiga memang benar-benar sepakat untuk menyidak mereka agar segera diadili. Tak dapat mengelak, mereka pun langsung dibawa ke kantor kelurahan setempat untuk ditindak lanjuti. Di kantor kelurahan tak ada seorang pun yang membela mereka. Rauna tidak tahu harus bagaimana. Dalam pikirannya, ia ingin kabur dari hadapan mereka. Namun, sudah diintai banyak warga di sana terutama kaum ibu-ibu komplek yang paling suka melihat acara live streaming penyidakan di kantor kelurahan untuk bahan gibahan esok harinya secara hot news. “Saya tidak mungkin, menikahi anak didik saya sendiri Pak RT. Lagi pula, itu tidak sengaja saya terjatuh,” kilah Arga. Kenapa diam saja sih, apa dia menginginkan pernikahan dadakan ini? Arga membatin dengan kesal yang tak melihat pembelaan dari Rauna. Duh, bagaimana aku membuat pembelaan di hadapan mereka. Sedangkan ancamannya begitu kuat akan membeberkan berita ini di kampus. Reputasi seorang MC papan atasku akan tergadaikan dengan masalah ini, Rauna pun tak kalah panik di dalam hatinya dengan menggigit bibirnya. “Ya sudah, kalau saya menikah dengan Pak Arga kalian harus janji tidak akan menyebar berita ini ke siapa pun! Termasuk pihak kampus kami!” Rauna menekankan arah pembicaraannya sampai membuat dosen killer itu pun melebarkan kedua bola matanya seraya tak percaya dengan ucapannya. Hah, gila tuh anak! Aku gak salah dengar, kan? Gerutu Arga dalam benaknya. Warga pun mengangguk semua sebab jika tidak dinikahkan mereka takut dosa yang terkena empat puluh rumah yang menjadi tetangga indekos Arga. “Ya sudah, kita harus juga menghargai keputusan gadis itu warga sekalian. Harusnya malam ini kita dapat pahala jumat sebab membantu pernikahan mereka. Bagaimana, apakah semuanya setuju?” tanya Pak RT, agar semua masalah ini menemukan jalan keluarnya. “Setuju!” “Tapi saya tidak setuju Pak!” Arga beranjak dari tempat duduknya. “Sudahlah, Pak Arga. Bapak kan seorang dosen, harusnya Bapak bisa konsisten dan bertanggung jawab atas apa yang Bapak lakukan,” tampik Pak RT yang tidak mau pusing memperumit masalah. Lelaki itu memberikan pembelaan, akan tetapi hak suaranya kalah dengan video warga yang hendak diputar kembali jelas itu mempermalukan dirinya di muka umum dengan menyebar aibnya sendiri. Warga pun turut berargumentasi sampai menutup mulut Arga yang tak mampu mengalahkan kekuatan ibu-ibu komplek. “Pak Arga, sambil menunggu Pak RT. Saya mau nanya, maharnya apa kira-kira untuk Rauna?” “Uang saja, ini ada seratus ribu.” Arga mengeluarkan dompet lalu mengambil uang selembar seratus ribuan. “Seorang dosen, ngasih mahar pelit amat Pak ke anak didiknya,” cecar warga yang padahal mereka kira maharnya sebuah cincin mewah mungkin. Padahal, gaji dosen muda pun tak setinggi yang mereka bayangkan. Mungkin, jika Arga begitu mencintai akan mengusahakan untuk calon istrinya dengan menyiapkan yang lebih dari malam ini. “Sudah, sudah, hentikan! Tidak usah, mempersulit mahar. Lagian ini dadakan, jadi apa saja bisa dijadikan mahar,” ucap Pak RT. Setelah penghulu datang, mereka semua tegang melihatnya. Sebentar lagi akan terjadi pernikahan dadakan antara dosen dan mahasiswinya. Ibu-ibu yang baru datang pun ikut bergosip ke warga lainnya yang lebih mengetahui. “Pak penghulu, saya sudah mengumpulkan data mereka. Dan Rauna ini anak yatim, jadi memakai wali hakim,” ucap Pak RT, kemudian ia pun mengarahkan beberapa data ke meja akad. “SAH!” Satu kata penuh makna! Sebuah kata yang terdengar begitu panas di telinga gadis seorang master of ceremony. Nama panjang yang seharusnya diucapkan kelak kepada orang yang ia cintai, justru telinganya terpaksa mendengarnya malam ini juga oleh dosen yang killer-nya minta ampun. Jemarinya meremas celana panjang yang telah basah dari butiran indah pelupuk matanya tergelincir di pipi merahnya. Akhirnya mereka telah menjadi sepasang suami istri antara dosen dan mahasiswi. Status single-nya sudah punah, kini ia harus menghadapi kenyataan rumah tangga dengan dosen yang begitu dibenci. Setelah itu mereka di antar oleh Pak RT dan warga yang mengintai tadi sampai ke tempat indekos. “Mau ke mana kau?” tanya Arga, yang melihat istrinya hendak pergi setelah warga sudah pulang ke rumahnya masing-masing. “Mau pulang lah, ya kali saya tinggal bareng sama dosen killer. Bukannya betah, malah stress!” jawab Rauna, ketus. Dengan cepat Arga langsung berlari mengunci pintu rumahnya. Ia mencegah Rauna untuk pulang malam ini sebab mereka masih diawasi warga dari kejauhan. Akan lebih berakibat fatal jika Rauna pulang dari rumahnya. “Kenapa di kunci pintunya? Bukain gak, saya mau pulang. Bapak budek ya?” Rauna yang menatap Arga dengan tajam. “Kau harus tinggal di sini.” Tangan Arga mengangkat kunci rumahnya. Rauna menyipitkan matanya. “Jangan berharap lebih, saya menikah dengan Bapak hanya menyelamatkan reputasiku saja. Dan itu tidak lebih!” Gadis iut menggoyangkan telunjuknya. “Kau pikir saya mencintaimu? Tidak! Saya juga menyelamatkan reputasiku sebagai dosen. Kau tidak sepatutnya berbicara seperti itu dengan dosenmu Rauna!” tekan Arga. Ia merasa kurang dihargai oleh mahasiswa sekaligus istrinya sendiri. Jemari Arga mematikan sakelar lampu di ruang tamu, dan dia tidak menghiraukan Rauna yang masih berada di situ. “Hey, kenapa dimatiin lampunya! Saya mau pulang ke indekos, malam ini juga! Tabu buat saya tinggal satu atap dengan Bapak!” Rauna mengangkat kedua tangannya yang begitu geram dengan Arga, rasanya jika seseorang di depannya bukan seorang dosen sudah ditonjok wajahnya. Gadis itu pun menderapkan kakinya ke arah ruangan tengah untuk mengambil kunci di samping televisi. Namun, jemarinya tak sampai menyentuh kunci sebab Arga langsung menyikatnya. “Kau harus tetap tinggal bersama saya, semua warga sedang mengintai kita lagi. Kalau kau pulang, karier kita tidak ada yang selamat. Dan saya berjanji, tidak akan menyentuhmu yang penting kau mau mengikuti saran saya.” Gadis itu masih sibuk merebutkan kunci dari tangan Arga, beberapa kali tetap saja gagal. Kedua bola matanya melihat jendela dekat pintu masuk untuk keluar dari sana. “Kalau kau masih ngeyel! Malam ini juga, saya mau meminta hak secara terpaksa!” Arga menatap gadis itu dengan tajam saat menekan kedua bahunya. Ia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada gadis itu tidak mau mengikuti sarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD