Dosen Killer

1641 Words
“Aduh, gimana sih! Kalau jalan pake mata dong!” seru seorang gadis yang terjatuh ke lantai beserta alat make up yang sudah tercecer ke mana-mana. Lelaki itu menyipitkan matanya. “Harusnya saya yang nanya, kenapa kau jalannya yang tidak pakai mata?” tanyanya dengan sedikit menyindir gadis di depannya. Kenapa sih, aku harus bertemu dia? Dosen yang katanya dijuluki sama mahasiswa itu killer dan egois. Percuma aja, aku bela diri dan ujung-ujungnya tetap aku yang salah. Gadis cantik yang bernama Rauna Arabella—seorang mahasiswa yang cantik yang menjadi primadona kampus. Rauna yang terjongkok itu pun mengambil beberapa alat make up yang terjatuh di lantai dengan bibir yang dimajukan. Gadis itu berbangkit. “Saya buru-buru, permisi.” Dia menderapkan kakinya, dengan bibir sedikit manyun dan kesal. Mood pagi hari yang dirusak oleh dosen tadi, membuatnya malas untuk menuju ruangan itu. Padahal, jika tidak ada Rauna, acara HUT kampusnya tidak akan terlaksana sebab Rauna sendiri kunci dari acara tersebut yang tak lain adalah pembawa acara. “Dasar dosen killer! Pagi-pagi buat mood aku hancur. Lagian, ini kan masih pagi. Harusnya yang berangkat kan tim panitia. Untung aja, aku nggak diajar sama dia. Dih, kalau sampai aku diajar dia? Langsung aku ajuin pindah jurusan!” Rauna membuka pintu ruangan wardrobe, dahinya yang mengerut dengan bahasa tubuh yang sedikit emosi. “Ye, MC kita sudah datang. Tapi kok, wajahnya sinis begitu pagi-pagi? Mepet lagi datangnya?” tanya Putri, saat melihat gadis itu membuka pintu ruangan. “Aku malas banget Put, hari ini. Bisa nggak sih, hari ini aku digantiin aja?” Wajahnya begitu kesal, mood-nya yang sudah tidak semangat saat dimarahin sama dosen killer tadi. “Loh, nggak bisa dong. Kan emang kau yang sudah ditunjuk oleh tim panitia untuk membawakan acara yang super duper meriah ini. Apalagi nanti, ada Pak Arga yang menjadi ketua panitia.” Mata Rauna langsung terbuka lebar selebar bunga mawar yang mekar di pagi hari, setelah mendengar nama ketua tim panitia. Ternyata yang menjadi ketua, yaitu dosen killer yang bernama Arga Pratama. Dosen, yang barusan menabrak dirinya. “What! Yang benar kamu, Put? Bukannya yang jadi ketua itu, dosen mata kuliah kita?” Rahangnya mengeras, dahinya mengerut, mulutnya ternganga, deru napas yang memburu tak beraturan, jantungnya deg-degan dan semakin berdetak kencang yang seakan syok ketika mendengar ketua panitia yang akan berkolaborasi di setiap acara penyambutan. “Masa aku bohong sih! Kan kemarin, aku ikut rapat penentuan. Lagian siapa suruh pulang segala, jadi nggak tahu kan informasinya.” “Kau tahu enggak?” tanya Rauna, kesal. “Enggaklah, orang kau belum ngasih tahu apa pun.” Putri mengambil foundation untuk merias sahabatnya yang sedang mengoceh bak burung beo. “Dengarkan aku makanya! Dia, yang buat mood aku hancur!” “Hah! Pak Arga? Cie cie ….” Putri mencolek rahang temannya itu. seumur-umur baru kali ini melihat seorang MC cantik rusak serusak-rusaknya suasana hatinya. Namun bukannya gadis itu tambah marah, malahan membuat wajah dia memerah bak kepiting rebus. “Apaan sih kamu Put! Malah ngeledek, orang aku tuh lagi marah sama dia. Gara-gara, tadi pagi nabrak aku sampai semua make up berceceran ke bawah.” “Kamu kali yang salah, dia itu dosen yang sangat teliti. Tapi, jangan sampai marah nanti jodoh loh,” ledeknya lagi, membuat temannya itu langsung ciut nyalinya. “Ah, aku mau pulang ajalah!” rajuk Rauna, dia berputar badan untuk mencoba pergi. Namun, dengan cepat Putri menutup pintu masuk itu. Bisa berabe jika master of ceremony itu memilih kabur. Yang ada bakalan ada drama kembali setelah Rauna mendapat semprotan dari dosen killer-nya itu. “Eh jangan, kan aku tim perias. Kalau kau pulang, bisa dimarahin sama dia dikira aku enggak becus kerjanya.” “Ah, bodo amat! Semoga, kau berjodoh sama si Arga! dosen bujang lapuk, yang gak laku-laku!” bentak Rauna, yang berjalan menuju kursi riasnya dengan santai. Jantung putri hampir copot. Sebab saat Rauna mengatakan dosennya dengan sebutan bujang lapuk, saat itu Arga masuk ke ruangan rias dengan tiba-tiba tanpa undangan tidak ada bedanya dengan jelangkung datang dan pergi tanpa diundang. Mati kita! Duh, dari tadi obrolan aku sama Rauna dia dengar enggak ya, Putri membatin bola matanya hampir melompat. “Ekhemm!” deham Arga yang membuat Putri mematung. “Siapa sih, Put? Masih pagi, woy! Minum tuh obat nyamuk,” Rauna berani berkata seperti itu sebab tidak melihat ke arah pintu masuk yang sudah terduduk di depan meja rias. “Acaranya satu jam lagi, tolong dipercepat gerakannya. Sebab, lima belas menit sebelum acara, sudah harus di samping panggung semua. Terima kasih,” ucap Arga, seakan menyindir dan menantang mereka agar bertindak lebih cepat. Dosen itu langsung pergi begitu saja tanpa mengintrogasi mereka. Bukan yang pertama ataudua kali, Arga sering dikatakan dosen killer. Tetapi, menurutnya itu sama sekali tidak merubah keputusan untuk di posisi ini. “Put, kenapa kau nggak bilang sih! Ada dia di sini, yang ada nanti kita kena semprot. Katanya dia kan ketua panitianya?” Ekor matanya sesekali bolak-balik melirik ke arah pintu masuk. “Lagian sih! makanya, kalau punya mulut itu dijaga. Jangan karena pintar ngomong di depan panggung, nyerocos mulu kaya kereta tanpa palang pintu. Mulut lo itu yang kudu disemprot obat nyamuk.” Kedua tangan Putri menggerakkan naik turun, layaknya Rauna membeo. Setelah Putri selesai merias Rauna, kini dia memakai baju jas panjang yang berwarna biru muda dan celana bahan yang berwarna hitam pekat dengan hijab pashmina yang senada. Mereka dan semua tim panitia, sudah berada di samping panggung sebab acaranya akan segera dimulai. “Kalau nggak ikhlas buat membawakan acara, mending mundur aja. Luntur kan tuh bedak! Mana panas banget! Bisa gosong tuh muka,” celetuk Arga, yang mengibaskan tangannya ke arah wajahnya. Gadis itu menengok ke kanan lalu ke kiri, selain dirinya memang tidak ada orang di sampingnya. Semua panitia, sudah duduk di depan panggung. Nih, orang nyindir aku atau gimana sih? sabar Rauna, demi kampus kamu hiraukan sama si killer itu. Rauna langsung menaiki area panggung, dengan gaya jalan yang elegan sehingga semua orang terhipnotis dengan kelihaiannya. Andai hari ini dia memakai dress, mungkin akan ada slow motion sepoi-sepoi angin yang mengiringi jalannya. Namun, acaranya cukup casual atau sekadar merayakan HUT seperti acara lomba kemerdekaan. “Selamat pagi semua … bagaimana kabar hari ini?” Rauna tersenyum ramah ke semua penonton. Gigi gingsulnya, sampai keluar dari persembunyiannya. “Hai, Rauna! I Love you …." “Gak salah emang si Rauna jadi MC. Gayanya elegan banget.” “Rauna cantik banget ya, si primadona kampus. Enggak nyangka, dulu pas SMA pendiam banget. Eh, sekarang bisa jadi gadis brilian.” Begitulah, teriak-teriakan kecil yang diperbincangkan oleh netizen yang di bawah panggung. Tidak jauh beda dengan konser jumpa fans alias meet and greet. “Apa sih hebatnya dia, orang MC biasa aja. Kenapa semua jadi terpana dengannya?” Arga berdecak kesal mendengar keriuhan dari pemuja gadis yang dianggapnya tak punya tata krama. Putri yang di samping Arga hanya bisa mendeham seperti dirinya saat memergoki dirinya dan Rauna. “Ekhemm … hati-hati Pak. Benci sama cinta itu beda tipis loh.” Arga hanya berdiam diri, tanpa menghiraukan Putri di sampingnya. “Acara pertama, kita akan ada pementasan tarian daerah—” potong Arga, lelaki itu langsung naik panggung dan mengambil mic secara paksa dari tangannya Rauna. “Pak, gimana sih kok diambil mic-nya?” Rauna panik, ia hendak mengambilnya kembali. Namun, segera Arga tangkis. Apakah ada salah kata? atau salah ucap, ataukah ada poin yang ke loncat sampai dia merampasnya begitu cepat? Yang ternyata, Arga pun memimpin kalimat pembuka berupa doa sebelum acaranya dimulai. “Selesai.” Arga langsung berbalik badan dan memberikan mic itu ke Rauna dan membisikkan sesuatu. “Di susunan acara memang tidak ada doa, apa begitu caranya MC papan atas membawakan acara?” Sial tuh orang! Bikin malu aja, di depan banyak orang lagi! Awas kau dosen killer! Rauna membatin kesal. Mood-nya benar-benar diuji, tetapi walaupun bayarannya lebih sedikit dari job lainnya—Rauna berusaha profesional dalam bekerja. Dengan gaya bicara yang mampu menghipnotis penonton seakan terbawa suasana yang cocok sesuai dengan pembahasan yang disampaikan. Hari semakin siang, para tamu undangan sudah berdatangan termasuk kolega-kolega besar kampus tersebut. Mereka dari perusahaan-perusahaan besar tempatnya mahasiswa magang. Hingga beberapa dari mereka ingin menyewa jasa Rauna untuk beberapa acara di kantor mereka. “Rau, kau dapat job dari para tamu undangan tadi. Lumayan tau honornya, bisa buat beli motor. Tapi, sayangnya tidak boleh memakai hijab seperti tadi,” ucap Elmo selaku manajernya Rauna. “Wah, yang benar, Kak? Ya sudah, ambil saja. Aku lagi butuh banyak buat pengobatan Ibu juga, dan spp kuliahku juga belum terbayarkan.” Gadis itu sama sekali tidak risi dengan syarat yang diajukan kolega tersebut. yang gadis itu pikirkan asal ada uang semuanya beres. Dan kuncinya hanya satu, orang tuanya tidak mengetahui bahwa dia sudah sering show membuka hijabnya. Setelah manajernya keluar dari ruangan itu, seorang gadis segera menghampiri Rauna yang sedang menghapus make up di depan kursi riasnya yang tadi. “Gue akan membongkar ke ibumu, kalau lo sudah melepas hijab yang kau pakai ini untuk show.” Seorang penyanyi yang bernama Azura jalan dengan santai, kemudian kedua tangannya bertumpu di atas ujung kursi yang Rauna duduki dengan matanya menatap tajam ke arah cermin rias. Gadis itu segera beranjak dari duduknya, berbalik menatap tajam iris matanya. “Azura, gue mohon jangan. Tolong jangan bilang ke ibuku.” “Oke, ada dua syarat yang harus lo penuhi. Syarat pertama, lo harus masukkan aku ke dalam job yang kau dapatkan tadi—” “Ya sudah, nanti gue ngomong ke kolega yang menyewa jasa gue. Biar lo bisa ikut bekerja. Sekarang, syarat kedua apaan cepetan!” potong Rauna, ia tak suka ditekan siapa pun. “Dekati dosen killer gue, Pak Arga,” bisik Azura, seketika tubuhnya Rauna meremang. “What? yang benar aja. Gue gak bakalan mau memenuhi syarat keduamu yang gila itu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD