Handuk Terjatuh

1304 Words
Walaupun Arga tidak mencintai dan tidak menyukai dari segi mana pun gadis yang berada di dekatnya saat ini, tetapi naluri lelaki mana yang tidak terbangkit dengan posisi seperti. Ia berusaha untuk tetap tenang tetap saja rasa itu sangat sulit dipendam. Aliran darahnya seakan memompa lebih kencang dari sebelumnya. Bohong! Jika dirinya biasa saja tanpa ada rasa berdebar padanya. Bahkan, ia berusaha keras untuk melepaskan pelukan gadis yang sudah menjadi istrinya saat ini. Bukannya semakin kendur kini malah menjadi semakin rapat tanpa adanya jarak di antara keduanya yang sudah mendapatkan ikatan halal jika terjadi hal apa pun itu. Ah, seperti mereka yang hendak melakukan ibadah suami istri yang lebih elegan disebut malam pertama. Arga! Jangan gegabah kau, jangan mikir mau ambil hak secara diam. Ingat! Jangan curi start dulu, biarkan pernikahan ini akan menjadi apa. Kamu sudah janji tidak apa-apain ni anak. Ia pun masih tetap bertahan dalam pelukan hangat ini. Memang benar sedari ia bertengkar dengan istri barunya hujan rintik-rintik menghiasi malam pertama mereka. Sepoi-sepoi angin semakin kencang membuat bulu kuduk lelaki itu merinding. Entah mengapa Arga baru merasakan pelukan hangat di kala hujan yang membuatnya tenang, bahkan begitu nyaman melihat wajah Rauna yang tertidur pulas dalam dekapannya. Seakan alam pun ikut meramaikan untuk menyambut pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan super kilatnya walaupun lewat jalur todong warga. Perlahan-lahan pelukan Rauna sedikit mengendur. Akhirnya, Arga pun dapat bernapas dengan lega tanpa ada acara senam jantung yang dapat mengakibatkan serangan jantung mendadak oleh gadis muda si Primadona kampus. “Huh, Akhirnya! Dasar pintar juga dia curi start. Untung aku masih sadar. Kalau aku sampai kepincut tadi bisa habis kau malam ini denganku.” Tangan Arga mengelus dadanya sendiri. Ia berhasil masih mampu mengendalikan hawa nafsunya yang sudah menggebu-gebu seperti ada hasrat yang terpendam. Dua puluh sembilan tahun hidup di dunia bukan waktu yang singkat untuk menggapai semua impian dosen muda killer dan tampan ini. Arga yang memiliki usia cukup matang untuk berumah tangga maupun melanjutkan keturunannya. Baru satu jam saja naluri Arga sebagai lelaki sudah terbangkitkan. Bagaimana jika Arga hidup bersama dengan Rauna yang berhari-hari? Arga yang terlalu fokus dengan kuliah dan cita-cita menjadi dosen sampai mengabaikan separuh penyelamat dari agamanya sendiri. Jangan salahkan orang, lain Arga! Jika ini sudah menjadi takdirmu menjadi separuh nyawa dari mahasiswa yang dibenci selama menjadi dosen muda di kampus Bima Sakti. Azura yang menyaksikan pernikahan mereka diam-diam begitu bangga dan merasa menang dari MC cantik yang polos itu. Bahkan, ia sampai memotret dan merekam sebuah video momen sakral Rauna. Gadis itu sedari tadi mengikuti Rauna saat menuju ke indekos dosennya. Ia ingin mencari bibit-bibit untuk dijadikan bahan gosip di antara mereka dan benar saja sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Rauna yang mengerjakan semua tugas dan juga menikah dengan dosennya langsung tanpa Azura memikirkan rencana kembali agar mereka bersatu. “Tuh anak emang polos banget apa gimana sih? Mau aja menikah karena paksaan warga ha-ha-ha. Ah, tapi bagus lah. Gue yakin sih paling bentar lagi karier-nya redup. Terus, gue bisa merampas semua job yang Rauna tempati. Dia kan kerjanya cuma ngomong doang gue juga bisa kali,” ucap Azura sambil mengibas bajunya yang terkena tetesan air hujan setelah sampai ke indekosnya. Pagi harinya, Arga lebih dahulu terbangun daripada gadis yang menjadi penghuni kamar barunya. Ia sudah terbiasa bangun sebelum ayam berkokok saat azan subuh berkumandang. Arga lupa setelah mandi baru teringat seluruh barang pribadinya ada di dalam kamarnya. Ia pun tanpa sadar jalan dengan santainya ke kamar dengan handuk yang melilit sebatas pinggang sambil mengibaskan rambut cepaknya. Saat ia membuka pintu kamar kedua bola matanya melebar sempurna ada seorang gadis cantik yang tidur di atas ranjang pribadi miliknya. Segudang emosi Arga melonjak dratis yang melihat gadis itu tidur dengan terlentang bebas. Ia melangkahkan kakinya lebih cepat seketika berhenti sejenak. “Ya ampun. Aku kenapa lupa kalau ada Rauna di sini. Apa dia belum bangun ya?” Sudut matanya melirik kedua bola mata Rauna yang masih tertutup rapat. “Ah, sudahlah! Lebih baik aku ambil saja barang pribadiku. Masalah pakainya kan bisa di ruang kerja,” gumamnya dengan santai lalu membuka lemari dengan cepat agar segera pergi dari hadapan Rauna yang masih terlelap. Saat Arga bergerak lebih gesit untuk mengambil semua barang pribadinya untuk hari ini. Rauna justru dengan santainya mendengkur sesekali menggeliat dengan bebasnya yang membuat Arga bergidik. “Bisa-bisanya ngorok dengan bebas di sini! Gak ada sopan-santunnya banget nih, anak!” Arga mengerucutkan bibirnya. Ia tak peduli sedikit pun dengan gadis itu lalu melangkahkan kakinya untuk segera keluar dari ruangan favoritnya yang menjadi horor. Namun, entah mengapa sialnya handuk yang ia kenakan sebatas pinggang terlepas dengan bebas tersangkut di gagang lemari. Ia pun hampir saja berdecak marah, gugup, jengkel saat ini tetapi akan lebih horor lagi jika gadis itu dapat mendengarnya. Slogan orang Jawa memang selalu benar gugup dadi kesel saat inilah yang sedang dirasakan dosen muda itu. Apalagi, kedua tangan Arga memegang baju ganti dan barang pribadi kerjanya. Membuat ia kesusahan untuk menaikkan handuk itu kembali dalam posisi semula. “Nyusahin amat nih handuk.” Arga meletakkan baju gantinya di atas ranjang. Lalu ia menunduk untuk menaikkan handuk yang terjatuh sempurna ke bawah. Ia berharap agar Rauna tidak bangun dalam posisi Arga yang tidak memungkinkan untuk dilihat oleh seorang gadis. Bisa-bisa Rauna mengaku telah dilecehkan oleh dosennya sendiri. “Aaaaaa …!” teriak Rauna, ia segera menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Gadis itu tiba-tiba saja terbangun saat kakinya merasakan ada sedikit beban berat yang menindihnya. Arga yang biasanya jeli dan teliti dalam bertindak pun tidak ada bedanya dengan orang bego ketika kekenyangan makan. “Kau melihatnya? Ayo! Jawab jujur!” Arga menegaskan ucapannya yang begitu panik saat Rauna berteriak histeris. Yang Arga pikirkan jika benar Rauna melihatnya, ia seperti orang yang sudah diambil masa perjakanya secara terang. Gadis itu menggeleng. Ia benar-benar ketakutan sekujur tubuhnya pun ikut gemetar. Ia pikir Arga akan melanjutkan kejadian yang tadi malam saat dirinya menangis tersedu-sedu. “Pak Arga sengaja ya? Apa pura-pura lupa? Kita tidak akan melakukannya, apalagi dengan Pak Arga yang se-agresif itu. Dan tolong tepati janji Pak Arga yang tadi malam!” Rauna menyerunya, ia tidak suka orang yang mudah melanggar janjinya. Arga mencebikkan bibirnya. “Agresif katamu? Berarti kau lihat?” “Tidak!” “Kenapa kau tahu saya sedang tidak me—” “Saya cuma lihat handuk yang jatuh di bawah! Itu saja tidak lebih,” potongnya dengan tegas. Ia tidak mau dituduh dosen killer itu yang takut berakibat lebih dari kemarin. “Jangan ge’er kau. Saya hanya mengambil baju. Perihal handuk yang terjatuh nih kena gagang pintu lemari. Jadi, tidak ada alasan untuk saya menyentuhmu! Jangan harap, dan tak akan pernah!” “Aku pegang kata-katamu dosen killer!” gerutu Rauna lalu Arga segera pergi begitu saja. Ia malas ribut di pagi hari yang membuat mood-nya hancur. Namun, Arga tidak langsung memakai baju kerjanya. Ia hanya memakai sarung dan baju koko yang kebetulan di ruang kerjanya lengkap peralatan kewajibannya. Sebelum ia mengerjakan kewajibannya dirinya baru teringat kalau sudah memiliki seorang makmum walau pernikahan sahnya tidak ia harapkan sebelumnya. “Ayo sholat,” ajak Arga, yang membuka sedikit pintu kamarnya. “Sudah azan tak baik menunda ibadah.” Rauna mengangkat alisnya. “Lah sholat tinggal sholat ngapain ngajak saya?” Gadis itu kembali menutup kedua bola matanya. Arga menghela napas. Ia berusaha berbicara pelan pada istrinya. “Kau makmumku sudah sepantasnya aku mengimamimu. Jadi tidak ada alasannya kau menolakku.” “Tapi, pernikahan kita ini itu hanya sandiwara hello!” “Pernikahan kita sandiwara, tetapi ibadah bukan sandiwara! Cepat mandi saya tunggu di ruang kerja. Kalau tidak–” “Kalau tidak apa?” potong Rauna yang sedikit beranjak. “Aku akan memanggil kau sebagai istriku di kampus, bahkan di depan semua orang! Agar tidak ada rahasia besar di antara kita,” ancam Arga yang mempertegas tatapannya dengan menutup pintu kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD