Part 21

1546 Words
Part 21 (maaf kalau ada typo ya) Malam hari di hari jumat yang besoknya pasti libur biasanya para anak muda tak betah jika di rumah saja pastinya akan pergi nongkrong entah itu ke cafe, basecame andalan mereka dan sebagainya. Tapi tidak bagi laki-laki yang selalu menampilkan wajah datarnya namun tak menutupi wajah tampannya, laki-laki remaja berusia delapan belas tahun itu tengah berbaring santai sambil menonton tayangan televisi itupun sebenarnya terpaksa sebab ia bingung mengajak siapa harus pergi bermalam sabtu. Kekasihnya telah memutuskan untuk berubah tapi dirinya masih belum bisa move on dari mantan kekasihnya itu walau mantannya selalu baik padanya serta memberikan perhatian kecil padanya. Seperti saat ini, ia hanya menatap makanan ringan dari mantannya itu tak minat sekali bahkan ia sesekali berdecih mengingat janji palsu yang dibuat mantannya itu. "Andai gue gak kenal lo Dev, gue gak bakal jadi cowok kayak gini. "perasaan lelaki itu berkecamuk mengingat masa lalu yang membuatnya seperti ini. " Itu cuman kata andai doang dan sekarang sudah kejadian. Gue juga bodoh, mau banget dibodohin dia. " " Gue udah jatuh terlalu dalam dan pastinya itu sulit untuk berubah. Perasaan tertarik dengan sesama jenis itu udah terjadi sangat lama dan gue masih belum mau berubah. Gue masih ingin berharap sama lo Devan. "hatinya terasa sesak jika dirinya harus mengingat laki-laki itu. " Gue juga tertekan jika harus berpura-pura baik-baik saja di depan lo Dev, gue terpaksa pura-pura dekat sama cewek biar lo tau gue bisa lebih baik dari lo tapi kenyataannya itu sulit. Gue benci diri gue sendiri, rasanya ingin mati saja. "laki-laki itu menatap langit-langit kamarnya, lelaki itu bernama Kenzo Julian. Lelaki berusia delapan belas tahun itu tengah mengeluarlan semua unek-uneknya yang ada dipikirannya, tak ada orang yang peduli padanya, tak ada orang yang bisa ia ajak ngobrol dan dirinya sangat butuh perhatian seseorang. Papanya sibuk sedangkan mamanya sudah tiada. Tapi ia memiliki ibu tiri banyak entah berapa pun ia tak tahu menahu. Tiba-tiba saja ia teringat sosok gadis cantik yang selalu ia marahi entahlah hatinya senang saja melihat wajah gadis itu kesal padanya. Mengingat itu membuat bibirnya melengkungkan senyumannya sedikit tapi tak lama wajahnya berubah kala teringat jika gadis itu yang membuat Devan berpaling padanya. "Gue harus hancurkan tuh cewek, bagaimanapun caranya. Gue benci sama tuh cewek! " ... " Kakak balik lagi ke Singapura?"tanya Siska pada Nico yang tengah melipat beberapa pakaian yang akan dibawa ke luar negeri. "Iyalah bentar lagi kakak ujian pastinya dong kakak balik. "Nico tersenyum manis sambil mengusap pipi Siska pelan. " Kenapa harus kuliah jauh-jauh sih? Kan Siska gak suka video call-an. "Siska melengkungan bibirnya ke bawah bertanda dirinya sedang sedih hati. --Kakak juga gak suka sekolah jauh tapi gimana lagi, papahmu tukang maksa jadi kakak harus kuliah di sana-batin Nico yang menahan emosi ketika teringat jika Bram itu sangat pemaksa dan pemarah. Apalagi kakak bakal merindukan tubuh seksimu itu-lanjutnya sambil menatap tubuh Siska yang saat ini memakai pakaian tembus pandang, ah melihat itu membuat Nico tak betah berlama-lama di sini dan ingin saja menerkam tubuh Siska namun ia masih perlu waktu dan pastinya jika waktu tepat yang akan datang Siska akan menjadi wanita miliknya seutuhnya. "Sayang kakak ke kamar mandi dulu ya. "Nico sudah tak tahan lagi dan hasratnya harus dikeluarkan membuatnya langsung ngancir masuk ke kamar mandi. Siska yang melihat kakaknya seperti itu hanya terkekeh pelan. Ia tak tau jika kakaknya ke kamar mandi bukan Untuk buang air kecil maupun buang air besar tapi ada hal lain yang diurus di dalam kamar mandi. Siska membantu melipat pakaian kakaknya namun saat melihat koper berukuran besar milik kakaknya itu membuat dirinya kepo tentang apa isi dalam koper itu tersebut. Kedua tangannya membuka koper itu yang mana memang sudah terbuka hanya saja tidak dikunci, ia melihat jika di dalam koper itu masih kosong tapi pastinya ia tak hanya melihat itu saja. Ia merogoh kantong-kantong kecil yang berada di sana, pertama ia menemukan rokok jenis vapor lalu kedua ia melihat charger dan lain sebagainya. Siska menghela napasnya pelan tapi saat dirinya mulai kembali menutup koper, ia melihat jika ada sebuah bungkus yang membuat dirinya penasaran. "Bungkus apa tuh? "pikiran Siska bertanya-tanya saat melihat bungkus yang terlihat sebagian karena sebagian tertutup oleh kantong yang ada di sana. Perlahan ia mengambil bungkus dan betapa terkejutnya dirinya kala melihat nama bungkus itu. Ia bukan lagi anak polos yang tidak tau menahu tentang bungkus itu. Ia tau jelas bungkus itu hingga membuat kedua matanya berkaca-kaca dan bertepatan dengan itu pintu kamar mandi terbuka bertanda jika Nico sudah selesai. Dahi Nico mengkerut bingung saat melihat Siska yang sedang menatap tajam padanya sambil air matanya keluar. "Siska, kamu kenapa? "tanya Nico saat melihat Siska seperti itu. "Maksud ini apaan kak?" Siska melemparkan bungkus itu pada sang kakak alias kekasihnya itu. Reflek Nico menangkap bungkus yang dimaksud Siska. Kedua mata Nico pun membulat saat melihat bungkus itu dan ia pun menatap Siska sembari memikirkan sesuatu. "Hiks hiks, kakak mengkhianatiku kan di sana? Iyakan? Jujur saja kak! "suara parau dari mulut Siska terdengar hingga membuat Nico langsung memeluk Siska walau Siska meronta meminta untuk dilepaskan. " Ini bukan seperti yang kamu lihat, kamu salah paham sayang. " " Salah paham gimana? Kakak menyimpan alat kontr*sepsi itu untuk apa kalau tidak digunakan untuk hal yang--ahh aku tidak mau melanjutkan kata-kata ku. Itu sangat menyakiti hatiku sendiri. "Siska menangis kencang dan merasa dikhianati oleh Nico. " Hey dengar dulu sayang, dengerin penjelasan kakak dulu. "Nico memegang bahu Siska dan menatap dalam tepat pada manik Siska. " Penjelasan apa lagi, itu sudah jelas. " " Kamu hanya melihat satu sisi saja, kamu tidak mendengar penjelasan kakak dulu biar tidak ada kesalahpahaman seperti ini." Siska tak menjawab ucapan Nico dan gadis itu masih menangis. "Sebenarnya itu milik teman kakak yang sengaja kakak simpen di dalam koper kakak kok. Kakak juga nantinya buang tuh bungkusan itu, lihat nih kakak buang sekarang. "Nico pun membuang bungkusan itu ke tempat sampah plastik yang terletak di pojok kamarnya. " Emang teman kakak yang mana? " " Teman kakak di Indonesia kok, udah jangan nangis lagi sayang. Kamu salah paham. "Nico pun membantu mengusap pelan air mata Siska. " Beneran kan kak? Kakak gak bohong kan? " " Iya beneran kok. " Siska pun memeluk Nico begitupula Nico yang memeluk erat tubuh Siska itu. Hampir saja ketahuan-batin Nico saat ini. " Yaudah kak, aku mau keluar dulu. " " Baiklah. "Nico tak lupa mengecup pelan dahi Siska sebelum gadis itu pergi keluar dari kamarnya. Nico menghela napasnya lega seraya duduk di atas kasurnya. Terdengar bunyi disertai getaran ponselnya yang berada di sampingnya itu. Ia melirik dan ketika mengetahui siapa orang yang memberi pesan padanya langsung ia buka ponselnya. Nico-- Kenapa kamu menghubungiku, hampir Saja aku ketahuan Apa kamu benar-benar Pergi ke Singapura?-- Nanti aku akan ke sana ... "Nah gini dong tampannya anak bunda. "Vely menatap kagum pada anaknya itu. Ia juga membantu merapikan rambut anaknya yang sedikit berantakan. " Memang anak bunda ini sudah tampan sejak lahir. "Devan tersenyum lebar. " Yaudah yuk berangkat, bunda makin gak sabar juga melihat teman anak bunda yang pastinya cantik. Sudah lama tak bertemu dia. " " Siapa sih temannya bunda? "tanya Devan yang merasa penarasan sedari kemarin. " Ada deh pastinya kamu juga kenal, mungkin sih kalau kamu ingat. " " Yahh bunda main rahasiaan nih. "Devan sama sekali tidak mengetahui siapa temannya bundanya itu. Vely tertawa pelan sambil menepuk pundak Devan. Tak menyangka sekarang anaknya telah beranjak dewasa bahkan terlihat juga jika tubuh Devan makin tinggi saja. " Yuk berangkat sekarang! " Devan dan Vely memasuki mobil milik Vely. Vely yang menyopir mobil sedangkan duduk termenung di sampingnya. Beberapa menit kemudian... " Bunda kok muter balik terus sih, sebenarnya dimana rumah teman bunda? " " bentar lagi sampai kok tadi cuman salah perumahan. " " Haduh bunda. " " Maaf ya, bunda juga masih sedikit lupa tapi bunda yakin kalau ini perumahannya. "Vely pun menunjuk nama perumahan itu lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang seraya melihat ke samping kanan kiri jalan. Devan juga ikut melihat perumahan sekitar sini yang rata-rata pemiliknya ialah orang kaya dilihat jika beberapa rumah ini sangat terkesan mewah sekali. Tak lama Vely memakirkan mobilnya di depan rumah sederhana dan tak bertingkat yang gerbangnya juga terlihat terbuka. "Yuk keluar, sudah sampai." Vely mengajak anaknya untuk turun dari mobil. "Beneran ini rumahnya teman bunda? "Devan melihat jika rumah itu layaknya seperti rumah tentara. Rumah bercat hijau dan juga halaman rumah itu terlihat luas yang diisi dengan beberapa macam pelatihan beladiri juga ada beberapa alat latihan yang biasanya ada di dalam pelatihan militer. " iya. " Devan keluar dari mobil bundanya dan tangannya digandeng bundanya untuk menuju ke rumah sana. " Sejak kapan bunda punya teman tentara? " " Teman bunda bukan tentara. " " Lha itu APA dong? " " Itu milik suami teman bunda biasanya digunakan berlatih bersama anaknya. " " Emang kerjaannya apa bun? " " Kerjaann--eh Karin? "pekik Vely saat melihat temannya keluar sambil menggendong seorang anak kecil. Devan yang tadinya masih melihat sekitar halaman rumah milik teman bundanya pun lantas menoleh menatap teman bundanya itu. Devan sedikit demi sedikit mencerna apa yang terjadi saat maniknya tak sengaja melihat seorang anak kecil yang dikenalinya. Bibir Devan rasanya kelu ingin berucap namun saat teman bundanya mengajak masuk ke dalam rumah bersamaan itu terdengar suara seseorang yang sangat familiar di indera pendengarannya. "Mamah, siapa yang datang ke rumah? "sosok gadis berpakaian santai itu keluar dan melihat mamahnya bersama seseorang namun maniknya bertemu pandang dengan manik milik seseorang. " Elo? " " Fio? " ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD